Logo

Dunia Sibuk dengan Geopolitik, Lupa Mengatasi Kelangkaan Air

KELANGKAAN air menjadi normal baru dan memperlebar tingkat ketimpangan di sejumlah negara. Permasalahan dunia saat ini adalah terlalu sibuk mengurusi isu geopolitik dibandingkan kelangkaan air. 

Hal itu dikatakan Ketua DPR Puan Maharani di sela-sela pertemuan parlemen di World Water Forum (WWF) ke-10 di Nusa Dua. Puan mengungkapkan isu geopolitik bisa dilihat dari banyaknya konflik dan peperangan di beberapa negara.

Hal itu berdampak terhadap isu tentang air. Padahal permasalahan air seharusnya mendapatkan perhatian lebih banyak.

Menurut laporan PBB, krisis air global menjadi tantangan yang tidak bisa diremehkan. Pada 2022 setengah populasi dunia mengalami kelangkaan air nan parah.

Tercatat 2,2 miliar orang hidup tanpa akses air bersih. Kemudian 3,5 miliar orang kekurangan jangkauan terhadap sanitasi.

Akibatnya poin keenam dalam Sustainable Development Goals SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) yang disusun PBB tidak berada dalam trek yang benar. Poin keenam itu berisi menjamin ketersediaan dan pelaksanaan air serta sanitasi untuk seluruh masyarakat secara berkelanjutan.

Dalam pembukaan WWF di Bali kemarin, Presiden Jokowi juga memaparkan sejumlah krisis air yang mengancam dunia. Presiden menggarisbawahi tanpa air tidak akan ada perdamaian, kehidupan, dan makanan.

Hal ini dilatarbelakangi prediksi pada 2050, sebanyak 500 juta petani kecil, tanamannya akan mengalami kekeringan. Padahal mereka menyumbang 80 persen pangan dunia.

Loic Fauchon, Presiden Dewan Air Dunia, menegaskan air harus menjadi isu politik di seluruh dunia. Apalagi air merupakan benda paling berharga planet bumi.

Loic mengingatkan kembali delegasi dari setiap negara bisa menyebarkan pesan ke setiap orang. Pesan itu adalah kita tidak bisa hanya menjadi pejuang air, tetapi harus menjadi pendekar. 

Namun, terpenting dalam WWF ini adalah komitmen setiap pemerintah dan delegasi untuk meningkatkan pendanaan pengadaan air bersih. Ini supaya persoalan kelangkaan air bisa diatasi. 

WWF 2024 pun diharapkan dapat menjadi tempat perumusan aksi nyata pengelolaan air. Tentu, pengelolaan yang inklusif dan berkelanjutan.

Penulis: Syariful Alam