Logo

Pemprov Sulsel: 3 PLTA yang Dikelola PT Vale Berpotensi Rugikan Negara Triliunan Rupiah

Salah satu PLTA yang dikelola PT Vale di Luwu Timur. (ist)

INFOSULAWESI.com, MAKASSAR -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) terus memberikan perhatian serius terhadap keberadaan PT Vale Indonesia Tbk.

Kabid Humas Diskomonfo Sulsel Sultan Rakib, dalam rilis resminya, Sabtu 17 September 2022, mengatakan, ada potensi kerugian negara terhadap pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang dikelola PT Vale.

“Kami masih menyelidiki adanya indikasi kerugian negara PT Vale yang menggunakan pembangkit listrik, yang seharusnya jadi milik negara,” bebernya.

Ia menjelaskan sesuai aturan, PLTA berkapasitas 165 MW dan 110 MW wajib diserahkan jika sesuai kontrak karya tahun 1975 bahwa 20 tahun setelah dibangun, wajib diserahkan. Sementara hingga kini belum diserahkan.

“Ada indikasi kerugian selama 23 tahun dikali 165 MW, itu bisa trilliunan rupiah. KPK bisa lihat ini sebagai potensi kerugian negara,” tandasnya.

Selain itu, dalam pengelolaan PLTA, ada pajak air permukaan atau water levy. Ini terkait dengan pemanfaatan air melalui ketiga Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Tiga PLTA PT Vale yaitu Larona, Balambano, dan Karebbe.

Dan berdasarkan aturan pertambangan Diatur di UU 28 thn 2009, maka yang berhak menarik pajak air permukaan hanya pemerintah provinsi. Untuk kemudian dibagi hasil ke kabupaten/kota yang menjadi objek penambangan, jika belum cukup umur 20 tahun, tetapi wajib diserahkan setelah 20 tahun.

“Salah satu PLTA Vale itu sudah ada sejak 1979. Artinya sudah harus milik negara. Sehingga setiap KW listrik yang digunakan adalah kerugian negara,” jelasnya.

Sementara itu, terkait water levy yang dianggap menjadi utang Pemprov Sulsel ke Pemkab Lutim, Sultan Rakib, menjelaskan itu sebenarnya belum bisa dikategorikan utang.

“Water Levy untuk tahun 2022 soal administrasi saja. Bantuan Keuangan Provinsi yang tidak wajib saja dikasi, apalagi yang wajib. Karena belum berakhir tahun 2022, maka belum bisa dianggap utang. Ini tahun kan masih berjalan, kecuali sudah menyeberang tahun, masuk di laporan keuangan dan diaudit BPK, baru bisa dinyatakan utang,” jelas Sultan.

Atas hal ini, lanjut Sultan, bahwa pihak pemprov dalam hal ini Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulsel sementara memproses administrasi untuk keperluan pembayaran tersebut.

“Ini soal waktu saja ya, Intinya setiap tahun memang pemprov selalu kurang dalam  penyaluran bagi hasil, namun diakhir tahun dan diawal tahun berikutnya pemprov selalu melunasi,” ujar Sultan. (hms)