TRANSPARENCY International Indonesia menyebut angka Indeks Persepsi Korupsi (IPK) pada 2022 menjadi penurunan paling drastis sejak 1995. Harus diakui kemerosotan IPK itu jelas bukan sekadar angka-angka maupun hitungan statistik semata.
IPK ini mencerminkan kemerosotan substansi kehidupan bernegara untuk penciptaan tata pemerintahan yang baik dan bersih. Kita patut prihatin, bahwa sejak 2004 hingga 2022 dari total 1.519 tersangka, setidaknya ada 521 tersangka yang memiliki irisan dengan politik, mulai dari anggota legislatif hingga kepala daerah.
Masyarakat tentu yang akan menerima dampak buruk perilaku korupsi. Sebab, korupsi pada hakikatnya adalah benalu dan kejahatan luar biasa yang akan merusak struktur pemerintahan dan menjadi penghambat jalannya pembangunan.
Maka wajar jika Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pamolango sempat curhat kepada Presiden Joko Widodo soal masih maraknya korupsi di Indonesia. Momen itu terjadi saat Ketua KPK Nawawi Pamolango menyampaikan sambutan dalam Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2023 di Istora Senayan, Jakarta, Selasa kemarin.
Curhatan Ketua KPK, lembaga anti rasuah sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi di Indonesia ini bisa dimaknai sebagai alarm darurat korupsi di Indonesia. Berbagai upaya dan strategi memang telah dilakukan pemerintahan Jokowi untuk menindak perilaku korupsi di Indonesia.
Tetapi mungkin saja tidak cukup dengan pembentukan tim sapu bersih pungli, penguatan KPK bersama Kejaksaan dan Polri hingga mendorong disahkannya UU Perampasan Aset. Harus ada cara-cara yang luar biasa untuk mengatasi dan memberantas korupsi di Indonesia.
Cek berita dan artikel yang lain infosulsawesi.com di Google News