DALAM beberapa waktu terakhir, isu kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sebuah kampus negeri di Jawa Barat menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Berawal dari sejumlah mahasiswa di kampus tersebut yang tidak sanggup membayar biaya UKT, kemudian terlibat pinjaman online (pinjol).
Anehnya, perusahaan fintech itu ternyata sudah bekerja sama dengan pihak kampus sejak 2023. Diketahui perusahaan fintech yang bernama Danacipta ini menawarkan biaya kuliah bagi mahasiswa yang rata-rata mengalami kesulitan membayar UKT.
Perusahaan yang berfokus pada pembiayaan pendidikan sejak 2018 ini bahkan sudah menjalin dengan 148 mitra pendidikan dan melayani lebih dari 26 ribu pengguna. Fakta ini sepertinya telah membuka mata kita bahwa selama ini banyak lembaga pendidikan yang menyediakan opsi cicilan biaya pendidikan.
Kasus ini tidak saja membuat mahasiswa atau calon mahasiswa, bahkan para orang tua seolah dihadapkan pada tantangan serius mengenai beban finansial yang makin rumit. Ini sebuah ironi, ketika pendidikan seharusnya merupakan hak setiap warga negara, ternyata biayanya tidak murah.
Biaya UKT bagi mahasiswa di perguruan tinggi, apalagi PTN, masih dirasa mahal bagi sebagian kalangan. Meski demikian, biaya UKT tak seharusnya disiasati dengan pembayaran cicilan bunga tinggi, terlebih melibatkan perusahaan pinjol.
Wajar jika pengamat kebijakan pendidikan Cecep Darmawan menilai program pinjol untuk biaya kuliah harus dikaji ulang, bahkan dihentikan. Sebab program tersebut hanya akan mendatangkan persoalan baru bagi mahasiswa.
Maka peran pemerintah diharapkan dapat memberi perhatian lebih serius terhadap dunia pendidikan di Indonesia, terutama pendidikan tinggi. Dan, sebetulnya perguruan tinggi dapat mencari pembiayaan dari sumber-sumber lain, misal dari ikatan alumni atau melalui corporate social responsibility (CSR) perusahaan mitra.