Logo

Cukai Rokok Naik Hingga 12,5 Persen, Namun Belum Optimal Tekan Konsumsi Rokok

Ilustrasi cukai rokok

INFOSULAWESI.com JAKARTA -- Tujuan utama kebijakan cukai hasil tembakau untuk mengendalikan konsumsi tembakau di Indonesia tampaknya belum membuahkan hasil. Hal ini terbukti bahwa kenaikan cukai hasil tembakau ternyata tidak menaikkan harga rokok yang dijual di pasaran.

Ketua Pusat Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Putu Ayu Swandewi Astuti mengatakan, harga rokok masih terbilang murah dan menyebabkan rokok dapat dijangkau oleh anak-anak.

“Bisa dikatakan pengendalian tembakaunya belum optimal. Memang cukai baru saja dinaikkan sebesar 12,5 persen, dan kenaikannya kalau dilihat dari harga jual memang belum optimal,” ujarnya dalam keterangannya, Sabtu (20/2).

Ayu mengatakan kenaikan harga rokok saat ini belum mencapai harga di mana masyarakat enggan atau mengurungkan keinginannya untuk membeli rokok.

“Ya tentu saja dengan konsumsi rokok yang murah akan membuat aksesibilitas rokok itu makin tinggi, baik untuk remaja maupun orang dewasa, termasuk bagi mereka yang pendapatannya sendiri pun memang sudah terbatas tapi masih bisa membeli rokok,” katanya.

Adapun sebelumnya pemerintah telah menetapkan kebijakan kenaikan tarif cukai dan mengatur harga rokok di pasaran pada batas 85 persen dari harga jual eceran (HJE) seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 198 Tahun 2020.

Ayu juga menyoroti apabila pengendalian konsumsi tembakau tidak dilakukan secara optimal, bonus demografi yang harusnya dapat dimanfaatkan akan kandas. “Perilaku berisiko seperti merokok akan berdampak pada sumber daya manusia dan akan mempengaruhi optimalisasi bonus demografi,” imbuhnya.

Dia menilai seharusnya momen dan posisi menguntungkan dari bonus demografi harusnya dapat dimanfatkan dengan kualitas sumber daya manusia yang mumpuni.

Sementara itu, Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Krisna Puji Rahmayanti mengatakan bahwa saat ini sebagian besar harga rokok masih tetap sama sekalipun cukai hasil tembakau naik.

“Artinya kebijakan yang berakhir pada harga menjadi salah satu pertimbangan para perokok,” ucapnya.

Menurutnya kebijakan harga menjadi masalah ketika perusahaan menjual produknya di bawah 85 persen dari harga jual eceran (HJE) sehingga harga jual rokok menjadi lebih murah. “Dengan harga yang biasa saja belum mengubah perilaku, kalau lebih murah dan belum juga mengubah perilaku, berarti kebijakannya belum efektif,” tuturnya.

Selain kebijakan harga, dia juga mendorong perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dilakukan untuk pengendalian konsumsi tembakau. “Kebijakan kenaikan cukai itu hanya satu sisi kalau lingkaran, edukasi juga harus makin kuat,” pungkasnya. (jp)