Logo

Hari Medsos Nasional 2021, Catatan Pengguna Internet di Indonesia Capai 202 juta

Ilustrasi: Orang menggunakan media sosial Instagram (BusinessInsider)

INFOSULAWESI.com, JAKARTA -- Pengguna internet di Indonesia dilaporkan ada sebanyak 202 juta atau sekitar 73 persen dari total jumlah penduduk memasuki 2021. Begitu juga dengan pemakai media sosial di Indonesia yang dikutip dari data We Are Social pada Januari 2021 yang sudah mencapai 170 juta orang.

Pemakaian aplikasi paling banyak saat ini di tanah air adalah YouTube dengan jumlah pemakainya sebesar 93 persen. Pasalnya karena saat membeli ponsel android sudah otomatis terinstal YouTube, disusul Instagram 86 persen, dan Facebook 85 persen.

Lalu ada juga aplikasi perpesanan yang paling banyak digunakan yaitu Whatsapp yang masih merajai sebanyak 87 persen. Media sosial (medsos) selanjutnya yang banyak digunakan yakni Facebook messanger dan Line.

Dalam keterangannya pada Kamis (10/6), Pakar Keamanan Siber Pratama Persadha menjelaskan, meski jumlah pemakai medsos dan internet di tanah air besar, namun tahun lalu ramai hasil riset Microsoft netizen Indonesia termasuk yang paling tidak sopan. Ini berdasarkan riset tingkat kesopanan pengguna internet sepanjang 2020.

Hasilnya, Indonesia berada di urutan ke-29 dari 32 negara yang disurvei. Tentu ini menjadi pekerjaan rumah di Hari Media Sosial Nasional yang sejak 2015 lalu diperingati setiap tanggal 10 Juni.

“Mengapa netizen Indonesia termasuk tidak sopan dalam riset Microsoft, salah satunya karena minim edukasi sejak dini baik dari negara, orang tua, sekolah dan lingkungan sekitar. Negara bisa mendorong edukasi berinternet yang sehat dan aman lewat kurikulum pendidikan, yang ini sekarang masih belum ada,” ungkap Pratama melalui keterangan tertulisnya.

Dia melanjutkan, umumnya para orang tua, pengambil kebijakan maupun tokoh masyarakat saat ini sebagian besar bukan native digital. “Jadi tidak mengenal lebih dalam dunia digital,” terang Pratama yang juga menjabat sebagai chairman lembaga riset siber CISSReC (communication & information system security research center) ini.

Menurut Pratama, negara tidak bisa sendiri, masyarakat, lingkup pendidikan dan juga pegiat siber harus diajak untuk mengedukasi di berbagai lapisan. Ini penting karena pendekatan peningkatan berinternet yang positif dan sehat harus berjalan top down maupun bottom up.

“Pekerjaan rumah lainnya untuk pemerintah, yaitu harus mendorong lahirnya media sosial lokal sehingga negara tidak tergantung dan tidak mudah ditekan oleh medsos asing. Pemerintah mesti menyiapkan sumber daya guna mewujudkannya. Hal ini penting dalam jangka panjang untuk kepentingan nasional,” katanya.

Pratama juga menambahkan, seharusnya pemerintah bisa membuat regulasi agar negara segera membangun media sosial nasional, buatan dalam negeri dan memang dibuat untuk masyarakat Indonesia. Dengan begini lebih mudah melakukan pengawasan dan sekaligus menjadi aplikasi subtitusi bagi media sosial populer.

Tanpa memiliki aplikasi medsos subtitusi, sulit kiranya bagi negara untuk menarik pajak yang pantas bagi Facebook, Google, dan kawan-kawannya.

“Pada kasus Google dan Facebook harusnya mudah menarik pajak oleh pemerintah, karena Facebook Google sudah banyak menarik uang dari masyarakat Indonesia untuk digunakan dalam beriklan diplatform tersebut, walaupun sekarang sudah dikenai pajak”, jelasnya.

Pratama lantas menyarankan saat ini yang terpenting ialah kita perlu mandiri, supaya data masyarakat Indonesia tetap berada di Indonesia. Pemerintah harus berpihak pada pengembangan produk teknologi lokal seperti janji presiden dengan membangun 1.000 startup baru termasuk salah satunya membuat startup pada platform medsos dan aplikasi perpesanan.

“Ini akan memudahkan negara dalam urusan pajak maupun hukum ke depannya,” tandasnya. (*)