Logo

Kerusakan Alam di Perkebunan Salak Tobongon Kian Meluas Akibat PETI

INFOSULAWESI.com BOLTIM — Kerusakan alam dengan menggunakan alat berat jenis Excapator terus terjadi dan mulai meluas hingga diperkirakan mencapai belasan hektar di perkebunan Salak Desa Tobongon, Kecamatan Modayag, Kabupaten Bolmong Timur (Boltim).

Penebangan pohon berskala besar di area tersebut lantaran di lokasi itu sedang giat dijadikan Pertambangan Emas Tanpa Izin atau PETI. Sedikitnya 3 Alat Berat Excapator dikerahkan untuk membongkar, mengambil dan mengeruk material yang mengandung logam emas.

Padahal kegiatan PETI menggunakan alat berat jelas dilarang oleh aturan Perundang-Undangan karena dampaknya sangat berpengaruh terhadap ekosistim kehutanan dan lingkungan alam yang bakal merubah iklim.

Dari informasi yang berhasil dirangkum, rusaknya alam di Perkebunan Salak diduga dimainkan oleh seorang pemodal besar bernama Hi. Mur dan seorang yang disebut sebagai penyedia lahan NM alias Norma. Bahkan menurut informasi kegiatan PETI tersebut diduga dibackup oleh oknum Aparat sehingga memberi kesan agar sulit untuk disentuh hukum.

Hal ini pun menuai tanggapan dari Ormas DPD LAKI yang meminta agar pihak Kepolisian Daerah (Polda Sulut) untuk melakukan penertiban dan memanggil para Oknum-oknum yang terlibat.

"Jelas sekali bahwa melakukan pengrusakan hutan masuk unsur pidana sesuai Undang-Undang Kehutanan dan kegiatan PETI juga ancamanya pidana sesuai Undang-Undang Minerba. Jika informasi ada dugaan oknum aparat ikut terlibat membackup, maka pihak Polda Sulut juga harus menindak tegas oknum tersebut," ujar Firdaus Mokodompit, Ketua DPD LAKI Sulut.

Ia pun menegaskan pihaknya akan segera melakukan pelaporan resmi ke Polda Sulut agar para pelaku yang terlibat dapat diberikan sanksi hukum.

"Kami akan melaporkan kegiatan ini secara resmi agar ditindak secara hukum. Polda Sulut jangan biarkan kegiatan ini karena dampaknya sangat besar yang akan mengancam kehidupan masyarakat. Jangan nanti terjadi bencana alam banjir dan tanah longsor baru ada tindakan. Kami meminta agar para pelaku PETI dan Perusak Hutan harus diberikan sanksi hukum sesuai aturan yang telah dilanggar dengan sengaja," tegas Firdaus Mokodompit.

Diketahui, pengrusakan hutan pelakunya bisa dipidana sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Kehutanan pada Pasal 50 ayat (3) yang berbunyi:
Menghancurkan, membakar, atau merusak hutan dapat dikenakan pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp 5 miliar.

Demikian juga Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 78 ayat (1) berbunyi: Melakukan pengrusakan hutan dapat dikenakan pidana penjara maksimal 15 tahun dan/atau denda maksimal Rp 5 miliar.

Demikian juga Pasal 21 Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan: Melakukan pengrusakan hutan dapat dikenakan pidana penjara maksimal 15 tahun dan/atau denda maksimal Rp 10 miliar.

Sementara, terkait kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin atau PETI pelaku dapat diancam dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara: Melakukan penambangan tanpa izin dapat dikenakan pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp 10 miliar.

Pasal 159 Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara: Melakukan penambangan tanpa izin yang menyebabkan kerusakan lingkungan dapat dikenakan pidana penjara maksimal 15 tahun dan/atau denda maksimal Rp 15 miliar.

Pasal 37 Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara: Melakukan penambangan tanpa izin dapat dikenakan pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 miliar.