SETIAP 20 Februari diperingati sebagai Hari Pekerja Nasional. Meski tak sepopuler hari buruh internasional atau May Day, peringatan ini tetap jadi momentum menyatukan semangat kaum pekerja di Indonesia.
Tidak dibantah selama ini masih banyak permasalahan yang mendera para pekerja Indonesia. Bukan hanya masalah kesejahteraan, kualitas pekerja juga menjadi poin krusial.
Hal ini karena berkaitan dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Sektor itu harus mendapat perhatian serius.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045, Pemerintah Indonesia bercita-cita mewujudkan Indonesia Emas. Maka SDM menjadi salah satu aspek yang menjadi acuan untuk menggapai visi Indonesia Emas 2045.
Presiden Joko Widodo mengatakan SDM adalah kekuatan besar bangsa Indonesia. Dari situ seharusnya kita tidak hanya menang dari segi jumlah, tetapi juga kualitas.
Melihat data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk bekerja di Indonesia mencapai 139,85 juta orang pada Agustus 2023. Dari jumlah itu pekerja di Indonesia masih didominasi lulusan sekolah dasar (SD) ke bawah.
Fakta ini menunjukkan angkatan kerja di Indonesia masih didominasi sektor informal. Sektor yang memang tidak membutuhkan pendidikan tinggi.
Kita tahu usaha sektor informal selama ini cenderung tidak memenuhi aturan ketenagakerjaan, baik soal gaji, jam kerja, bahkan cuti. Akibatnya, pekerja sektor informal cenderung rentan terhadap ketidakadilan.
Tingkat pendidikan dan kualitas yang juga rendah akibatnya menimbulkan persoalan tersendiri. Persoalan itu adalah pekerja informal tidak punya daya tawar.
Inilah pentingnya upaya negara mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja. Sebab, pekerja akan selalu memberi kontribusi besar dalam pembangunan nasional.