INFOSULAWESI.com, MAKASSAR -- Dalam rangka mensukseskan program “One Village One Brand” di tahun 2023 sebagai tahun merek yang dicanangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenkumham Sulawesi Selatan (Sulsel) melalui Kepala Bidang Pelayanan Hukum Mohammad Yani hadir sebagai narasumber dalam acara Talkshow Paraikatte yang ditayangkan secara langsung di TVRI Sulsel pada Rabu (08/02).
Dalam talkshow ini, Yani menjelaskan One Village One Brand merupakan program yang dapat mengangkat potensi-potensi daerah sehingga dapat memberikan manfaat bagi daerah berkembang dalam menciptakan daya saing produk mereka melalui peningkatan nilai tambah dari produk unggulan lokal.
Untuk dapat mensukseskan program ini, Yani beserta jajarannya melakukan pendekatan dengan pemerintah daeah (pemda) setempat yang wilayahnya memiliki Mal Pelayaan Publik (MPP). Namun jika tidak ada MPP didaeahnya bisa melalui Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) setempat.
“MPP itu ada di tiap-tiap kabupaten. Kami coba masuk lewat instansi itu dengan membuat satu agen tiap MPP itu untuk menambah wawasan terkait Kekayaan Intelektual (KI) ke masyrakat setempat.” kata Yani.
Dari program itu, Yani berharap 1 desa/1 kecamatan dapat menciptakan merek yang nantinya bisa diambil sebagai percontohan 1 merek yang ada di kabupaten di Sulsel untuk masuk ke program One Village One Brand.
“Kedepannya pasti akan mengangkat nilai perekonomian di suatu daerah. Jika merek itu terdaftar dan terkenal sampai keluar, maka secara tidak langsung daerah asalnya termasuk pemerintahan daerahnya bisa ikut terkenal juga. Begitu terkenal, daerahnya bisa menjadi ingatan bagi banyak orang.” terang Yani.
Hingga saat ini, Yani paparkan sudah ada kurang lebih 15 merek yang terdaftar. Dominasi merek ini berasal dari pelaku usaha kafe, warkop, dan outlet baju di kota Makassar.
Narasumber lainnya, Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (UNHAS) sekaligus Pengamat Hukum Amaliyah mengatakan guna mensukseskan program One Village One Brand, pihaknya sejak jauh-jauh hari telah mengadakan penyuluhan pendampingan pendaftaran merek pada Juli 2022 lalu dengan menghadirkan narasumber dari Kanwil Kemenkumham Sulsel, Johan Komala Siswoyo.
Penyuluhan ini diberikan kepada lebih dari 50 Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Sulawesi Selatan.
“Ketika kami melakukan penyuluhan, kami melakukan pretest untuk mengetahui sejauh mana pemahaman para pelaku UMKM terhadap merek. Setelah itu kami melakukan diskusi dan tanya-jawab. Dari situ bisa ketahuan bahwa ternyata memang pemahaman dan pengetahuan hukum terkait merek masih minim.” papar Amaliyah.
Lanjut Amaliyah, ada juga pelaku UMKM yang khawatir akan biaya yang harus dikelauarkan karena mereka anggap itu adalah biaya pajak. Amaliyah menjelaskan bahwa pembayaran pajak dikenakan jika suatu usaha tersebut mendapat keuntungan diatas 500 Juta Rupiah. “Harus dilihat dulu keuntungannya dalam melakukan usahanya.” jelas Amaliyah.
Untuk menumbuhkan kesadaran merek tersebut, Amaliyah telah jelaskan bahwa merek yang akan dipakai harus didaftarkan untuk mendapatkan perlindungan hukum.
“Ada tata caranya. Ada juga pengumpulan berkas-berkasnya.” ujar Amaliyah.
Disamping itu, pihaknya juga membuat grup WhatsApp sebagai bentuk output dari giat penyuluhan itu untuk mengetahui kendala mereka dalam pendaftaran merek. “Kalau mau pendampingan, kami siap bantu. Bahkan kami siap mendatangi pelaku usahanya secara langsung.” terang Amaliyah.
Amaliyah juga memastikan bahwa merek yang digunakan oleh masyarakat dan pelaku usaha tidak bertenangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, moral, peraturan perudnang-undangan, dan tidak memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar.
Hal ini sejalan dengan ketentuan pada Undang-Undang (UU) No 20/2016 tentang merk dan indikasi geografis. (*)