INFOSULAWESI.com, JAKARTA -- Riset Global Disinformation Index 2022 menemukan bahwa, dari 38 media online Indonesia yang disurvei, mayoritas memiliki risiko disinformasi yang rendah. Ini berarti mayoritas konten yang diterbitkan media online di Indonesia dapat dipercaya.
"Sebanyak 8 situs media online mencatat minimum risk rating, 18 situs low risk rating, dan lima situs memiliki rating berisiko disinformasi tinggi (high risk)," bunyi riset yang dilakukan GDI, bekerja sama dengan Asia Research Centre pada periode Maret-Juni 2022, dan dirilis Oktober 2022.
Studi ini menemukan skor keseluruhan rata-rata yang baik untuk media Indonesia (63 dari 100). Media online Indonesia sangat jarang menargetkan individu -baik swasta atau publik- secara tidak adil atau entitas menggunakan narasi negatif.
Adapun 38 perusahaan media yang disurvei adalah:
Daftar 38 perusahaan media online yang disurvei Global Disinformation Index 2022
Disinformasi didefinisikan sebagai narasi berita yang dapat mengakibatkan ancaman di dunia (real world harm). Indikator disinformasi diukur dalam kategori dua pilar: Konten dan Operasi. Pilar konten terdiri dari: menarget secara negatif, akurasi headline (clickbait atau bukan), presentasi visual, lede, bahasa sensasional, bias artikel, informasi byline (penulis), liputan secara umum, liputan terkini. Pilar operasi terdiri dari kepemilikan media, prinsip editorial, kebijakan komentar, akurasi, atribusi, pendanaan.
"Sebagian besar situs menunjukkan tingkat risiko disinformasi yang rendah atau minimum. Namun, temuan positif ini tidak bisa dianggap untuk menunjukkan bahwa Indonesia bebas dari disinformasi, karena lima situs dalam sampel masih menunjukkan tingkat risiko disinformasi yang tinggi," menurut riset GDI 2022.
Dua dari lima domain yang berisiko tinggi adalah siaran radio internasional dan penyiar radio nasional berkolaborasi dengan perusahaan penyiaran radio internasional.
Situs media Indonesia berkinerja kuat dalam kategori Pilar Konten. Namun, masih memiliki kekurangan yang signifikan di Pilar Operasi, terutama mengenai kurangnya atribusi, kurangnya transparansi pendanaan, dan kebijakan operasional dan editorial (misalnya, memastikan akurasi).
"Hal ini bisa diperbaiki dengan menerapkan standar jurnalisme seperti yang tertuang di Journalism Trust Initiative, mengumumkan sumber pendanaan dan kepemilikan media, dan memastikan setiap media menerapkan praktik jurnalistik yang baik (journalistic best practices)," bunyi rekomendasi GDI.
Sumber: BeritaSatu