INFOSULAWESI.com, JAKARTA -- Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, sistem pemilu proporsional terbuka dan sistem pemilu proporsional tertutup masing-masing memiliki potensi pelanggaran.
"Alih-alih memperdebatkan sistem pemilu, Perludem mengajak seluruh pihak untuk fokus menjalankan tahapan pemilu yang sudah berjalan," kata Titi dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Minggu (19/2/2023).
Titi menjelaskan terdapat potensi pelanggaran yang mungkin terjadi apabila pemilu menjalani sistem proporsional terbuka ataupun sistem proporsional tertutup. Dalam sistem proporsional tertutup terdapat potensi pelanggaran berupa suap menyuap di internal partai politik sebab peluang keterpilihan bergantung pada nomor urut.
"Karena keterpilihan bergantung pada nomor urut maka caleg akan punya kecenderungan untuk mendapatkan nomor urut kecil atau nomor urut atas. Di sana berpotensi terdapat suap menyuap di internal partai," jelas Titi.
Titi mengatakan, saat ini tahapan penyelenggaraan pemilu yang menggunakan sistem proporsional terbuka sudah dimulai dan telah berjalan.
"Meskipun kemungkinan sistem pemilu dapat diganti, hal terpenting adalah mengambil keputusan yang bijak, yakni melanjutkan penyelenggaraan sistem pemilu yang sudah dimulai saat ini," imbuhnya.
Titi mengungkapkan, meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) dapat memutuskan sistem pemilu mana yang konstitusional, hal tersebut akan membawa banyak beban kerja kepada penyelenggara pemilu karena tahapan pemilu sudah dimulai.
"Kita dorong MK di dalam keputusannya membentuk rambu-rambu yang perlu dipegang oleh teman untuk undang-undang dalam menentukan sistem pemilu. Di saat yang sama, mari semua pihak berkonsentrasi melaksanakan tahapan pemilu sesuai yang sudah dilaksanakan pada undang-undang," jelas Titi.
Sebelumnya, sistem pemilu proporsional terbuka digugat di MK oleh sejumlah pemohon. Salah satunya adalah pengurus PDI Perjuangan Demas Brian Wicaksono.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto juga menegaskan partainya tetap konsisten memperjuangkan penerapan sistem pemilu proporsional tertutup.
Hasto menjelaskan, sistem pemilu proporsional tertutup bisa membawa dampak baik karena anggota dewan yang terpilih akan berdasar pada kualitas, sementara sistem proporsional terbuka berpotensi menimbulkan kemungkinan anggota dewan terpilih berdasarkan popularitas dan nepotisme.
Menanggapi usulan PDI Perjuangan, delapan partai politik di parlemen tegas menolak Pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup. Partai Golkar, Partai NasDem, PKB, Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan Partai Gerindra sepakat menyatakan penolakan dalam sebuah forum yang digelar di Jakarta Selatan, Minggu (8/1/2023).