Logo

INFO PLUZ: Analisa Berita Nasional, Jumat 4 April 2025

Analisa Berita Nasional, Jum'at 4 April 2025

Pembaca, edisi hari ini berupa review peristiwa menonjol pada bulan Maret 2025, yakni kontroversi UU TNI dan penurunan daya beli rakyat, yang masih akan bergaung dalam bulan ini.

Penolakan UU TNI Berlanjut di Gelanggang MK

Meskipun selama berhari-hari terjadi demonstrasi penolakan terhadap pengesahan revisi UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI yang berlangsung di berbagai kota, DPR dan pemerintah bergeming. Pada Kamis, 20 Maret 2025, DPR sepakat mengesahkan revisi itu menjadi UU, sementara di luar gedung DPR Senayan, Jakarta, berlangsung demo penolakan.

Penolakan dari kalangan kampus dan kelompok pegiat hak sipil lainnya, terutama sekali terfokus pada substansi atau isi revisi UU, dan prosedur/proses pembuatan UU-nya. Substansi yang dipermasalahkan adalah perluasan peran militer aktif dalam ranah sipil, yang dikhawatirkan akan mengulang dominasi militer dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara, yang represif, alias mengulang kembali zaman Orde Baru. Di sisi lain, mereka melihat tren militer semakin masuk ke ranah sipil akan menyebabkan penurunan kadar profesionalisme TNI, yang seharusnya justru harus semakin ditingkatkan mengingat tantangan militer ke depan semakin canggih.

Perluasan peran militer tersebut diakomodasi dalam Pasal 47, yakni penambahan kementerian/lembaga yang bisa diisi TNI aktif dari yang semula 10 menjadi 14. Selain itu, pada Pasal 7 ayat 2 (b) ditetapkan peran personel TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP) yang mencakup 16 bidang kegiatan, antara lain mengatasi pemberontakan bersenjata; mengatasi aksi terorisme; dan membantu tugas pemerintahan di daerah.

Pada peran "membantu tugas pemerintahan di daerah", ini menimbulkan kecurigaan mengingat tidak ada batasan tegas pada aspek apa "tugas pemerintahan" tersebut. Memang pada butir berikutnya di pasal itu ditetapkan bahwa peran atau tugas tersebut akan diatur dalam peraturan turunannya, bisa berupa peraturan pemerintah maupun instruksi presiden. Dengan demikian, Pasal 7 ayat 2 (b) merupakan "cek kosong" yang bisa diisi semaunya pemerintah.

Tanpa adanya peraturan turunannya pun TNI AD sudah melangkah lebih jauh dengan menjalin kerja sama dengan Pemprov Jawa Barat, yang diteken pada 14 Maret lalu, oleh Kepala Staf TNI AD Jenderal Maruli Simanjuntak dan Gubernur Dedi Mulyadi. Kerja sama itu mencakup 9 ruang lingkup, antara lain penyelenggaraan jalan, jembatan, dan irigasi. Untuk kegiatan tersebut, pembiayaan diambil dari APBD Pemprov Jabar. Dari jalinan kerja sama dalam lingkup penyelenggaraan jalan, jembatan, dan irigasi, tergambar bahwa TNI AD tak ubahnya kontraktor bangunan rekanan Pemprov Jabar.

Bahkan, segera setelah DPR mengetuk palu untuk disahkannya UU TNI, langkah yang telah terjadi adalah masuknya TNI ke dalam kampus. Penandatangan Naskah Kerjasama telah dilakukan TNI dan Universitas Udayana Denpasar dengan membuka kegiatan-kegiatan bersama. Di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, elemen militer mengadakan semacam seminar untuk menyosialisasikan keberadaan UU TNI. Di Papua, meski tidak masuk secara langsung ke kampus, tetapi permintaan data anak-anak muda Papua yang sedang menempuh pendidikan tinggi di berbagai tempat, juga bisa ditafsirkan sebagai upaya memantau gerakan mahasiswa.
Tampaknya, gerakan ini akan berlanjut ke kampus-kampus lain dengan dalih sosialisasi atau permintaan data demi menjalankan fungsi keamanan nasional, tetapi sekaligus upaya untuk meredam gerakan mahasiswa dari dalam kampus.

