MASIH lekat dalam ingatan kita saat sejumlah warga di berbagai negara menderita akibat suhu panas ekstrem yang melanda dunia sejak April 2023. Fenomena gelombang panas atau heatwave kala itu terjadi di banyak tempat secara bersamaan.
Sebut misalnya negara-negara Asia yang mengalami gelombang panas. Mulai Tiongkok, Jepang, Korea, Malaysia, hingga India.
Kondisi suhu panas ekstrem lebih dari 40 derajat Celcius ini telah mengakibatkan kerusakan hingga kematian warga yang tidak sedikit jumlahnya. Terutama di negara-negara yang tidak memiliki persiapan mengantisipasi dan mitigasi bencana gelombang panas.
Laporan dari berbagai negara menyebut, gelombang panas hingga suhu ekstrem telah menghanguskan sebagian wilayah di negara-negara Asia tersebut. NASA bahkan mencatat suhu pada 2023 memecahkan rekor sebagai suhu terpanas di Bumi sejak pencatatan global dimulai pada 1880.
Hal senada diungkapkan Sekjen PBB Antonio Guterres, yang menyebut 2023 sebagai tahun penderitaan, kekerasan, dan kekacauan iklim yang hebat. Dalam pesan videonya, Guterres mengatakan bumi saat ini dalam keadaan bahaya jika kita tidak melakukan tindakan apa-apa.
Menyikapi kondisi tersebut Indonesia sebenarnya dapat mengambil peran penting dalam kaitan dengan perubahan iklim. Indonesia berkomitmen untuk terus bekerja keras mewujudkan nol emisi karbon sebelum 2060. Ini pernah diungkapkan Presiden Joko Widodo dalam KTT Perubahan Iklim (COP28) di Dubai, awal Desember lalu.
Semua negara harus kompak mengatasi perubahan iklim. Karena itu sudah saatnya masyarakat dunia memandang 2024 sebagai momentum menciptakan solusi bersama, terutama kaitannya dengan perubahan iklim, peluang ekonomi, dan sistem keuangan global.
Cek berita dan artikel yang lain infosulsawesi.com di Google News