Makassar – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan (Sulsel) telah menutup bulan Agustus dengan menggelar kegiatan kampanye bertajuk Mengalir Fest 'Jejak Perlindungan Laut dan Keadilan Air. Dalam kegiatan ini WALHI Sulsel berkolaborasi dengan sejumlah organisasi dan komunitas terdiri dari HIMA PPKn FIS-H UNM, HIMATEP FIP UNM, HUMAN FISIP UH, Green Youth Celebes, dan PC IMM Makassar. Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari dimulai dari tanggal 29 sampai 31 Agustus 2025 di Pusat Dakwah Pimpinan Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Taman Pintu Satu UNHAS, dan Kampung Pesisir Tallo Makassar.
Mengalir Fest merupakan festival edukasi, kampanye, dan advokasi yang menghadirkan ruang perjumpaan antar warga, komunitas, peneliti, seniman, dan aktivis lingkungan. Festival ini bertujuan menghubungkan gerakan perlindungan laut dengan perjuangan hak atas air bersih, melalui rangkaian kegiatan seperti diskusi publik, workshop eco-printing, mural, seni pertunjukan, rembuk warga, dan parade.
Membincangkan Krisis Air di Utara Kota dan Launching Website 'Pantau Air' untuk Wujudkan Tata Kelola Air yang Berkeadilan
Hari Pertama, Jumat, 29 Agustus 2025, bertempat di Pusat Dakwah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, kegiatan Mengalir Fest dimulai dengan diskusi publik. Diskusi ini mengangkat tema Air sebagai Hak Dasar, Bukan Komoditi: Membincangkan Tata Kelola Air yang Berkeadilan. Diskusi ini menghadirkan tiga pembicara yakni Brahmani Hanum Meutiasari (Koalisi Gerakan Makassar Menuntut Air Bersih/Wiki Pangan Sulsel), Dr. Ishak Salim (Forum Akademisi untuk Keadilan Air/Kepala Pusat Studi Disabilitas UNHAS), dan Sarah Agussalim (Ketua Umum HMI Cabang Makassar).
Selain diskusi publik, WALHI Sulawesi Selatan juga melaunching website kolaborator sebagai kanal berbagi pengetahuan dan informasi sehubungan dengan potret tata kelola air di Sulawesi Selatan yang diberi nama 'Pantau Air'. Slamet Riadi, Kepala Departemen Riset dan Keterlibatan Publik WALHI Sulawesi Selatan menjelaskan bahwa PantauAir.com merupakan bagian dari proyek advokasi ‘Strengthening and Consolidating Urban Water Rights Movement Based on Climate Justice and Gender Equality’ yang diinisiasi oleh WALHI Sulawesi Selatan, Both ENDS, dan Global Alliance for Green and Gender Action.
"Harapannya PantauAir.com menjadi ruang kolaborasi untuk tujuan pemantauan, advokasi, dan edukasi yang berfokus pada perlindungan sumber daya air, terutama di wilayah pesisir, danau, sungai, serta pulau-pulau kecil. Inisiatif ini didasari oleh kesadaran akan krisis air yang semakin meluas akibat perubahan iklim, pencemaran, serta ekspansi industri ekstraktif. Ini adalah ruang kolaborasi antara warga, akademisi, aktivis, dan komunitas dalam mewujudkan hak atas air bagi kehidupan dan masa depan.", Jelasnya.
Maklumat Jejaring Perempuan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Nusantara: ‘Delapan Tuntutan untuk Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto’
Hari Kedua, Sabtu, 30 Agustus 2025. Diseminasi dan Diskusi Publik bertajuk 'Laut untuk Rakyat, Bukan Korporasi' diadakan di Pusat Dakwah Muhammadiyah Sulawesi Selatan. Kegiatan ini menghadirkan beberapa pembicara seperti Parid Ridwanuddin
Penulis Ekonomi Nusantara Antitesis Ekonomi Biru, Nur Hadi Tim Peneliti Lae-Lae Tolak Reklamasi, Andi Jaya, A.Pi, M.Si.,Kasubag Umum BPSPL Makassar, dan Fadila Abdullah, Kepala Divisi Keterlibatan Perempuan WALHI Sulawesi Selatan.
