JAKARTA — Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Irjen Pol (P) Drs. Frederik Kalalembang, bergerak cepat setelah menerima aduan terkait adanya penahanan 11 anak buah kapal (ABK) asal Indonesia, termasuk satu warga Luwu, Akwan Tulak (33), oleh otoritas Qatar.
Informasinya, mereka ditangkap pada 6 Oktober 2025 karena diduga hendak menjual bahan bakar minyak (BBM) secara ilegal di perairan Doha. Namun sayangnya, pihak keluarga di Luwu, Sulawesi Selatan tidak pernah disampaikan secara langsung oleh pihak perusahaan terkait kejadian penahanan itu.
Koordinasi Cepat dengan KBRI Doha
Begitu menerima laporan dari pihak keluarga, Frederik langsung menghubungi Atase Kepolisian (Atpol) Riyadh, KBP Bambang, dan meminta agar informasi segera dikonfirmasi serta dikoordinasikan dengan KBRI Doha. Respons cepat datang dari pihak Atpol. Dalam hitungan jam, KBRI Doha membenarkan bahwa 11 ABK dari kapal Lanpan 22 milik perusahaan Lanpan Pte Ltd berbasis di Singapura memang telah diamankan oleh otoritas Qatar dan kini ditahan di Ras Laffan Police Station, sekitar satu jam perjalanan dari Doha.
Melalui komunikasi resmi dengan KBRI, Frederik memastikan kondisi seluruh ABK dalam keadaan baik, sehat, dan mendapat perlakuan layak. Mereka juga telah menerima bantuan pakaian, perlengkapan kebersihan, dan uang tunai untuk membeli voucher komunikasi. KBRI Doha bahkan sudah menemui kapten kapal dan satu perwakilan ABK yang menjelaskan bahwa proses hukum telah berjalan, dengan pengacara disediakan oleh pihak perusahaan. Sidang awal (hearing) telah dilakukan, namun belum dijadwalkan sidang lanjutan.
Frederik menyampaikan apresiasi kepada KBRI Doha dan Atpol Riyadh atas penanganan cepat dan koordinasi efektif dalam kasus ini. Ia menegaskan, negara tidak boleh abai terhadap warganya yang menghadapi masalah hukum di luar negeri.
“Kita wajib memastikan warga negara kita mendapat perlakuan adil dan layak di mana pun berada,” ujarnya.
Tindakan cepat yang diambil Frederik Kalalembang menunjukkan kepeduliannya terhadap aspirasi masyarakat. Ia menegaskan bahwa setiap laporan yang diterima bukan sekadar keluhan, tetapi bentuk kepercayaan publik yang harus dijawab dengan kerja nyata.
Lebih jauh, Frederik menegaskan bahwa ia akan terus memantau perkembangan kasus ini hingga tuntas. Menurutnya, keberadaan warga negara Indonesia di luar negeri membawa nama baik bangsa, sehingga setiap persoalan yang mereka hadapi harus disikapi dengan tanggung jawab dan perhatian penuh.
“Saya akan terus berkoordinasi dengan KBRI dan pihak terkait agar proses hukum berjalan transparan, adil, dan memastikan tidak ada pelanggaran hak-hak dasar terhadap para ABK kita di Qatar,” jelas Frederik.
Suara Haru dari Kampung Halaman
Sementara itu, di rumah sederhana di Luwu, ayah Akwan, Mianto, mengaku lega mendengar kabar bahwa anaknya telah ditemui oleh perwakilan pemerintah Indonesia. “Komunikasi terakhir tanggal 6 Oktober. Setelah itu, tidak ada kabar sama sekali,” tuturnya. Ia bercerita, informasi penangkapan justru datang dari adik Akwan, Mitsel Patiri, yang juga bekerja sebagai pelaut di wilayah Afrika.
Menurut Mianto, Akwan baru dua minggu bergabung di kapal Lanpan 22 sebagai pengganti kru bagian mesin. Informasi awal datang dari seorang koki yang sempat turun dari kapal karena berobat, lalu memberi tahu rekannya bahwa semua 11 kru ditahan. “Sejak itu adiknya langsung hubungi perusahaan, tapi tak ada penjelasan apa pun,” ujarnya.
Akwan merupakan lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Barombong, Makassar, jurusan teknik permesinan kapal. Ia adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dan ketiganya sama-sama berprofesi sebagai pelaut. “Dia anak baik, pekerja keras, baru mau mulai menata masa depan,” ucap Mianto lirih, berharap anaknya segera bebas dan bisa pulang.
Kasus ini menjadi cerminan nyata kepedulian wakil rakyat terhadap warga yang berjuang di luar negeri. Di tengah gelombang samudra dan rumitnya hukum asing, Irjen Pol (P) Drs. Frederik Kalalembang kembali menunjukkan ketegasannya, yakni bergerak cepat, tepat, dan berpihak kepada rakyat yang membutuhkan perlindungan. (*)

