Logo

Analisis Pakar Terkait Gesture Foto Ketua KPK dan SYL Dilapangan Tenis yang Viral

Emrus Sihombing menganalisis gesture Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, dan Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) di foto, Senin, 9 Oktober 2023.

JAKARTA -- Emrus Sihombing, pakar komunikasi dari Universitas Pelita Harapan (UPH), menganalisis gesture Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, dan Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), dalam foto yang viral di media sosial. Foto ini muncul di tengah-tengah KPK sedang menyelidiki kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian serta laporan polisi tentang dugaan pemerasan oleh Firli terhadap SYL.

"Melalui foto yang sudah beredar, terlihat bahwa gesture Firli menunjukkan ketidaknyamanan, rasa percaya diri, dan tegas. Hal ini terlihat dari satu kaki Firli yang diangkat di atas dengkul," kata Emrus setelah mengikuti diskusi bertajuk "Mengawal Agenda Antikorupsi Bersama KPK" di Aryaduta Hotel, Semanggi, Jakarta, pada Senin (9/10/2023).

Emrus mengklarifikasi bahwa gesture SYL, sebaliknya, tampak sebagai upaya memohon sesuatu. Gestur dan komunikasi keduanya pasti bukan tanpa alasan.

"Gesture SYL terlihat seperti sedang memohon sesuatu," tambah Emrus.

Dalam foto yang beredar, Ketua KPK Firli Bahuri terlihat mengenakan pakaian olahraga dan duduk bersebelahan dengan SYL, yang mengenakan kemeja dan celana jeans, di sebuah bangku panjang. Momen ini diduga terjadi pada Desember 2022 di sebuah GOR bulutangkis di Mangga Besar, Jakarta.

Emrus menjelaskan bahwa pertemuan keduanya berlangsung di ruang publik yang bisa dilihat oleh semua orang yang hadir di GOR tersebut. Jika ada niat jahat seperti pemerasan, pertemuan semacam itu seharusnya diatur di tempat tertutup atau pribadi.

"Dan itu terjadi di ruang publik, kecuali memang foto itu ada di ruang privat, lalu di foto itu juga banyak orang artinya ada orang lain, tidak hanya mereka berdua. Artinya, kalau foto itu lalu menjadi bukti materiil di persidangan yang akan dipakai untuk indikasi pemerasan oleh pimpinan KPK, menurut saya tidak akan cukup kuat sebagai bukti," jelas Emrus.

Lebih lanjut, Emrus mengatakan bahwa dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK merupakan indikasi kuat bahwa koruptor melawan proses hukum korupsi yang sedang diselidiki. Emrus berharap bahwa publik dan pimpinan KPK akan terus memantau agenda pemberantasan korupsi, terutama dalam tahun politik ini.

“Padahal kita sadar bahwa korupsi termasuk extraordinary crime atau kejahatan yang sangat luar biasa. Saya tidak katakan bahwa pemerasan itu adalah suatu hal yang baik. Tapi tidak pada kategori yang extraordinary crime. Itu sebabnya, alangkah baiknya menurut saya idealnya penanganan tindak pidana korupsi ini harus diprioritaskan," pungkas Emrus.

Diketahui bahwa KPK sedang menyelidiki kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian. Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo alias SYL dikabarkan turut terseret penyidikan KPK tersebut. Namun demikian, belum ada pengumuman resmi dari KPK soal siapa saja pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi Kementan.

KPK menjalankan penyelidikan atas dugaan pemerasan, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kementan berdasarkan bukti permulaan yang memadai.

Meski begitu, KPK terus mencari bukti-bukti tambahan melalui penggeledahan dan pemeriksaan saksi. Bukti-bukti yang ditemukan akan dipelajari lebih lanjut oleh KPK.

Di sisi lain, Polda Metro Jaya telah menaikkan status kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK terhadap mantan Mentan SYL ke tahap penyidikan. Penetapan ini terjadi setelah Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan gelar perkara pada Jumat (6/10/2023).

Dengan naiknya status kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK ke tingkat penyidikan, pihak kepolisian berusaha mengumpulkan barang bukti. Polda Metro Jaya juga akan memanggil saksi lain untuk menentukan tersangka.

"Setelah gelar perkara merekomendasikan bahwa penyelidikan harus naik menjadi penyidikan, selanjutnya akan dikeluarkan surat penyidikan untuk melaksanakan serangkaian tindakan guna mengumpulkan bukti. Dengan bukti tersebut, diharapkan dapat menerangkan tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya," ujar Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada media pada Sabtu (7/10/2023).

Ade menambahkan bahwa pengembangan kasus ini didasarkan pada Pasal 12 e atau Pasal 12 B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bersama dengan Pasal 65 KUHP.

Cek berita dan artikel yang lain infosulawesi.com di Google News