Berharap disukai semua orang, tidaklah mungkin, karena karakter manusia selalu ingin mencari sisi yang lain untuk menampakkan perbedaan dari yang lain. Saya kira tak ada yang salah ketika esensi perbedaan itu dilandasi dengan semangat untuk saling melengkapi, saling mengingatkan dan saling menguatkan. Namun, kita juga tak perlu berharap banyak untuk selalu disukai, karena kita manusia, gudangnya ketidaksempurnaan.
Menjadi problem ketika kita menampakkan perbedaan dengan semangat untuk saling menebar kebencian yang didasari dengan niat untuk saling menjatuhkan dan saling melemahkan satu sama lain. Jika ini yang terjadi, maka kita tengah menyiapkan arena kompetisi yang tidak sehat. Di mana kita hanya menghabiskan energi, terjerumus ke dalam lumpur perdebatan.
Kalau kita ingin melihat keindahan dari perbedaan itu, maka jadikanlah perbedaan itu sebagai wahana bagi kita untuk saling melengkapi, saling menguatkan, dan saling mengingatkan. Bukan saling mengebiri dan merasa paling benar sendiri. Mari kita berbeda untuk kemudian kita saling menghargai dan menerima perbedaan itu sebagai sebuah rahmat.
Banyak pemimpin di negeri ini yang selalu menjadi sasaran kritik. Menjadi samsak hidup yang acap kali diberondong dengan pukulan bernama kritik. Mereka berlindung atas nama kritikan. Namun disayangkan, kritik yang ada disisipi kebencian. Ujung-ujungnya kritik itu menjelma menjadi bully-an, nyinyir-an, dan sarkasme. Tanpa disadari, bukan kritiknya yang tersampaikan, melainkan sensasi olokannya yang terus dimainkan di ruang-ruang publik.
Dalam mengeritik, kita acap kali kehilangan adab, sehingga seringkali kita terjerembap ke dalam lubang yang sama, yakni lubang kebencian. Mengeritik sambil membenci dan mengumpat tidak akan menghasilkan apa-apa, malah akan menambah persoalan baru. Sebaliknya, kritik disertai solusi, itulah sebaik-baiknya kritik, karena mencoba membangun konstruksi berpikir yang lebih mengedepankanperbaikan, bukanujar-ujaran penuh basa basi.
Publik boleh mengeritik pemimpinnya. Asalkan tetap dalam koridor etika. Banyak pemimpin di negeri ini yang tak luput dari sasaran kritik. Saya kira ini baik dalam rangka menjaga muruah pemerintahan agar tetap on the track melayani masyarakat, bukan menguasai masyarakat. Sekarang paradigmanya telah berubah. Pemerintah bukan lagi penguasa, melainkan pelayan masyarakat. Maka dari itu, sekali lagi, kritik tidak boleh disisipi dengan selebrasi kebencian, melainkan atraksi kebaikan dengan semangat ingin memperbaiki satu sama lain.
Pemimpin tetaplah pemimpin yang harus siap menghadapi dua kemungkinan. Kemungkinan untuk dipuji, sekaligus kemungkinan untuk dikritik. Jika tak ingin dikritik, maka jangan jadi pemimpin. Pun sebaliknya, publik yang ingin mengeritik pemimpinnya, haruslah tampil sebagai pengeritik yang elegan. Kritik adalah keniscayaan, karena tak satu pun pemimpin di dunia ini yang mendapat dukungan 100% dari masyarakatnya. Selalu ada pro dan kontra. Namanya juga memimpin ratusan bahkan jutaan orang dengan berbagai karakter dan latar belakang.
Hari ini, 26 September 2023, empat pemimpin di Provinsi Sulawesi Selatan, masing-masing Wali Kota Palopo Judas Amir, Bupati Bantaeng Ilham Azikin, Bupati Bone Andi Fahsar Padjalangi, dan Bupati Sinjai Andi Seto Asapa, resmi mengakhiri masa jabatannya sebagai orang nomor satu di wilayah masing-masing. Mengingat kepemimpinan adalah seni memengaruhi publik demi kemaslahatan bersama, maka di pengujung pengabdiannya, mereka layak mendapatkan apresiasi, walau sekadar untaian ucapan terima kasih. Terlepas seberapa besar kepuasan publik terhadap kerja dan kinerja mereka dalam periode kepemimpinannya.
Kita juga tak boleh menutup mata, bahwa dalam satu periode kepemimpinan mereka, banyak hal baik yang telah dilakukan. Jangan karena kebencian membutakan semuanya, sehingga hal-hal baik tak terlihat sama sekali. Kalau pun ada yang kurang, maka itulah selemah-lemahnya manusia yang penuh keterbatasan, penuh dengan ketidakberdayaan. Ketika kita menyadari hal ini, maka layangkanlah kritikan yang membangun, solutif dan atraktif, sehingga penggantinya kelak bisa mencari formulasi yang berbeda, tetapi dengan tujuan yang sama. (LHr)
Penulis: Lukman Hamarong
Cek berita dan artikel yang lain infosulawesi.com di Google News