Logo

Bayi 3 Bulan Jadi Korban Gas Air Mata Brimob di Ranteballa

Suasana usai sejumlah warga Ranteballa memblokir jalan menuju perusahaan, dihalau aparat Brimob dengan menggunakan gas air mata. Warga masih berada di lokasi Jumat (24/10/2025) dini hari.

*Frederik Kalalembang: Ini Bukan Penegakan Hukum, Ini Pelanggaran Nurani!

LUWU — Suasana mencekam terjadi di Ranteballa, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Seorang bayi berusia tiga bulan menjadi korban gas air mata setelah aparat Brimob diduga menembak tanpa peringatan pada Jumat dini hari (24/10/2025). Tindakan itu terjadi di tengah aksi protes warga yang sudah berlangsung sejak Kamis sore, menuntut pembayaran lahan oleh perusahaan tambang PT Masmindo Dwi Area.

Aksi penutupan jalan oleh warga dimulai sejak Kamis (23/10/2025) sore. Mereka menutup akses utama menuju area tambang di pertingaan jalan arah Kandeapi, sebagai bentuk desakan agar perusahaan segera membayar tanah milik warga yang digunakan untuk operasional. Aksi sempat dibubarkan pada Kamis sore namun warga masih bertahan di lokasi hingga dini hari.

Sekitar pukul 03.30 Wita Jumat dini hari, sejumlah aparat Brimob yang bertugas di area perusahaan berusaha membubarkan massa. Saat itu, sebagian karyawan tambang diketahui bersiap masuk kerja sekitar pukul 04.00. Namun upaya pembubaran dilakukan dengan cara represif, yakni dua kali menembakkan gas air mata ke arah jalan yang masih dipenuhi warga.

Gas air mata tersebut ke arah pemukiman penduduk, pasalnya anggota Brimob memang berada di sekitar pemukiman warga. Di tengah kepanikan, seorang bayi berusia tiga bulan, anak dari Ibu Cintia, menjadi korban. Bayi yang masih menyusu itu mengalami sesak dan harus segera dilarikan ke Rumah Sakit Belopa.

WhatsApp_Image_2025-10-24_at_11.46.52_380b80c8

Seorang bayi usia 3 bulan yang terkena efek gas air mata dibawa ke rumah sakit untuk perawatan

“Anak saya tiba-tiba menangis keras, matanya merah, napasnya berat. Rumah kami penuh gas. Kami panik, tidak tahu harus lari ke mana,” tutur Cintia dengan mata berkaca-kaca.

Warga: Kami Menuntut Hak, Bukan Membuat Kerusuhan

Seorang warga bernama Bangsawan, yang juga melakukan protes di lokasi, mengecam keras tindakan aparat. Menurutnya, warga sama sekali tidak melakukan tindakan anarkis. Mereka hanya menuntut kejelasan pembayaran tanah yang digunakan PT Masmindo.

“Kami ini cuma menuntut hak kami. Tanah kami belum dibayar oleh Masmindo. Tidak ada keributan, tidak ada perlawanan. Tapi kami malah ditembaki gas air mata,” ujarnya.

Bangsawan menegaskan bahwa tindakan Brimob kali ini membuat warga trauma dan marah.

“Ibu-ibu panik, anak-anak menangis. Ini tindakan yang tidak manusiawi. Aparat tidak melihat tempat dan waktu, asal bertindak represif saja,” katanya dengan nada kesal.

“Kami cuma tutup jalan, itu pun karena tanah kami belum diganti rugi. Tapi yang datang bukan negosiasi, malah tembakan gas. Kami datang dengan suara, bukan senjata,” tambahnya.

Dua barang bukti berupa selongsong gas air mata ditemukan warga tak jauh dari lokasi kejadian. Saat ini barang bukti itu diamankan oleh warga di lokasi, sementara peluru gas air matanya sudah disingkirkan dan diamankan oleh aparat Brimob yang ada di lokasi.

WhatsApp_Image_2025-10-24_at_11.47.37_de6e4fd2

Barang bukti berupa selongsong gas air mata yang diamankan warga di lokasi.

