Logo

Berdasarkan Keadilan Restoratif, Kejati Sulbar Hentikan Tuntutan Kasus Penadah Barang Curian

Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulbar Dicky R Rahardjo pada pemaparan perkara yang diusulkan untuk penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, di Kantor Kejati Sulbar, Kamis (19/1). (Seksi Penkum Kejati Sulbar)

INFOSULAWESI.com, MAMUJU -- Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Barat menghentikan penuntutan kasus penyitaan barang curian berdasarkan “keadilan restoratif”.

“Ini kasus pertama di tahun 2023 yang diampuni oleh jaksa penuntut umum,” ujar Dicky R Rahardjo, Wakil Jaksa Agung Provinsi Sulbar, saat pemaparan perkara usul penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, di Kejaksaan Negeri Sulbar , Kamis.

Pemaparan perkara dilakukan secara virtual, dipimpin langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana didampingi Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Kejaksaan Agung Agnes Triani.

Berkas perkara yang dihentikan berdasarkan restorative justice di Kejati Sulbar yaitu dengan tersangka Assul alias Assul Bin Sali dan korban Rosminah.

Tersangka Assul terlibat dalam tindak pidana yang melanggar Pasal 480 1 KUHP, yaitu menjual barang yang diketahui atau patut diduga dari tindak pidana, dikategorikan sebagai tindak pidana pemilikan.

Kasus penyitaan bermula saat tersangka menjual sepeda motor curian milik korban Rosminah di Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar.

"Tersangka setuju mencarikan pembeli sepeda motor curiannya karena membutuhkan pengobatan untuk adiknya yang sakit," jelas Dicky Rahardjo.

Tersangka kemudian menjual motor curiannya tersebut seharga Rp 1,2 juta dan mendapat gaji Rp 450 dari penjualan tersebut. 000.

Alasan penghentian penuntutan kasus penyitaan, kata Dicky Rahardjo, karena tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan ancaman pidananya tidak lebih dari lima tahun penjara.

Pertimbangan lain, lanjut Wakajati, korban dan tersangka sepakat untuk berdamai dan tersangka membayar kerugian korban sebesar Rp1.000.000.

"Tersangka telah mengakui kesalahannya dan telah meminta maaf kepada korban serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dan korban telah memaafkan tersangka dan tidak akan menuntut balik," jelas Dicky Rahardjo.

Atas kesepakatan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, Jampidum Fadil Jumhana memerintahkan Kepala Kejaksaan Polewali Mandar untuk menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif. (*)