Di penghujung diskusi publik hari kedua Mengalir Fest ini, Fadila Abdullah menutup sesi akhir diskusi dengan membacakan Maklumat Jejaring Perempuan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Nusantara: ‘Delapan Tuntutan untuk Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto’ sebagai berikut:
Pertama, Mendesak Presiden dan Wakil Presiden, untuk mengevaluasi dan mencabut berbagai peraturan perundangan yang mengancam dan tidak melindungi masyarakat dan perempuan serta melindungi ekosistem pesisir, laut, dan pulau kecil. Di antara peraturan perundangan yang harus dievaluasi dan dicabut adalah UU Cipta Kerja, UU Minerba, UU IKN, dan PP Penangkapan Ikan Terukur.
Kedua, Mendesak Presiden dan Wakil Presiden, untuk mengevaluasi dan mencabut beragam proyek pembangunan yang merampas ruang hidup masyarakat dan perempuan pesisir serta pulau-pulau kecil terutama proyek pembangunan dan ekspansi pertambangan yang dilegalisasi dalam skema Proyek Strategis Nasional (PSN) di seluruh wilayah pesisir, laut, dan pulau kecil di Indonesia.
Ketiga, Mendesak Presiden dan Wakil Presiden, untuk menjadikan agenda utama pengakuan dan perlindungan masyarakat dan perempuan pesisir serta keadilan iklim dalam perencanaan tata ruang laut, dan pada saat yang sama mengevaluasi tata ruang laut yang terdapat dalam RZWP3K dan RTRW Terintegrasi yang terbukti telah merampas ruang hidup dan memiskinkan kehidupan nelayan dan perempuan.
Keempat, Mendesak Pemerintah di level eksekutif dan legislatif untuk segera memasukan RUU Keadilan Iklim sebagai agenda utama untuk disahkan, sekaligus mendukung upaya-upaya masyarakat untuk memulihkan ekosistem pesisir, laut, dan pulau kecil dari dampak krisis iklim yang semakin parah.
Kelima, Mendesak penetapan wilayah konservasi di pesisir, laut, dan pulau kecil yang berbasis pada kepentingan nelayan, perempuan, dan anak muda dengan menggunakan prinsip konsultasi bermakna serta Free, Prior and Informed Consent (FPIC). Penetapan wilayah konservasi harus ditujukan untuk mengakui dan melindungi wilayah kelola masyarakat, bukan untuk meminggirkannya.
Keenam, Mendesak pemerintah untuk segera menjalankan dan menyusun skema perlindungan dan pemberdayaan nelayan sebagaimana diamanatkan oleh UU 7 Tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam, dengan memastikan keterlibatan penuh pada masyarakat dan perempuan nelayan. Termasuk perlindungan bagi para pejuang lingkungan, khususnya nelayan tradisional dan atau nelayan skala kecil, serta perempuan nelayan, dari ancaman kriminalisasi yang kerap mengalami tekanan dan intimidasi ketika memperjuangkan hak atas penghidupan, tempat tinggal, dan generasi mereka di masa yang akan datang.
Ketujuh, Menegakkan aturan perlindungan pulau-pulau kecil yang selama ini ditetapkan dan telah dibebani izin wilayah usaha pertambangan dan izin usaha pertambangan. Mengingat pulau-pulau kecil memiliki tingkat kerentanan yang tinggi baik secara lanskap, sosial, dan biodiversitasnya.
Kedelapan, Berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, khususnya terkait dengan kehidupan dan penghidupan nelayan kecil dan tradisional, termasuk akses atas air bersih dan sanitasi yang layak dan aman bagi perempuan pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Perempuan yang berdomisili di wilayah ini kekurangan akses terhadap air bersih dan sanitasi disebabkan sumber daya publik belum dikelola secara adil dan efektif.