Di sisi lain, gerakan penolakan terhadap UU TNI itu berlanjut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sehari setelah revisi UU tersebut disahkan DPR, 9 mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) mengajukan uji materiil UU TNI ke MK. Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, akan mengajukan hal serupa ke MK. Salah satu dalil yang dimohonkan para mahasiswa itu adalah UU tersebut disahkan melalui prosedur yang tidak sesuai dengan kaidah pembuatan UU, antara lain dibuat secepat kilat, dan tanpa melibatkan partisipasi publik.

Memang revisi UU itu dibikin bak "paket super kilat". Wakil Ketua DPR, Adies Kadir, pada 18 Februari 2025, mengumumkan telah menerima surat presiden yang berisi penunjukan wakil dari pemerintah untuk dimulainya pembahasan revisi UU TNI. Padahal, revisi UU TNI tidak masuk agenda program legislasi nasional prioritas 2025 yang sudah dibuat DPR. Artinya, pemerintah begitu ngebet revisi UU itu beres dalam waktu singkat, dan DPR pun manut saja. Tak heran, rapat Komisi I DPR dengan pemerintah sampai harus digelar di sebuah hotel mewah di Jakarta, di hari libur pula.

Berbeda pandangan dengan kalangan sipil, pihak TNI justru menilai bahwa UU TNI hasil revisi itu bukan perluasan, tapi pembatasan bagi personel aktif dalam ranah sipil. Kapuspen TNI, Brigjen Kristomei Sianturi menyebut, personel TNI aktif yang mengisi jabatan sipil di luar 14 kementerian/lembaga (K/L) harus mengundurkan diri atau pensiun dari TNI. Artinya, prajurit aktif tidak boleh mengisi jabatan di luar 14 K/L itu. Ia memberi contoh, Mayjen Novi Helmy Prasetya yang menduduki kursi Direktur Utama Bulog, harus pensiun dari TNI jika ingin terus sebagai Dirut Bulog.

Dalam pemaparan tersebut, tergambar perbedaan yang kontras antara kalangan pegiat sipil dengan TNI dalam memahami UU TNI. Trauma yang ditimbulkan dari militerisme era Orba masih melekat dalam ingatan banyak orang, ditambah Presiden Prabowo Subianto, juga merupakan salah satu aktor penting dari masa lalu tersebut, membuat kalangan sipil tidak mempercayai “pembatasan” yang dipahami oleh TNI. Maka, sidang-sidang di MK akan mendapat perhatian kedua pihak. Mengingat masalah “TNI di ranah sipil” merupakan hal sangat mendasar bagi warga sipil dan militer, maka apa pun putusan MK nanti, tidak akan membuat masalah ini selesai begitu saja. **

Daya Beli Melemah, Lebaran Pun Muram

Perjalanan mudik tahun ini relatif lancar, bahkan sangat lancar untuk tujuan Jawa Timur. Hingga saat ini, Kemenhub tengah melakukan konsolidasi data jumlah pemudik Lebaran 2025. Namun, Ketua Institut Studi Transportasi (Instran), Darmaningtyas, melihat penurunan jumlah pemudik tahun ini. Data PT Jasa Marga dari Pintu Tol Ciawi 1, Cikampek Utama 1, Kalihurip Utama 1 (Jawa Barat), dan Cikupa pada H-5 sampai H-1 menunjukkan penurunan dibanding 2024. Pada musim mudik 2024 ada 1.045.330 unit kendaraan, tahun ini tercatat 1.004.348 kendaraan, turun 40.982 kendaraan.

Penurunan jumlah pemudik maupun pelancong juga dirasakan industri perhotelan. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani mengungkapkan, penurunan okupansi hotel kisarannya mencapai 20% dibandingkan tahun lalu. Kondisi ini terjadi di beberapa daerah tujuan wisata, seperti Yogyakarta, Bali, dan Solo. Menurut Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, tingkat hunian hotel di wilayahnya turun sekitar 20% dibanding 2024. Pada libur Lebaran 2024, okupansi hotel di Yogya mencapai 85-90% dengan lama tinggal 5-6 hari. Tapi dari 1-2 April 2025, okupansi rata-rata di angka 60%, sementara reservasi 3-5 April tercatat 50%.

Baik Hariyadi maupun Deddy menunjuk daya beli sebagai faktor rendahnya belanja hotel. Itu, kata Hariyadi, terlihat dari masa hunian hotel pada lebaran tahun ini lebih singkat bila dibandingkan tahun lalu. Rata-rata waktu tinggal hanya sampai H-2 lebaran atau lebih pendek, dan tidak menghabiskan waktu hingga libur selesai pada 7 April 2025.

