Logo

Kepulauan Widi dan Upaya Menjaga Kedulatan NKRI

Gugusan kepulauan Widi di Halmahera Selatan, Maluku Utara (Foto: dok/humbahas.blogspot.com)

INFOSULAWESI.com, JAKARTA -- Kodim 1509 Labuha menggelar bakti TNI di Kepulauan Widi, salah satu kawasan wisata di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, yang belakangan ini emnjadi sorotan publik karena ada pihak yang akan menjualnya kepada investor.

TNI melakukan berbagai kegiatan di kepulauan yang terdiri atas 100 pulau kecil itu. Tampak para prajurit bekerja bakti mengecat rumah singgah warga dengan warna merah putih. Selain itu mereka berpatroli, memasang bendera Merah Putih dan menggelar upacara pengibaran bendera.

Komandan Kodim 1509 Labuha Letkol Kav. Romy P Sitompul membenarkan kegiatan bakti TNI di Kepulauan Widi sebagai reaksi atas iklan penjualan kepulauan itu melalui situs lelang internasional. Pelelangan tersebut melanggar kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kegiatan bakti TNI di Kepulauan Widi menjadi kode keras dari TNI bahwa kepulauan yang pernah menjadi lokasi penyelenggaraan lomba mancing internasional itu merupakan bagian dari wilayah kedaulatan NKRI. Jajaran Kodim 1509 Labuha, akan selalu mengawasi dan menjaga Kepulauan Widi dari segala upaya pihak tertentu yang dapat menghilangkan hak kedaulatan NKRI.

Kolaborasi antara TNI dan masyarakat sangat dibutuhkan dalam menjaga kedaulatan NKRI. Sejarah telah mencontohkan, kerja sama antara TNI dan rakyat menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam mempertahankan kemerdekaan RI .

Masyarakat Maluku Utara khususnya di Kabupaten Halmahera Selatan, menghadgari kehaditan TNI dalam bakti sosial tersebut. Tokoh masyarakat setempat, Abdul Kadir, mendukung langkah Kodim 1509 Labuha karena masyarakat pun tidak akan menerima kalau kepulauan itu dikuasai orang asing.

TNI diharapkan juga bersikap seperti itu jika ada investor yang menanamkan modal di Maluku Utara dalam aktivitas usahanya banyak merugikan hak dan kepentingan masyarakat setempat. Kasus serupa bisa saja terulang di tempat lain bila pemerintah tidak waspada dan terlalu mudah mengobral ijin kepada investor.

Provinsi perbatasan ini memiliki 395 pulau, 64 pulau berpenghuni dan 331 sisanya tidak berpenghuni, termasuk di dalamnya Kepulauan Widi dan umumnya memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi objek wisata bahari atau kegiatan budi daya perikanan.

Direktur Walhi Maluku Utara Faisal Ratuela mengharapkan kepada Pemprov Malut dan seluruh pemerintah kabupaten/kota di provinsi ini lebih selektif ketika mengeluarkan izin kepada investor asing yang ingin menanamkan modal di sebuah pulau kecil untuk usaha pariwisata atau usaha lainnya.

Ijin dibekukan

Pemberian izin kepada PT Leadership Islands Indonesia (LII) untuk mengembangkan Kepulauan Widi menjadi objek wisata harus menjadi pelajaran berharga. Investor asing itu ternyata tidak menunjukkan keseriusan untuk merealisasikan usahanya, meski sudah mengantongi izin belasan tahun lalu.
Kini pemerintah telah membekukan sementara izin PT LII sebagai pengelola kepulauan Widi di Halmahera Selatan, Maluku Utara. Pembekuan izin sementara tersebut merupakan buntut dari lelang kepulauanWidi oleh situs lelang asing Sotheby'e Concierge Auctions yang dijadwalkan pada 8 hingga 14 Desember 2022.

Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayana Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia atau Kemendagri, Safrizal ZA, mengatakan Kemendagri telah melakukan rapat klarifikasi dengan pemerintah daerah sehubungan dengan isu lelang kepulauan Widi pada 24 November 2022.

Berdasarkan rapat tersebut, ditemukan bahwa terdapat Nota Kesepahaman Bersama atau MoU antara Pemerintah Provinsi Maluku Utara, Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan dan PT. Leadership Islands Indonesia atau PT LII tentang Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Pariwisata Kepulauan Widi pada tanggal 27 Juni 2015.

"Tujuan MoU dimaksud adalah dalam upaya membangun dan mengembangkan Kawasan Kepulauan Widi sebagai destinasi eco tourism dan kawasan pariwisata unggulan di Provinsi Maluku Utara dengan jangka waktu pengelolaan selama 35 tahun," ujar Safrizal dalam keterangan tertulis.

Hingga saat ini PT LII belum melakukan pembangunan dan pengelolaan kawasan pariwisata yang dijanjikan sejak penandatanganan MoU pada 2015 hingga 2022. PT. LII tercatat sebagai investor dalam negeri yang berlokasi di Denpasar Bali. Namun PT LII saat ini sedang berproses dalam status Perusahaan Penanam Modal Asing atau PMA.

"Sekda Kab Halmahera Selatan mengindikasikan bahwa PT LII adalah broker yang mana selama 7 thn belum melakukan pembangunan dan memanfaatkan lahannya dan terakhir memasukan dalam situs lelang asing Sotheby’s Concierge Auctions yang berbasis di New York, AS," ujar Safrizal.

Hal itu bertentangan dengan UU Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisit dan pulau-pulau Kecil. dalam aturan tersebut, Pulau tidak boleh dimiliki secara perseorangan. Pulau hanya boleh dikelola atau dimanfaatkan dalam bentuk hak pakai atau hak sewa Penguasaan atas pulau-pulau kecil paling banyak adalah 70% dari luas pulau.

Relasi ekonomi dan sosial

Kawasan Kepulauan Widi itu seharusnya tidak diizinkan untuk dikelola investor karena memiliki relasi ekonomi dan sosial dengan masyarakat pesisir di wilayah Gane sejak zaman dahulu, walau pun masyarakat pesisir Gane tidak tinggal menetap di kepulauan itu.

Masyarakat di wilayah pesisir Gane selama ini menjadikan Kepulauan Widi sebagai tempat mencari ikan dan berkebun. Selain itu, di Kepulauan Widi ada situs kuburan tua yang selama ini dikeramatkan oleh masyarakat wilayah pesisir Gane.

Pemerintah daerah sebaiknya membatalkan izin yang telah diberikan kepada PT LII dan membiarkan Kepulauan Widi tetap dalam status seperti selama ini agar selain masyarakat di pesisir Gane tetap bisa menikmati fungsi ekonomi dan sosial di kepulauan itu, juga untuk mencegah terjadinya konflik dengan masyarakat.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno saat berkunjung di Maluku Utara juga menyatakan tidak setuju atas penjualan Kepulauan Widi melalui situs lelang internasional kepada orang asing.

Keterlibatan investor dalam pengembangan potensi investasi di Maluku Utara, termasuk di bidang pariwisata, sangat dibutuhkan. Akan tetapi, pemerintah daerah dan instansi terkait harus bertindak tegas jika aktivitas investor itu ternyata melanggar kedaulatan NKRI serta merugikan daerah dan masyarakat. (Abdul Fatah/Antaranews.com/Berbagai sumber)