INFOSULAWESI.com, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa biaya pengobatan kasus keracunan Ciki Ngebul ditanggung oleh asuransi masing-masing pasien. Itu artinya, pasien yang alami keracunan makanan hingga dirujuk ke Rumah Sakit biayanya tidak ditanggung pemerintah.
"Saat ini itu kan kejadiannya baru sporadis (tidak tentu) masih di beberapa tempat yang tersebar. Lalu terkait pembiayaan mengikuti pola seperti biasa, menggunakan asuransi, BPJS atau menggunakan metode yang lain," ujar Direktur Penyehatan Lingkungan, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan Anas Ma’ruf, Kamis (12/1/2023).
Menurut Anas, pihaknya kini hanya meningkatkan kewaspadaan serta melakukan edukasi. Baik itu mengedukasi masyarakat terutama orang tua maupun edukasi kepada para pelaku usaha.
Terkait penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB), menurutnya, pihaknya harus melihat besaran dari persoalan kasus. Sepert yang dikatakan sebelumnya, saat ini jumlah kasus masih ada di beberapa wilayah dan tidak merata.
Ia juga mengatakan, penetapan status KLB dilakukan oleh pemerintah daerah (Pemda) yang kasusnya tinggi. "Sesuai dengan aturan yang ada, penetapan KLB dilakukan oleh pemerintah daerah, segala sesuatunya mengikuti ketentuan yang berlaku," ucap dr Anas.
Sebelumnya, Dinas Kesehatan Jawa Barat (Dinkes Jabar) menyatakan kasus keracunan makanan akibat nitrogen cair sebagai KLB. Hal itu karena di Jawa Barat sendiri, kasus keracunan akibat Ciki Ngebul paling banyak yakni 23 kasus.
Dimana sebanyak 7 orang anak mengalami gejala sedangkan 16 kasus lainnya tidak bergejala.
"Di Jawa Barat akhir-akhir ini terdapat kejadian luar biasa (KLB) mengenai keracunan makanan (kermak) pada beberapa anak sekolah," kata Plt. Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Nina Susana dalam keterangan tertulis, yang dikutip Infosulawesi, Kamis (12/1/2023).