Soal pelemahan daya beli rakyat, juga yang dilihat Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W Kamdani. Memang ada diskon tiket pesawat dari pemerintah dan diskon dari ritel menjelang lebaran, tetapi masih belum mampu mengungkit kenaikan seperti tahun-tahun sebelumnya. Meski demikian, Shinta melihat perputaran uang masih ada di momentum lebaran kali ini. Begitu juga dengan sektor transportasi, makanan dan minuman, serta restoran yang masih mencatatkan pertumbuhan bila dibandingkan hari biasanya.

Sebenarnya, situasi muram sudah terlihat sejak sebelum Ramadan tiba. Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia mengungkapkan data konsumsi rumah tangga yang menunjukkan anomali menjelang Lebaran 2025. Anomali itu tertangkap dari deflasi Februari 2025, baik secara tahunan (-0,09%), bulanan (-0,48%), maupun year to date (-1,24%). Secara agregat, inflasi inti masih cukup baik 0,25% (mtm) dan 2,48% (yoy).

Meskipun dipicu diskon tarif listrik 50%, deflasi juga dipicu kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil -0,12% (mtm). Padahal tahun-tahun sebelumnya, kelompok ini selalu menyumbang inflasi. BPS juga mencatat impor barang konsumsi pada Februari 2025 menyentuh USD 1,47 miliar, turun 10,61% dibandingkan Januari 2025 yang mencapai USD 1,64 miliar. Dibanding Februari 2024, impor barang konsumsi jatuh lebih dalam, sebesar -21,05%.

S&P Global melaporkan Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan Maret 2025, masih berada di level ekspansif sebesar 52,4 poin. Namun ini turun dibandingkan dengan PMI bulan Februari yang sebesar 53,6. Berdasarkan laporan perusahaan industri pada Kemenperin, penjualan produk manufaktur terutama untuk produk Industri Makanan, Minuman serta Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), mengalami penurunan penjualan menjelang lebaran. Padahal, biasanya pada momen lebaran terjadi lonjakan permintaan dan diikuti kenaikan PMI.

Jika dirunut lebih jauh lagi, indikator-indikator pelemahan daya beli masyarakat, terutama kelas menengah, akan semakin panjang. Termasuk tingkat tabungan kelompok bawah terus dalam tren melemah dan merupakan yang terendah saat ini, yakni pada level 79,4 (Februari 2025). Angka ini lebih rendah dibandingkan Februari 2024 di level 82,4. Juga, tingkat tabungan kelompok menengah melandai dan merupakan yang terendah sejak Maret 2024. Dengan semakin terdepresiasinya indeks tabungan kelompok bawah, artinya semakin banyak masyarakat yang makan tabungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Lebaran kali ini memang agak muram. Itu tak terlepas dari kondisi perekonomian Indonesia yang memang suram. Kelesuan terlihat dari data APBN pada dua bulan pertama 2025, khususnya penerimaan negara dari pajak. Pajak Penghasilan (PPh) 21, yang menjadi kewajiban karyawan atas upah, tercatat Rp 26,3 triliun pada Januari-Februari. Turun 39,5% dibandingkan 2 bulan pertama 2024. Lalu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada Januari-Februari terkumpul Rp 102,5 triliun. Berkurang 9.5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Jadi kalau dua pos pajak itu turun, artinya terjadi perlambatan ekonomi. Masa suram itu tak akan berhenti dalam waktu dekat. Apalagi setelah Presiden AS Donald Trump menerapkan kebijakan tarif resiprokal terhadap Indonesia, yang berpotensi menyebabkan pendapatan Indonesia dari ekspor ke AS turun. **

TRENDING MEDSOS
Nama "Trump" dan Amerika trending di X, setelah warganet ramai membicarakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang menetapkan tarif baru sebesar 10% kepada hampir semua barang impor yang masuk ke AS. Trump juga memberlakukan tarif resiprokal atau tarif timbal balik terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia sebesar 32% yang diberlakukan mulai Rabu, 9 April 2025. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyatakan, kebijakan tarif resiprokal AS ke Indonesia sebesar 32% bisa memicu resesi ekonomi pada kuartal IV 2025.

EFR55

Simak berita dan artikel lainnya di: Google News infosulawesi.com

WA12
Ikuti info terbaru di: WhatsApp Channel Infosulawesi