Logo

Potensi Pemerintahan Tanpa Partai Oposisi

Presiden terpilih periode 2024-2029 sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh (kanan) bertemu untuk membicarakan peluang koalisi (Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra/aww)

SELEPAS ditetapkan sebagai pemenang pemungutan suara Pilpres 2024, Prabowo-Gibran memberikan sinyal akan merangkul lawan politiknya. Hal itu semakin tampak, usai Partai Nasdem dan PKB, yang secara terbuka menyatakan mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.

Berdasarkan perolehan suara di Pemilu 2024, Partai Nasdem berpotensi menguasai 69 kursi DPR, sementara koalisi pengusung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024, yaitu Partai Golkar, Gerindra, Demokrat, dan PAN berpotensi menguasai 280 kursi DPR. Jika diakumulasikan kursi DPR yang dikuasai berjumlah 349 atau 60,17 persen dari 580 total kursi DPR. Penguasaan kursi di DPR tambah dominan jika PKB bergabung, dengan potensi 68 kursi DPR. 

Hal itu sejatinya dapat menjadi pertanda bahaya demokrasi ke depan. Pemerintahan yang ditopang mayoritas anggota DPR, akan membuat segala rencana kebijakan pemerintah berjalan mulus. Tidak ada mekanisme checks and balances karena hampir semua parpol di parlemen menjadi bagian dari pemerintah. 

Peneliti BRIN, Firman Noor, menyatakan lebih baik sebenarnya, jika Prabowo membiarkan partai-partai politik pengusung Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud tetap berada di luar pemerintahan. Kekuatan demokrasi menurutnya akan berjalan baik, jika ada kontrol di luar dan mengawasi pemerintahan. Setidaknya, setiap kebijakan ataupun keinginan presiden, tidak mudah terwujud. 

Sedangkan pengajar Ilmu Politik dari Universitas Indonesia, Aditya Perdana melihat kondisi itu sebagai hal yang wajar. Koalisi pengusung Prabowo-Gibran ujarnya, pasti membutuhkan partai politik lainnya, untuk memperkuat dukungan di parlemen. Dengan bergabungnya satu atau dua partai, sudah pasti akan menambah kekuatan pemerintah di parlemen.

Kini hanya PDIP dan PKS yang punya pengalaman sebagai partai di luar pemerintahan. Keduanya dinilai tidak mudah diajak berkoalisi, karena memiliki kekuatan basis ideologis dan konsistensi. Menarik ditunggu, apakah kedua partai tersebut mempertimbangkan masuk pemerintahan, atau tetap di luar sebagai oposisi. 

Kita berharap, partai oposisi tetap ada, guna menjadi penyeimbang pemerintahan. Kita tentu tidak ingin, adagium guru besar sejarah modern Universitas Cambridge, Inggris, Lord Acton, yang disampaikan pada abad ke-19, menjadi nyata, yakni, ‘power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely’, atau kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut, cenderung korup secara absolut.