Logo

Menjauhkan Anak-anak dari Panggung Politik

Sejumlah anak mengikuti parade busana bahan sampah daur ulang di Kabupaten Bogor, Desember lalu. Anak-anak seusia mereka harus merdeka dari berbagai wujud eksploitasi politik dalam masa kampanye pemilu (Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya/rwa)

PELANGGARAN hak-hak anak dalam kampanye dikhawatirkan masih terus terjadi dalam Pemilu 2024. Meski anak-anak seharusnya merdeka dari berbagai wujud eksploitasi politik. 

Perlindungan anak sangat penting karena jelang pemilu masih ditemukan berbagai kasus pelibatan anak pada masa kampanye. Karenanya perlindungan anak harus menjadi fokus yang tidak boleh diabaikan. 

Apalagi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak secara tegas menyebutkan setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik. Maka penyelenggara dan peserta pemilu seharusnya dapat menciptakan suasana hajat demokrasi harus ramah anak.

Setidaknya ada tiga hal yang dibutuhkan untuk memastikan anak tidak menjadi objek eksploitasi politik. Pertama, adanya pemahaman terkait perlindungan anak dari seluruh stakeholder atau pemangku kepentingan, baik penyelenggara, peserta pemilu, maupun masyarakat.

Kedua, tidak melakukan aktivitas yang melibatkan dan eksploitasi anak dengan segala bentuknya. Ketiga, penegakan hukum bagi siapa saja yang melibatkan anak dalam aktivitas politik.

Larangan pelibatan anak dalam pemilu sebenarnya telah tertuang dalam UU Pemilu. Disebutkan pelaksana atau tim kampanye dalam kegiatan dilarang mengikutsertakan warga negara Indonesia yang tidak memiliki hak pilih.

Harus dipahami dampak eksploitasi anak dalam kegiatan politik tidak hanya bagi pihak yang berkepentingan. Namun hal itu juga dirasakan masyarakat secara umum. 

Terlebih potensi dan jumlah anak yang besar, sehingga ada kemungkinan diarahkan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu. Jadi sudah jelas anak-anak harus dijauhkan dari gemerlapnya panggung politik.

kpu700_12_25