Logo

Vaksin dan Optimisme Melawan Pandemi

TAK terasa, kita sudah melewati tahun 2020 dan memasuki awal 2021. Di awal tahun baru ini, kita patut bersyukur atas segala karunia Tuhan di tengah-tengah situasi bangsa yang penuh dengan tekanan dan ketidakpastian akibat pandemi Covid-19.

Hingga kini (baca: 7/1), tercatat sudah ada sekitar 87,6 juta warga dunia yang terinfeksi virus Covid-19 dengan jumlah korban jiwa mencapai 1,8 juta orang. Sementara di Indonesia, persebaran virus terus meningkat secara eksponensial mencapai angka 788 ribu orang dengan jumlah meninggal lebih dari 23 ribu jiwa.

Memasuki 2021 ini, ada kecemasan yang berbalut harapan dan optimisme. Rasa cemas itu tak lepas dari penantian panjang warga dunia yang mengharapkan kepastian hasil uji klinis vaksin Covid-19. Maklum, meskipun bahan baku vaksin telah ditemukan, ancaman potensi vaksin gagal juga patut diperhitungkan. Karena itu, uji klinis dan efikasi vaksin Covid-19 ini benar-benar kita butuhkan untuk mengembalikan rasa aman yang selama ini hilang.

Ekonomi dunia juga tertekan. Negara-negara besar dan maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Prancis, Australia, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura mengalami resesi ekonomi. Tak terkecuali Indonesia. Pertumbuhan ekonomi nasional sempat jatuh hingga minus 5,32 persen pada kuartal II, lalu sedikit membaik di kuartal III menjadi –3,49 persen. Sedangkan di kuartal IV 2020, diprediksi masih sekitar –0,9 persen.

Kondisi itu berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat dan konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, mayoritas kelas ekonomi menengah atas cenderung menahan belanja. Para pengusaha juga lebih memilih menahan ekspansi usaha untuk mengurangi potensi kebangkrutan. Kondisi tersebut membentuk baseline baru makrofiskal Indonesia: rasio perpajakan berpotensi turun, sementara rasio utang terhadap PDB diperkirakan meningkat signifikan. Jika tren itu terus bertahan, beban ekonomi negara ke depan akan makin berat.

Namun, seberat apa pun situasi hari ini tidak boleh memupuskan harapan dan optimisme kita. Saya yakin ekonomi nasional akan membaik. Walaupun akar penyebabnya tidak sama, kita pernah punya pengalaman bangkit dari krisis ekonomi. Pada 2008 Indonesia selamat dari ancaman krisis ekonomi global, yang menghantam banyak negara di dunia. Bahkan, Indonesia ditetapkan sebagai anggota G-20 di tahun itu. Pertanyaannya kini, seberapa cepat Indonesia mampu kembali bangkit dari krisis? Berapa lama waktu yang dibutuhkan?

Tidak ada satu pun yang bisa memprediksinya secara pasti. Namun, bangsa yang besar adalah bangsa yang optimistis. Saya termasuk orang yang optimistis. Tentunya kita semua harus bekerja keras untuk bersama-sama menghadapi dan keluar dari krisis besar ini.

Paling tidak, ada dua hal utama yang harus dijalankan. Pertama, respons kebijakan fiskal yang cepat, tepat, dan efektif untuk memperbaiki sejumlah kerusakan ekonomi. Terutama untuk menjaga daya tahan ekonomi rumah tangga, dunia usaha, dan sistem perbankan nasional. Jika kebijakan negara gagal mengamankan hal-hal fundamental itu, kerusakan struktur ekonomi akan kian memburuk.

Kedua, cepat atau lambatnya kebangkitan ekonomi sangat ditentukan oleh efektivitas penanganan pandemi. Karena itu, kemampuan negara untuk melakukan testing, tracing, dan treating benar-benar menjadi pertaruhan besar. Kita mengapresiasi upaya pemerintah untuk mengintensifkan langkah-langkahnya. Namun, masih banyak anggota masyarakat yang mempertanyakan jangkauan pengetesan (testing) kita untuk mengidentifikasi tingkat persebaran yang selama ini sulit, bahkan tidak terdeteksi di tengah-tengah masyarakat.

Untuk melancarkan kerja-kerja tersebut, sebenarnya pemerintah telah memiliki instrumen perundang-undangan yang sangat kuat, yakni UU Nomor 2 Tahun 2020 yang mengatur penanganan pandemi dan penyelamatan ekonomi negara. Dengan kewenangan besar, alokasi anggaran yang sangat besar, serta melibatkan seluruh instrumen dan sumber daya negara, wajar jika rakyat berharap banyak dari hasil kerja pemerintah. Namun, wajar pula jika masyarakat kaget dan marah ketika masih terjadi korupsi program bantuan sosial atau ada pihak-pihak yang justru memanfaatkan situasi krisis ini untuk mencari keuntungan sendiri.

Semua itu menyisakan pelajaran berharga yang bisa dipetik dari perjalanan kehidupan bernegara di tahun 2020 lalu. Ke depan, kita berharap vaksin yang teruji secara klinis bisa benar-benar menjadi ”game changer” yang akan mengurai ketidakpastian dunia saat ini. Karena itu, negara dan pemerintah perlu melakukan tiga hal penting berikut ini.

Pertama, negara harus memastikan bahwa kualitas vaksin yang akan didistribusikan ke masyarakat benar-benar telah teruji. Selain itu, jangan sampai ada diskriminasi terkait kualitas maupun skema pendistribusian vaksin. Pendistribusian vaksin harus bisa menjangkau seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali.

Kedua, sosialisasikan secara optimal rencana pendistribusian dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat. Sosialisasi ini penting untuk mengantisipasi potensi penolakan dari sebagian elemen masyarakat akibat isu halal-haram, efek samping, dan kualitas vaksin yang akan didistribusikan. Jika muncul upaya penolakan dari masyarakat, harus segera disikapi secara preventif-komunikatif, bukan represif.

Ketiga, pemerintah harus mampu memperbaiki dan meningkatkan sistem koordinasi antara pusat dan daerah. Semua harus dalam satu komando serta dalam semangat sinergi dan kolaborasi yang baik. Seluruh kepala daerah, termasuk 270 kepala daerah yang baru terpilih dalam pilkada 2020 lalu, diharapkan bisa segera bekerja optimal untuk menangani pandemi dan menyelamatkan ekonomi di daerah masing-masing.

Kita harus memastikan, tahap akhir penanganan pandemi ini benar-benar berhasil dijalankan. Efektivitas pendistribusian vaksin akan menjadi ujung tombak bagi kebangkitan Indonesia dari pandemi di 2021 ini. Siapa pun yang bermain-main dengan kebijakan ini, sejatinya mereka mempermainkan masa depan negeri. Mari kita sambut awal tahun 2021 dengan penuh semangat dan optimisme melawan pandemi. Indonesia bisa! Bersama kita kuat, bersatu kita bangkit! (*)


*) Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua umum Partai Demokrat