JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menyoroti aturan penyadapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasca Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus kewajiban izin Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk penyadapan di KPK.
Bamsoet meminta aturan penyadapan di KPK perlu diatur lebih jelas dan rigit, semisal dalam kode etik. Karena sebelum berlakunya UU No.19 tahun 2019 tentang KPK yang baru, ada juga hasil sadapan KPK yang tidak berkaitan langsung dengan perkara pokok yang ditangani KPK, tetapi kemudian bocor ke publik.
"Dalam rekomendasi Panitia Khusus Angket DPR RI tentang Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansus Angket KPK) tahun 2018, merekomendasikan hasil penyelidikan terkait pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK. Termasuk larangan pelaksanaan penyadapan kepada seseorang yang tidak terkait perkara pokok.
Misalnya, penyadapan yang menyangkut hubungan pribadi tersangka, bahkan terkait urusan suami-istri yang kemudian diperdengarkan di pengadilan. Lalu ditekankan juga harus ada batas waktu, hasil penyadapan yang tidak terkait perkara itu dihapuskan," ujar Bamsoet dalam fit and proper test calon Dewan Pengawas KPK di Komisi III DPR RI Jakarta, Rabu (20/11/24).
Mantan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum dan Keamanan ini menjelaskan, aturan penyadapan di KPK diatur dalam UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK yang menyatakan bahwa penyadapan dapat dilakukan dalam rangka penyelidikan tindak pidana korupsi.
Namun, tidak ada penjelasan yang rinci mengenai batasan dan kriteria apa yang dapat dikategorikan sebagai informasi yang relevan. Hal ini mengakibatkan penyadapan dilakukan secara luas, tanpa filter yang jelas, dan menghasilkan data yang tidak selalu relevan dengan perkara pokok yang sedang diselidiki.