Logo

PGRI Kecam Hilangnya Tunjangan Guru dari RUU Sisdiknas

Ilustrasi guru mengajar. (Foto: ANTARA FOTO)

INFOSULAWESI.com, JAKARTA -- PB PGRI mengecam hilangnya pasal mengenai tunjangan profesi guru dan dosen dari RUU Sisdiknas. Hal itu ditegaskan Ketua Departemen Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sumardiansyah Perdana Kusuma.

Sumardiansyah mengatakan bahwa, Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang menghilangkan pasal tentang tunjangan profesi guru (TPG) dan dosen merupakan kelemahan atas profesi dan pelecehan terhadap terhadap harkat martabat guru.

Sumardiansyah menuturkan, sesungguhnya draf RUU Sisdiknas versi April 2022 Pasal 127 dan versi Agustus Pasal 105 mengenai hak kesejahteraan guru mengalami kemunduran dibandingkan dengan UU Tahun 2005 tentang Guru Pasal 14-20 dan Dosen Pasal 51-60.

“Kami menyatakan terjadi kemunduran mengenai profesi guru, mengenai hak kesejahteraan guru. Apalagi jika kita bandingkan dengan UU Guru dan Dosen pada Pasal 14-20 untuk guru dan Pasal 51-60 untuk dosen,” ujarnya pada RDPU dengan Komisi X DPR dan IGI, DPP PKLP dan Poros Pelajar Nasional di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (5/9/2022).

Sumardiansyah menjelaskan pada dalam RUU Sisdiknas, ada hak guru hilang. Padahal, spirit negara untuk membentuk merdeka belajar dan guru merdeka.

Diketahui, pada Pasal 14, UU Guru dan Dosen menyebutkan di antara hak guru ada dua, yakni memiliki kesempatan untuk berperan dalam menentukan kebijakan pendidikan. Lalu, memperoleh kesempatan mengembangkan untuk meningkatkan kualifikasi akademik dan juga kompetensi.

“Dua hak ini hilang, dalam draf RUU Sisdiknas versi April maupun Agustus. Bisa dibayangkan ketika guru dibelenggu tidak bisa terlibat dalam kebijakan. Bisa dibayangkan ketika guru dihambat kariernya untuk meningkatkan kompetensi ataupun jalur pendidikan,” paparnya.

Selanjutnya, Sumardiansyah menyoroti Pasal 15 UU Guru dan Dosen yang menyebutkan guru berhak mendapatkan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum, di dalamnya ada gaji pokok, tunjangan melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan khusus bagi guru mengabdi di daerah terpencil dan tunjangan kehormatan bagi dosen ataupun guru besar. Selain itu, ditambah dengan kemaslahatan tambahan terkait tugasnya sebagai guru berdasarkan prinsip penghargaan dan prestasi.

Sumardiansyah menyebutkan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) bertanggung jawab memberikan kebutuhan hidup di atas minimum, pemerintah pusat bersama dengan pemerintah daerah (pemda). Pasalnya, pada UU Guru dan Dosen mengatur tunjangan profesi guru (TPG) pada Pasal 16 ayat 1-6. Kemudian, tunjangan fungsional Pasal 17 ayat 1-3, tunjangan khusus Pasal 18 ayat 1-4 dan Pasal 19 tentang kemaslahatan tambahan.

Dikatakan Sumardiansyah, poin-poin yang menginginkan agar guru mendapatkan kesejahteraan di atas minimum hilang dalam RUU Sisdiknas versi bulan Agustus 2022.

“Bisa dibayangkan UU Guru dan Dosen yang bisa mengangkat harkat dan martabat kami sebagai profesi guru dengan kesejahteraan di atas minimum dengan tambahan maslahat dan tunjangan profesi dijadikan standar minimum karena tidak semua daerah mendapatkan tunjangan kinerja,” pungkasnya. (bs)