Logo

Nasdem Tolak Usul Penundaan Pemilu, Gagasan Yang Tidak Bertanggungjawab

Ketua DPP Nasdem Effendi Choiri. Foto hariansantrigayeng

INFOSULAWESI.com, JAKARTA -- Ketua DPP Partai NasDem Teuku Taufiqulhadi menilai usulan sejumlah ketua umum partai politik terkait perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan melakukan amendemen sebagai gagasan yang tidak bertanggung jawab. 

Dia juga menyebut usul itu tidak konsisten dengan UU Pemilu yang telah ditetapkan.  “Kita tidak mampu membayangkan hanya karena ingin memperpanjang setahun atau dua tahun masa kepresidenan, lantas konstitusi mau diobrak-abrik,” kata Taufiq kepada wartawan, Jumat (25/2).

Taufiq menyatakan bahwa usulan itu tidak setara dibandingkan antara tujuan pragmatis yang hendak dicapai para politisi. Selain itu, hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan konstitusi.

Taufiq menilai ide perpanjangan tersebut selain bertabrakan dengan konstitusi dan tidak konsisten dengan UU Pemilu, juga akan menghancurkan konsolidasi demokrasi. “Usul perpanjangan masa kepresiden ini dengan cara membongkar UUD, sungguh tidak mempertimbangkan kehancuran lebih jauh dari rencana-rencana perbaikan demokrasi bangsa,” jelasnya.

Hal yang sama ditegaskan oleh Ketua DPP Partai Nasdem, Effendi Choire. Ia mengecam para elit politik yang mengusulkan agar pemilu 2024 diundur.  Effendi menyebut usulan itu sangat politis dan mengkhianati rakyat. Dia memohon kepada Gus Muhaimin dan para pimpinan partai lain, termasuk Golkar hingga PAN agar mencabut usulannya.

Dia menegaskan, Nasdem siap melawan dan berada di garda terdepan bersama rakyat. Nasdem komitmen akan mengawal pelaksanaan pemilu 2024, agar tetap sesuai jadwal yang sudah dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI).

“Jangan korbankan demokrasi yang sudah terbangun hanya demi kepentingan sekelompok elite politik. Usulan Muhaimin ini bisa membahayakan keutuhan NKRI. Jadi tolong cabut dan hentikan usulan tersebut," kata Effendi di Jakarta, Jumat (25/2).

Konsekuensi berat

Pengamat Politik Universitas Brawijaya Malang Dr Wawan Sobari mengatakan penundaan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 memiliki konsekuensi yang cukup berat.

Dikutip Antara, Wawan mengatakan penundaan pelaksanaan Pemilu 2024 memiliki konsekuensi untuk mengubah undang-undang, yang dijadikan dasar hukum untuk penundaan tersebut. "Saya melihat konsekuensi-nya cukup berat. Seperti penundaan pilkada itu memang berhasil, namun ada konsekuensi-nya yakni UU harus diubah," kata Wawan.

Wawan menjelaskan, penundaan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) berbeda dengan penundaan Pemilu untuk menentukan presiden Indonesia. Hal itu dikarenakan penundaan pemilu berkaitan dengan masa jabatan presiden.

Dalam penundaan pilkada, lanjutnya, akan ada pejabat pengganti yang bisa menggantikan. Gubernur bisa digantikan oleh pejabat dari Kementerian Dalam Negeri dan untuk bupati wali kota akan diisi oleh pemerintah provinsi.

"Pemilu mundur satu tahun, maka akan ada kekosongan kekuasaan, termasuk juga anggota legislatif. Menunda pilkada tidak masalah, pejabat penggantinya itu ada. Tapi kalau presiden dan anggota legislatif (penggantinya) itu dari mana. Ini merupakan konsekuensi panjang," tuturnya.

Ia menambahkan, apabila masa kepemimpinan presiden diperpanjang pada masa penundaan pemilu, hal itu sulit dilakukan mengingat presiden yang menjabat saat ini telah memimpin selama dua periode. "Tapi kalau diperpanjang masa jabatan apa mungkin? Sudah dua periode. Jelas kalau ke isu perpanjangan agak susah," ucapnya.

Terkait latar belakang gagasan untuk menunda pelaksanaan pemilu 2024 untuk memberikan kepastian berusaha bagi para pengusaha maupun investor di Indonesia, lanjutnya, penundaan hanya akan memberikan ketidakpastian hukum bagi para pengusaha itu sendiri.

"Kalau alasan itu pada kepastian, justru kalau tidak ada presiden definitif, justru tidak ada kepastian atau kepastian itu berkurang," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mengusulkan untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024 dengan alasan untuk mempertahankan momentum pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19.

Gagasan tersebut disampaikan Cak Imin usai mendengarkan masukan dari beberapa pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), analis ekonomi dan para pebisnis. Jika Pemilu digelar pada 2024, ia khawatir masa transisi kekuasaan menyebabkan ketidakpastian pada sektor ekonomi dan bisnis. (*)

Sumber Berita: Berbagai sumber