JAKARTA -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan bahwa pihaknya menghentikan operasional 3.240 entitas keuangan ilegal dan tidak berizin hingga November 2024.
“Sampai November 2024, OJK telah menghentikan 3.240 entitas keuangan ilegal yang terdiri dari 2.930 entitas pinjaman online ilegal dan 310 penawaran investasi ilegal dengan menggunakan situs dan aplikasi yang berpotensi merugikan masyarakat,” ujar Mahendra Siregar dalam acara Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) di Jakarta, Selasa (17/12).
Ia mengatakan bahwa pihaknya juga meminta sejumlah pelaku jasa perbankan untuk memblokir hampir 10 ribu rekening yang terafiliasi dengan judi online serta berbagai rekening lainnya yang didapatkan melalui pendalaman terhadap rekening-rekening tersebut.
Selain itu, pihaknya membentuk Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) di pusat maupun daerah untuk meningkatkan literasi anti-aktivitas keuangan ilegal serta penanganan kasus dengan lebih cepat, bekerja sama dengan aparat penegang hukum, kementerian dan lembaga terkait, serta media massa.
OJK juga meluncurkan Indonesia Anti-Scam Center pada 22 November lalu untuk menangani penipuan atau scam serta fraud yang menggunakan rekening maupun produk perbankan agar dapat ditangani dengan lebih cepat.
“OJK melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan kualitas tata kelola dan penguatan integritas sektor jasa keuangan, dengan melakukan engagement (interaksi) dengan berbagai key stakeholders (pemangku kepentingan utama), terutama di industri,” kata Mahendra.
Ia menuturkan bahwa penguatan kualitas tata kelola dan integritas sektor jasa keuangan tersebut bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan cakupan layanan jasa keuangan di Indonesia bagi kelompok masyarakat yang tidak dapat terlayani perbankan (unbanked dan nonbankable).
“Sebagian besar dari upaya kami meningkatkan dari jasa keuangan Indonesia justru adalah untuk menembus kelompok yang memang belum memiliki pemahaman mengenai risiko maupun edukasi keuangan yang memadai, bahkan banyak dari mereka secara kategori sering dikelompokkan sebagai unbanked dan nonbankable,” ucapnya.
Mahendra menuturkan bahwa hal tersebut adalah upaya untuk memperkuat inklusi keuangan dan memberikan akses keuangan yang lebih luas sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Meskipun memiliki potensi untuk membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat, pihaknya menyadari bahwa industri jasa keuangan juga memiliki risiko penyalahgunaan, terutama dengan semakin maraknya layanan keuangan digital sehingga tindak penyalahgunaan dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja.
“Inilah realitas dari bagaimana kami mengembangkan sektor jasa keuangan di tengah-tengah target dan cita-cita yang begitu tinggi, namun dengan kompleksitas dan risiko yang juga semakin besar,” ujarnya.
Untuk mencegah dan mengurangi kerugian akibat penyalahgunaan tersebut, OJK pun melakukan pengaturan, pengawasan, dan perumusan kebijakan untuk menjaga kepatuhan para pelaku industri jasa keuangan, selain melakukan pendekatan, edukasi, dan diseminasi mengenai layanan jasa keuangan serta pelindungan konsumen kepada masyarakat.
“Tidak ada cara lain bagi kami kecuali memperbaiki dan meningkatkan terus langkah-langkah yang telah kami lakukan dan bekerjasama membangun sinergi dan kolaborasi erat dalam menjalankan apa yang telah diamanatkan kepada kami dalam hal ini,” imbuh Mahendra.