“Kalau mereka mau tertibkan warga, tunggulah pagi. Jangan subuh-subuh tembak gas di tengah kampung,” tambahnya.

Frederik Kalalembang: Brimob Jangan Jadi Alat Perusahaan

Peristiwa ini pun sampai ketelinga anggota DPR RI Irjen Pol (Purn) Drs. Frederik Kalalembang setelah menerima informasi dan aduan warga via telepon. Frederik menyampaikan kecaman keras terhadap tindakan Brimob tersebut. Ia menilai penembakan gas air mata ke arah pemukiman pada waktu dini hari merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.

“Aparat Brimob seharusnya menjadi pelindung rakyat, bukan alat perusahaan tambang. Menembak gas air mata ke pemukiman warga pada waktu subuh adalah tindakan brutal yang mencederai nurani dan hukum,” tegas Frederik.

“Negara hadir untuk melindungi rakyat, bukan menakut-nakuti mereka dengan peluru gas di kampung sendiri,” tambahnya lagi.

Frederik juga menyoroti PT Masmindo Dwi Area yang sejak tahun 1985 disebutnya tidak pernah tuntas menyelesaikan persoalan pembebasan lahan di wilayah Ranteballa. Ia mempertanyakan legalitas operasional perusahaan yang kini terhubung dengan PT Indika Energy melalui bursa saham, termasuk dugaan permainan lahan oleh oknum mantan kepala desa yang kini telah ditahan.

“Saya ini mempertanyakan yah, apakah Masmindo sudah punya RKAB yang sah untuk menambang? Jangan-jangan perusahaan ini hanya menjadikan tanah rakyat sebagai alat permainan saham,” tegasnya.

“Tanah rakyat habis, masyarakat tidak sejahtera, malah hidup dalam ketakutan. Ini harus diusut. Saya akan segera membawa masalah ini ke Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPR RI agar semuanya terang-benderang, setelah masa reses ini,” tegasnya.

Dalam pernyataannya kepada media sebelumnya, Frederik juga sudah pernah menyoroti lemahnya pengawasan negara terhadap perusahaan ini.

“Saya mendapat banyak laporan soal PT Masmindo yang hanya bermodalkan izin IUP tetapi sudah menguasai tanah masyarakat, termasuk tanah adat. Ini bukan investasi, ini ada indikasi penguasaan,” ujarnya.

Ia menjelaskan, sudah puluhan tahun PT Masmindo beroperasi, tapi apa hasilnya? Rakyat masih sengsara, desa rusak, tanah diambil. "Jangan-jangan perusahaan ini hanya main saham sementara rakyat dijadikan korban?,” tanya Frederik.

Frederik meminta Kapolri dan Komnas HAM segera turun ke lapangan menyelidiki tindakan aparat dan memastikan tidak ada kekerasan lanjutan.

“Saya tidak akan diam. Kasus ini akan kita bawa bersama rakyat ke DPR RI sehingga bisa mendengarkan langsung apa masalah sebenarnya di lapangan. Jangan biarkan kekuasaan dan uang membungkam kebenaran. Ini bukan hanya soal tambang, ini soal kemanusiaan,” tandasnya dengan nada tajam.

Frederik Kalalembang mengingatkan aparat kepolisian untuk tidak bersikap represif terhadap masyarakat yang menuntut hak mereka. "Jangan biarkan gas air mata menggantikan suara rakyat. Keadilan tidak boleh dibungkam dengan peluru,” tegasnya.

Frederik mengingatkan lagi dan berharap Polri khususnya Brimob agar tidak jadi alat perusahaan. "Saat ini kita lagi membenahi kepolsian jadi jangan lagi membuat masalah dengan masyarakat. Kita harus berada bersama rakyat, jangan menyakiti rakyat. Presiden Prabowo Subianto juga berulang kali menekankan agar Polri bersama dengan masyarakat dan melindungi rakyat," terangnya.

Sementara itu, Dansat Brimob Polda Sulsel Kombes Pol Muh Ridwan yang coba dikonfirmasi terkait tindakan refresif anggotanya di Ranteballa tidak merespon. Whatsapp yang dikirimkan ke ponsel pribadinya tidak ditanggapi. (*)