JAKARTA – Insiden yang menjerat Kapolres Kutai Kartanegara (Kukar), AKBP Dody Surya Putra, menuai sorotan tajam. Mantan perwira tinggi Polri, Irjen Pol (Purn) Drs. Frederik Kalalembang, menyampaikan keprihatinannya sekaligus menyerukan agar kasus ini dijadikan momentum introspeksi bagi seluruh insan Bhayangkara.
“Sebagai senior, saya merasa prihatin. Kejadian di Kukar harus kita jadikan pelajaran bersama. Jangan sampai ulah segelintir orang merusak citra besar yang sudah dibangun oleh para pendahulu kita. Inilah saatnya kita berubah, saatnya kita kembali pada jati diri sebagai pelayan masyarakat,” tutur Frederik, alumni Akpol 1988 yang kini duduk sebagai anggota legislatif di Senayan.
Ia menegaskan, seorang anggota Polri tidak hanya diukur dari pangkat dan jabatan, tetapi dari sikapnya terhadap orang lain. “Hormati siapa saja, masyarakat kecil, tokoh masyarakat, atau lembaga negara. Bila anggota Polri menghargai orang lain, Polri pun akan dihargai. Tetapi bila kita arogan, kepercayaan publik akan runtuh terhadap Polri,” ujarnya.
Frederik juga menekankan, seorang kapolres sejatinya adalah pemimpin di wilayah hukumnya. Karena itu, ia harus bisa menjaga ucapan, menahan emosi, dan memberi contoh yang baik bagi anggotanya. “Kapolres itu teladan pertama bagi anak buahnya. Jika pemimpinnya kasar, maka yang lain akan ikut kasar. Tapi bila pemimpinnya sabar dan humanis, seluruh anggota akan belajar meneladani sikap itu,” tegasnya.
Lebih jauh Frederik mengingatkan bahwa jabatan tidak selamanya melekat. “Jabatan itu ibarat singgah di sebuah kursi, ada saatnya kita duduk, dan ada saatnya kita harus bangkit kembali. Jangan pernah merasa kursi itu abadi. Saya yakin sebagai manusia biasa, Kapolres Kukar yang dicopot pasti memiliki penyesalan. Namun penyesalan itulah yang membuat kita lebih dewasa dalam bertutur kata dan bertindak. Jadikanlah setiap jabatan sebagai amanah yang disyukuri, agar langkah kita senantiasa terarah,” pesan Frederik.
Ia kemudian menyinggung pentingnya menjadikan setiap peristiwa sebagai bahan introspeksi. “Peristiwa di Solok menyadarkan kita semua untuk terus belajar, introspeksi, dan menjadi lebih dewasa. Saat itu, di Polres Solok Selatan, seorang perwira menembak rekannya sendiri hingga tewas. Tragedi memilukan itu menjadi pengingat bahwa tugas kita bukan sekadar menjalankan tanggung jawab, tetapi juga menjaga keharmonisan dan kepercayaan di lingkungan kerja. Demikian pula peristiwa di Kukar, hendaknya menjadi cambuk agar kita semua lebih berhati-hati dalam bertindak,” ungkapnya.
Ia menambahkan, ucapan seorang polisi bukan sekadar kata-kata biasa, melainkan membawa nama baik negara. Karena itu, tutur kata dan sikap santun adalah kewajiban moral. “Jangan sampai lisan yang tajam melukai kepercayaan. Ingatlah, Polri adalah pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. Sejatinya, kehalusan sikap dan kerendahan hati jauh lebih berwibawa daripada kekuasaan,” katanya.
Frederik menekankan, arah reformasi Polri saat ini sudah benar, namun bisa ternodai oleh tindakan arogan segelintir oknum. “Para pendahulu kita sudah bekerja keras membangun Polri yang lebih dekat dengan rakyat. Jangan hancurkan itu dengan perilaku yang tidak pantas. Marwah kepolisian hanya bisa terjaga jika kita rendah hati dan ikhlas melayani,” ujarnya.
Sebagai pengingat, kasus di Kukar ini bermula ketika anggota DPD RI asal Kalimantan Timur, Yulianus Henock Sumual, berusaha menengahi konflik agraria warga Jahab dengan sebuah perusahaan tambang. Namun, upaya itu justru dibalas dengan pesan WhatsApp bernada kasar dari AKBP Dody. Dalam percakapan itu, Henock mengaku mendapat ancaman, “Saya PAW kau, kau akan menangis.”
Ucapan tersebut dinilai melecehkan dan memicu polemik luas. Polda Kalimantan Timur pun dengan cepat menyampaikan permintaan maaf terbuka melalui Kabid Humas. Respons positif itu diapresiasi publik, sekaligus menunjukkan bahwa Polri bukanlah institusi yang tabu untuk dikritik, melainkan siap berbenah bila ada kesalahan.
Sebagai tindak lanjut, surat mutasi pun diterbitkan. AKBP Dody Surya Putra dicopot dari jabatannya dan dipindahkan ke Mabes Polri. Jabatan Kapolres Kukar kini diemban AKBP Khairul Basyar.
Frederik menilai langkah tegas itu sudah tepat dan patut dijadikan cambuk bagi seluruh jajaran Polri. “Kepada adik-adik saya yang masih aktif, jangan anggap remeh kritik. Jadikan ini introspeksi. Kita harus tetap rendah hati, profesional, dan selalu ingat bahwa tugas polisi adalah melayani, bukan berkuasa. Hormati siapa saja, karena itu cermin sejati seorang Bhayangkara,” pungkasnya.
Sebagai penutup, Frederik kembali mengingatkan hakikat kepolisian yang sejati. “Jadilah polisi yang melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Itulah jati diri kita. Kekuasaan akan sirna bersama waktu, tetapi nama baik dan kepercayaan rakyat akan abadi bila kita menjaga sikap dengan hati yang tulus,” tandasnya. (*)
Ikuti info terbaru di: WhatsApp Channel Infosulawesi