Logo

Moeldoko: Transisi ke Kendaraan Listrik Berpotensi Tekan Emisi 6,9 Juta Ton CO2

Ilustrasi Kendaraan Listrik.

INFOSULAWESI.com, JAKARTA --  Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mempercepat pembangunan kendaraan listrik sebagai langkah menuju era net zero emission (NZE) 2060.

Kepala Staf Kepresidenen, Moeldoko, mengatakan transisi ke kendaraan listrik dapat mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) secara signifikan, sekaligus mengakselerasi ekosistem secara keseluruhan.

"Jika dapat melakukan transisi 6 juta sepeda motor, Indonesia bisa menekan 3,45 juta ton CO2 equivalent pada 2025. Pada 2030 bisa menuju 9 juta motor, kita bisa menekan 5,275 juta ton CO2. Sementara di 2035 kalau bisa 12 juta motor, 6,9 juta ton CO2," ujarnya dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk "Ekosistem Menuju Energi Bersih", Senin (5/6/2023).

Dikatakan, transisi ke kendaraan listrik juga berdampak pada efisiensi APBN karena mengurangi subsidi impor bahan bakar minyak. Untuk itu, Moeldoko mendorong investasi di sektor kendaraan listrik agar dapat menjadi menjadi pemicu sekaligus pemacu pertumbuhan industri dan ekosistem kendaraan listrik serta energi bersih.

“Karena investasi ini memberikan harapan dan jaminan bagi pengembang kendaraan listrik, sehingga menarik minat investor. Selain itu, sebagai pemacu bagi konsumen yang sudah melihat kesiapan ekosistem di lapangan,” ujarnya.

Menurut dia, dalam upaya mencapai target transisi energi, terutama dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, kendaraan listrikdapat memberikan kontribusi yang signifikan. Pemerintah sendiri saat ini berupaya memperbanyak infrastruktur kendaraan listrik. Dengan demikian, transisi ini dapat menciptakan ekosistem yang baik, termasuk dalam berbagai aspek terkait, seperti pendanaan dan pengelolaan baterai bekas.

Selain itu, Moeldoko menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam menjalankan kebijakan ini sesuai dengan lingkungan kerja masing-masing. Pemerintah daerah juga harus berperan dalam memastikan ketersediaan infrastruktur yang mendukung transisi ini.

Terlebih lagi, transisi ke kendaraan listrik juga mendapatkan dukungan di tingkat internasional. Pertemuan KTT ASEAN juga memberikan arah yang jelas dan konkret mengenai perlunya membangun ekosistem kendaraan listrik melalui energi bersih dan menuju era net zero emission.

“Masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah terkait dengan pendanaan, di mana perbankan yang masih belum memberikan dukungan yang masif dalam penyediaan layanan leasing kendaraan listrik,” imbuhnya.

Moeldoko menekankan pemerintah telah bekerja keras untuk mengatasi masalah ini, termasuk dalam mengatur standar keamanan, ketersediaan stasiun pengisian kendaraan listrik yang harus diatasi dengan cepat, dalam hal ini perkembangan teknologi juga turut berperan penting.

“Selain itu, ketersediaan kendaraan listrik juga bergantung pada dukungan yang kuat dari sektor swasta, di mana peran perbankan sangat diperlukan,” papar dia.

Dari sisi sosialisasi, pemerintah saat ini juga terus berusaha untuk dapat menjawab isu-isu terkait dengan kendaraan listrik dengan baik. Mulai dari jarak tempuh dan kecepatan pengisian baterai yang efisien, hingga keamanan penggunaan kendaraan listrik.

Dia pun menekankan pentingnya peran asosiasi dalam sosialisasi dan penyebarluasan informasi mengenai kendaraan listrik kepada masyarakat. Pameran kendaraan listrik jangan hanya dijadikan sebagai wadah transaksi dan promosi, tetapi juga sebagai sarana untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.

“Diharapkan dengan semakin pahamnya masyarakat mengenai kendaraan listrik, transisi ini dapat berjalan dengan lancar,” ucapnya.

Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanthi menyebutkan bahwa dalam konteks kebutuhan energi yang harus dipenuhi, ekosistem kendaraan listrik menjadi sebuah bonus. Dalam nationally determined contribution (NDC), percepatan penggunaan kendaraan listrik adalah upaya tambahan dari skenario yang telah dirancang.

"Jika ada ekosistem baru yang terbentuk, maka kita akan mencapai tujuan tersebut lebih cepat,” sebutnya.

Menurutnya, upaya ini sangat penting dalam menurunkan GRK dan menjaga ekosistem yang mendukung kehidupan. Terlebih, data ilmiah pada 2018 menunjukkan bahwa jika tidak ada tindakan yang dilakukan, kenaikan suhu rata-rata di akhir abad ini dapat melebihi dua derajat Celsius.

Dampak dari kenaikan suhu tersebut akan berdampak negatif terhadap ekosistem yang mendukung kehidupan. Banyak spesies yang sensitif terhadap perubahan iklim berisiko punah.

“Kita harus meningkatkan ketahanan iklim sebagai salah satu langkah yang harus diambil," ujar dia.

Laksmi pun melihat saat ini upaya penurunan GRK sudah mengikuti rencana yang ditetapkan. Namun, masih diperlukan upaya lebih lanjut.

Cek berita dan artikel yang lain infosulawesi.com di Google News