SAMPAH merupakan permasalahan besar di hampir semua wilayah, baik dalam skala lokal hingga global. Terutama sampah plastik dalam bentuk kemasan makanan/minuman, atau pakaian, mainan hingga kemasan elektronik. Seperti diketahui secara umum, sampah kemasan itu sebenarnya berasal dari produsen, sehingga produsen-lah yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kemasan pasca pembelian produknya. Sebagaimana juga yang termaktub dalam peraturan pemerintah tentang peran produsen dalam menjaga lingkungan.
Hingga kini penanganan sampah, terutama yang daur ulang masih berbentuk partisipasi masyarakat dalam mengumpulkan sampah dan menyerahkan di tempat-tempat penampungan atau dijual dalam ke bank-bank sampah dengan nilai yang sangat kecil. Beberapa perusahaan besar juga berpatisipasi dalam bentuk gerakan-gerakan ramah lingkungan seperti bersih pantai, ataupun pemberian goody bag berisi tumbler dan pipet yang non plastik contohnya. Beberapa inovator muda juga ada yang menggunakan sampah yang bisa didaur ulang untuk menciptakan kreasi-kreasi dengan nilai jual yang lebih tinggi.
Meskipun demikian persentase dari semua kegiatan daur ulang tersebut sebenarnya masih belum banyak bisa mengurangi sampah terutama sampah kemasan secara signifikan. Belum lagi karakter manusia sebagian besar tidak punya kepedulian terhadap kemasan bekasnya, sehingga mereka dengan ringan tangannya membuang kemasan yang masih berguna untuk didaur ulang tersebut. Hal ini antara lain disebabkan tidak ada semacam keuntungan tersendiri bagi konsumen jika menyimpan kemasan apalagi memisahkan jenis sampah, kecuali hanya sebagian kecil yang peduli.
Jadi pada dasarnya, harus ada kepedulian langsung dari pihak produsen terhadap kemasan bekas produknya sendiri. Untuk itu kami menawarkan satu gagasan tentang bagaimana produsen harus punya willing untuk bisa menarik kembali kemasan bekasnya dari konsumen dengan cara yang menguntungkan kedua belah pihak, baik pihak produsen maupun konsumen. Gagasan ini kami sebut dengan istilah “GERAKAN TUKAR KEMASAN BEKAS DENGAN KEMASAN BARU” atau bisa disingkat dengan “GETUK KEMBAR”, dimana teknisnya bisa seperti berikut ini:
Konsumen yang berhasil menyimpan kemasan bekasnya secara rapi hingga terkumpul dalam jumlah tertentu, nantinya dapat menukar sejumlah kemasan bekas tersebut dengan satu kemasan yang baru; maka dalam hal ini harus difasilitasi langsung oleh produsen melalui outlet-outlet yang mudah diakses oleh konsumen. Contoh, produsen mie instan merek X, mensyaratkan pengumpulan 20 kemasan bekas mie instan produknya dengan 1 kemasan mie instan yang baru. Bahkan, jika perlu pihak produsen juga menambahkan syarat pengumpulan kemasan itu beserta dengan sobekannya pula, sehingga jika kemasan yang dikumpul itu tidak utuh, harus diganti dengan penambahan kemasan lagi; dimana jika kemasan bekas mie instan itu harus terkumpul sebanyak 20 kemasan utuh, maka bagi yang tidak utuh konsekuensinya mesti terkumpul menjadi 21 kemasan.
Contoh lain yaitu berupa kemasan saset, seperti saset shampo, saset bumbu, dan lain-lain juga berlaku demikian. Apalagi kemasan saset ini justru jarang dilirik oleh para pelaku pendaur ulang yang biasanya spesifik memilih bahan. Misalnya kemasan saset bekas sambal atau saus sebanyak 50 lembar bisa ditukar dengan 1 kemasan yang baru. Demikian juga dengan botol-botol minuman, jika terkumpul 10-15 botol minuman bisa ditukar dengan 1 botol minuman yang baru, atau 20 kotak minuman ditukar dengan 1 kotak minuman yang baru. Apalagi kemasan bekas deterjen, daripada produsen sibuk memberikan hadiah piring yang sudah memenuhi rak piring di rumah dan belum tentu dibutuhkan semua, lebih baik mengalihkan anggarannya ke pengadaan produk yang baru untuk ditukar dengan 10 atau lebih kemasan lama. Jumlah penukaran ini tentu bisa disesuaikan dengan kebijakan produsen yang bersangkutan berdasarkan neraca anggarannya, terutama untuk anggaran bagian CSR. Adapun penukaran kemasan ini bisa dibuka sepanjang waktu atau secara berkala oleh pihak produsen di tempat penjualan seperti toko-toko kelontong, mini market atau di mall.
Keuntungan yang diperoleh konsumen sangat besar tentunya. Selain mengedukasi konsumen untuk tidak membuang sampah sembarangan, juga menyenangkan konsumen karena serasa mendapat hadiah yang sesuai dengan kebutuhan hariannya. Sementara di pihak produsen, tanggung jawab terhadap lingkungan sudah bisa terpenuhi dengan cara yang lebih edukatif, apalagi dengan mekanisme yang demikian dapat merangsang konsumen untuk semakin bersemangat membeli lebih banyak produknya karena kemasan bekasnya jadi bernilai. Kemasan-kemasan bekas yang kembali ke produsen ini juga tentu bisa langsung disalurkan, tanpa bercampur dengan kemasan lain, ke usaha-usaha daur ulang secara lebih efektif dan efisien. So, it’s a really win-win solution…
Kami memastikan bahwa dengan adanya gagasan GETUK KEMBAR ini, maka sampah-sampah kemasan di lingkungan akan sangat berkurang secara signifikan, estimasinya lebih dari 60-70%, karena orang-orang akan berpikir ribuan kali untuk membuang kemasan bekasnya. Malah kami berobsesi akan ada juga kegiatan yang seru dan menyenangkan antar konsumen yakni semacam saling tukar-menukar atau barteran kemasan untuk bisa memenuhi jumlah penukaran di outlet-outlet penukaran. Selain itu, semakin banyak pula orang "mendadak mulung" mencari kemasan-kemasan bekas di berbagai tempat sebagai hobi sampingan.
Demikian tawaran gagasan GETUK KEMBAR ini, semoga bisa dipertimbangkan terutama oleh para produsen besar yang kemasannya sangat masif tersebar dimana-mana, mulai dari daratan hingga lautan. Terima kasih atas perhatiannya, semoga baik produsen maupun konsumen bisa saling bekerja sama untuk menciptakan lingkungan bumi yang lebih sehat dan lebih bersih.
Salam beling (bersih lingkungan)
Penulis: Aidah Ambo Ala Husain (Universitas Hasanuddin, Makassar)