Jakarta – Pembahasan peraturan pelaksana Komisi Banding Paten (KBP) menjadi sorotan utama dalam Webinar OKE KI bertema “Peraturan Pelaksana Komisi Banding Paten” yang digelar secara live streaming melalui kanal youtube Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Acara yang digelar pada Senin, 22 September 2025 ini menegaskan pentingnya KBP sebagai lembaga independen yang menjamin pemohon memperoleh putusan yang lebih objektif dan adil.
Kepala Subdirektorat Fasilitasi Komisi Banding Paten Lily Evelina Sitorus dalam paparannya menjelaskan posisi komisi banding paten di lingkungan kementerian hukum. Ia mengatakan bahwa komisi ini bersifat independen yang bertugas menerima, memeriksa, dan menyelesaikan permohonan banding atas penolakan, koreksi, maupun keputusan pemberian paten.
“Karena bersifat independen, komisi banding memiliki keleluasaan dalam memutus berdasarkan pertimbangan majelis,” ujar Lily.
Dalam kesempatan yang sama, Lily menekankan bahwa urgensi webinar kali ini adalah menjelaskan perubahan regulasi. Sejak lahirnya UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, aturan teknis komisi banding diatur lewat Permenkumham Nomor 3 Tahun 2019. Namun, setelah terbit UU Nomor 65 Tahun 2024 (perubahan ketiga atas UU Paten), delegasi pengaturan tidak lagi diturunkan ke peraturan menteri, melainkan wajib diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).
“Pasal 66 dan 71A UU Nomor 65 tahun 2024 menegaskan bahwa tata cara pengangkatan anggota, susunan organisasi, serta tugas dan wewenang komisi harus diatur lewat PP. Saat ini rancangan PP sudah berada di Sekretariat Negara. Selama PP belum disahkan, Permenkumham lama masih berlaku, tapi jika PP sudah keluar maka aturan lama otomatis tidak berlaku lagi,” jelas Lily.
Melalui paparannya, Lily juga menjabarkan alur pengajuan banding, mulai dari pendaftaran, pemeriksaan administrasi maksimal 30 hari, pencatatan, hingga pembentukan majelis banding. Selain itu, turut dijelaskan bagaimana upaya pemerintah mendukung pelindungan invensi melalui pemberian keringanan dalam hal biaya bagi pelaku usaha kecil dan menengah.
“Biaya permohonan banding untuk umum sebesar 4 juta rupiah, sementara bagi UMKM hanya 1 juta rupiah. Ini bentuk keberpihakan agar UMKM tetap mampu melindungi inovasinya,” tegasnya.
Tidak hanya itu, Lily juga menjelaskan bahwa UU Nomor 65 Tahun 2024 juga memperluas akses keadilan bagi pemohon dengan menambah waktu pengajuan banding. Jika sebelumnya pemohon hanya punya waktu 3 bulan, kini tersedia opsi tambahan 9 bulan melalui pemeriksaan substantif kembali. Dengan begitu, proses pengajuan banding bisa berlangsung hingga satu tahun.
Direktur PT Spruson Ferguson Indonesia, Marolita Setiati Anwar yang juga hadir sebagai narasumber menilai kehadiran komisi banding memberi ruang objektivitas baru dalam sengketa paten.
“KBP memberi opsi bagi pemohon untuk memperoleh keputusan yang lebih komprehensif. Majelis terdiri dari para ahli di bidangnya, sehingga hasil putusan bisa lebih adil dan objektif. Ini penting, terutama bagi pemohon asing yang sering terkendala perbedaan bahasa atau yurisdiksi,” ungkap Marolita.
Menyambung paparan Marolita, Lily menegaskan kembali bahwa sifat kuasi-yudisial komisi banding memberi pemohon kepastian hukum.
“Komisi banding bekerja layaknya pengadilan semu. Pemohon bisa melihat alasan banding diterima atau ditolak melalui pertimbangan majelis, termasuk adanya dissenting opinion. Transparansi inilah yang membuat komisi banding punya posisi penting dalam pelindungan paten,” pungkasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sulawesi Selatan, Andi Basmal, menyampaikan bahwa hadirnya peraturan pelaksana ini akan semakin memperkuat kepastian hukum dan pelindungan terhadap hasil karya intelektual masyarakat, khususnya di daerah.
“Banyak inovasi yang lahir dari perguruan tinggi, pelaku usaha, maupun UMKM di Sulawesi Selatan. Dengan adanya komisi banding yang independen dan aturan pelaksana yang jelas, para inovator tidak perlu khawatir kehilangan hak atas karyanya. Ini menjadi motivasi besar bagi daerah untuk terus berinovasi,” ujar Andi Basmal.
Dengan peraturan pelaksana yang segera disahkan, publik diharapkan semakin mudah memahami mekanisme banding dan memperoleh jaminan pelindungan atas hasil inovasi yang mereka ciptakan.