Logo

Aptisi Wilayah IX dan Apperti Sulsel Tolak RUU Sisdiknas

INFOSULAWESI.com, MAKASSAR -- Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Wilayah IX A Sulsel bersama Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia (Apperti) Sulsel menolak Rancangan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).

Hal tersebut ditegaskan Ketua Aptisi Wilayah IX A Sulsel Prof. Dr. H. Basri Modding, SE, M.Si, usai menggelar rapat pengurus di Lt 9 Rektorat UMI Makassar, Jumat (23/9/2022).

"Rapat Pengurus Aptisi Wilayah IX A Sulsel dan Apperti tersebut menghasilkan tiga tuntutan keputusan. Salah satunya RUU Sisdiknas," kata Basri Modding.

Keputusan lainnya meminta kepada Presiden RI Ir Joko Widodo dan pihak berwenang membentuk tim terbuka untuk evaluasi dan revisi RUU Sisdiknas.

"Tim terbuka yang dimaksudkan adalah lebih banyak melibatkan stakeholder termasuk Aptisi dan Apperti," lanjut Rektor UMI Makassar itu.

Adapun putusan ketiga tentang kewajiban akreditasi oleh BAN-PT hanya untuk akreditasi institusi. Sedangkan prodi tidak wajib untuk akreditasi.

Ketiga tuntutan itu akan diantar langsung ke Jakarta oleh para pengurus Aptisi dan Apperti Sulsel ke Jakarta pada 27-29 September 2022.

Bahkan Pengurus Aptisi dan Apperti Pusat bersama para pengurus yang ada di seluruh provinsi di Indonesia akan menggelar aksi unjuk rasa.

Aksi Unjuk Rasa Serentak

Aksi serentak untuk menyalurkan aspirasi berjamaah bakal dilakukan ke Kantor Kemendikbidristekdikti, Gedung DPR/MPR RI serta ke Istana Negara di Jakarta pada 27-29 September 2022.

Prof Basri Modding juga menegaskan dalam RUU Sisdiknas telah memisahkan status antara dosen Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Pada RUU Sisdiknas status dosen PTS dan PTN dibedakan. Dosen PTN diarahkan ke Aparatur Sipil Negara (ASN) tetapi dosen PTS diarahkan ke UU Ketenagakerjaaan.

"Artinya untuk dosen perguruan tinggi swasta bakal sederajat dengan buruh," tandas Prof Basri Modding.

"Pasal ini jelas sangat merugikan karena antara dosen PTN dan PTS profesi sama, tetapi kenapa dibedakan di dalam RUU Sisdiknas itu," tandasnya.

Ketua Apperti Pusat, Prof. Dr. H. Mansyur Ramly, M.Si pada kesempatan itu menyatakan, pemerintah tidak punya kebijakan politik dalam pendidikan.

Sehingga dalam pengambilan kebijakan tidak mengakomodasi aspirasi dan kepentingan stakholder pada bidang pendidikan itu sendiri.

"Sama pada persiapan RUU Sisdiknas yang terkesan tertutup dalam pembahasan, sehingga tidak melibatkan berbagai kalangan di dunia pendidikan," katanya.

Saran Prof Mansyur Ramly, RUU Sisdiknas ditolak saja dahulu, kemudian pihak pemerintah bentuk tim untuk revisi.

Tim ini melibatkan stakeholder pendidikan, Aptisi, Apperti, PGRI, IGI, dan lainnya untuk secara aktif melakukan diskusi dan memberi masukan pada RUU.