INFOSULAWESI.com, JAKARTA -- Penerimaan mahasiswa baru di PTN melalui sistem SBMPTN diubah menjadi seleksi nasional berdasarkan tes. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengubah jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dalam penerimaan mahasiswa baru (PMB) menjadi seleksi nasional berdasarkan tes pada hari ini, Rabu (7/9/2022).
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mengatakan, SBMPTN diubah menjadi seleksi nasional berdasarkan tes. Dalam hal ini, tidak ada lagi tes mata pelajaran. “Saya ulangi sekali lagi tidak ada lagi tes yang spesifik setiap mata pelajaran,” kata Nadiem saat peluncuran Merdeka Belajar Episode Ke-22 secara daring di Jakarta, Rabu (7/9/2022).
Nadiem menjelaskan, seleksi nasional berdasarkan tes merupakan sistem tes masuk PTN yang telah disederhanakan, sehingga hanya ada satu tes skolastik yang mengukur kemampuan bernalar siswa. Yakni, kemampuan kompetensi kognitif, logika, penalaran matematika, literasi dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
“Kami harap ini menjadi kabar yang sangat gembira bagi para calon penggambil seleksi nasional berdasarkan tes. Di mana tidak ada lagi tes mata pelajaran dan hanya ada satu tes yang tidak berhubungan dengan penghafalan materi, hanya berhubungan dengan kemampuan bernalar, problem solving,potensi kognitif melalui tes skolastik ini,” ujar Nadiem.
Dikatakan, tes literasi dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris bukan terkait teknik gramatikal, tetapi kemampuan mengerti logika daripada teks tersebut. “Jadi benar-benar pengertian literasi yang secara mendalam,” ucapnya.
Sementara terkait tes kognitif, Nadiem menuturkan, peserta tidak kaget karena para siswa telah melalui asesmen nasional. Tes dilakukan bukan pada hafalan, tetapi pemahaman logika sehingga bisa menganalisa suatu masalah secara kontekstual seperti pada asesmen nasional.
Pada kesempatan sama, Nadiem menuturkan pertimbangan melakukan revisi jalur SBMPTN karena jalur SBMPTN yang selama ini dijalankan mengujikan banyak sekali mata pelajaran.
Situasi ini, kata Nadiem, membuat guru terpaksa dan tertekan untuk mengejar penuntasan materi belajar. Sayangnya, penuntasan materi ini tidak dibarengi dengan penekanan pada pemahaman karena fokus hanya pada strategi lulus ujian tertulis berbasis komputer (UTBK) SBMPTN.
“Jadi tekan itu benar-benar mendorong banyak sekali guru-guru kita bahkan orang tua menekan guru untuk fokus pada pertanyaan soal-soal UTBK. Guru akhirnya menghabiskan waktu belajar untuk melatih siswa mengerjakan soal-soal UTBK. Dampaknya kualitas pembelajaran mendalam turun di sekolah,” ucapnya.
Nadiem menambahkan, dampak terbesar dari fokus UTBK SBMPTN ini adalah banyak peserta didik dan orang tua tertekan karena anak harus mengikuti berbagai macam bimbingan belajar (bimbel) per mata pelajaran sebagai strategi untuk lolos tes SBMPTN.
Tekanan tersebut, lanjut Nadiem, menjadi beban finansial dan beban mental bagi peserta didik. Selain itu, diskriminatif terhadap peserta didik dari keluarga yang kurang mampu. Yang tentu tidak mampu untuk mengikuti berbagai macam bimbel karena terkendala ekonomi.
Dikatakan Nadiem, jalur SBMPTN seharusnya tidak menurunkan kualitas pembelajaran di pendidikan menengah atas serta harus lebih inklusif dan adil. Yakni, tidak diskriminatif terhadap peserta didik dari keluarga kurang mampu dan tidak mampu membayar bimbel anak. (bs)