Logo

Pemerintah Pemprov Sulsel Manfaatkan Teknologi Deteksi Dini Konflik Sosial Melalui Aplikasi SIPKS

Makassar - Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan, Bahtiar Baharuddin, membuka Forum Komunikasi Sosial tentang Isu-Isu Strategis di Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya dengan fokus pada peningkatan pemahaman terkait Pengoperasian Sistem Informasi Penanganan Konflik Sosial (SIPKS).

Acara ini diselenggarakan di Baruga Karaeng Pattinggaloang pada hari Rabu, 18 Oktober 2023, oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum.

Forum ini dihadiri oleh sejumlah pejabat penting, termasuk Walikota Makassar Moh. Ramdhan Pomanto, Perwira Staf Ahli TK II Kasad Bidang Sosial Budaya, Brigjen TNI Juinta Omboh Sembiring, Plt Direktur Ketahanan Ekonomi Sosial dan Budaya Kementerian Dalam Negeri, Aang Witarsa Rofik, Kasubdit Fasilitasi Penanganan Konflik Sosial Kementerian Dalam Negeri, Anug Kurniawan, serta Friscilla Debora Sinaga dari Kemenkominfo.

Kaban Kesbangpol Provinsi Sulawesi Selatan, Muhammad Firda, juga hadir dalam acara ini.

Bahtiar Baharuddin menjelaskan tujuan forum ini sebagai upaya untuk memberikan asistensi dan bimbingan teknis kepada pihak-pihak di daerah agar dapat memahami dan mengoperasikan Sistem Informasi Penanganan Konflik Sosial.

Selaku Penjabat Gubernur Sulsel dan Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum di Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar menyoroti upaya Kemendagri dalam mengembangkan aplikasi SIPKS yang akan digunakan oleh jajaran Kesbangpol di Provinsi, Kabupaten, dan Kota.

SIPKS berperan sebagai alat efektif dan efisien untuk memantau, memetakan, dan menangani potensi konflik sosial dengan cepat.

Bahtiar menjelaskan bahwa SIPKS akan memungkinkan deteksi dini masalah di daerah yang sekecil apapun dan memungkinkan tindakan penanganan lebih awal.

Untuk Sulawesi Selatan, upaya telah dilakukan untuk pendinginan konflik oleh TNI-Polri bersama Pemerintah Provinsi. Termasuk dalam upaya ini adalah deklarasi Pemilu Damai di Kabupaten dan Kota.

Data dari berbagai sumber, termasuk intelijen daerah dan Bawaslu, serta Polri, diintegrasikan ke dalam SIPKS untuk menilai tingkat kerawanan Pemilu.

Data ini memungkinkan pemantauan dan penanganan yang lebih efisien, mengubah data yang menunjukkan potensi konflik (dalam status kuning) menjadi aman (dalam status hijau).

Bahtiar menegaskan pentingnya penyesuaian manajemen konflik dengan kebutuhan masyarakat dan komunitas setempat.

Dia juga mencatat bahwa konflik tidak hanya terjadi di dunia nyata, melainkan juga di dunia maya.

Oleh karena itu, kebijaksanaan dalam menggunakan media sosial sangat penting.

SIPKS digunakan secara internal dan oleh tim terpadu. Sistem kerjanya diatur dalam Permendagri 42 Tahun 2015 tentang koordinasi penanganan konflik sosial.

Aang Witarsa Rofik, Plt Direktur Ketahanan Ekonomi Sosial dan Budaya Kementerian Dalam Negeri, menekankan bahwa penanganan konflik saat ini memerlukan pendekatan yang lebih canggih, termasuk pemanfaatan teknologi digital, seperti SIPKS.

Sebanyak 34 provinsi telah mengaplikasikan aplikasi ini dalam upaya bersama untuk menangani konflik sosial hingga tingkat kabupaten dan kota.

Akhirnya, peningkatan penggunaan teknologi dan Sistem Informasi Penanganan Konflik Sosial (SIPKS) telah menjadi perhatian serius Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk memastikan deteksi dini dan penanganan yang lebih efektif terhadap potensi konflik sosial di wilayah tersebut. Dalam sebuah forum komunikasi sosial, pejabat tinggi dan pemangku kepentingan daerah. ***

Cek berita dan artikel yang lain infosulawesi.com di Google News