Logo

Hoaks Pemilu dan Konflik Horizontal

Warga memeriksa kebenaran informasi melalui laman antihoaks Kemenkominfo di Senayan, Jakarta, Kamis (4/12024). Informasi hoaks pada Pemilu 2024 ini masih saja banyak berseliweran (Foto: Antara/Muhammad Ramdan/sgd/foc)

DI tengah euforia masyarakat Indonesia menyongsong pesta demokrasi pada 14 Februari 2024, jagat dunia maya masih juga diisi dengan konten-konten hoaks. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, 160 isu hoaks seputar pemilu ditemukan sepanjang 17 Juli 2023 hingga 6 Januari 2024, tersebar ke dalam 2.623 konten media sosial.

Sejumlah isu hoaks yang beredar di antaranya terkait pengubahan format debat calon presiden dan calon wakil presiden hingga Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang diduga milik warga negara Tiongkok yang digunakan untuk ikut pemilu. Selain itu juga muncul video tentang uang suap dari kelompok komunis untuk kecurangan pemilu.

Dapat diduga munculnya berita-berita hoaks ini akan mengganggu proses pemilu dan dikhawatirkan menciptakan konflik horizontal di tengah masyarakat. Memprihatinkannya lagi, masih banyak masyarakat Indonesia yang percaya hoaks.

Hasil penelitian The Safer Internet Lab (SAIL) pada 2023 mengungkapkan, 42 persen masyarakat Indonesia masih percaya disinformasi seputar pemilu. Tentu ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk memerangi hoaks tersebut.

Belajar dari kasus di Amerika Serikat terkait informasi palsu tentang kecurangan pemilu, pada akhirnya melahirkan pesimisme terhadap demokrasi dalam pemilu di negara itu pada 2022. Kemudian India juga mengalami penurunan kepercayaan antara kelompok agama akibat masifnya narasi politik identitas.

Kemunculan haoaks memang menjadi salah satu ancaman yang dapat memecah belah bangsa dan menurunkan kualitas demokrasi. Karena itu kita sepakat pemilu merupakan momentum krusial dalam kehidupan berdemokrasi, sehingga kualitas dan integritas  pemilu harus dijaga bersama-sama.