Logo

Strategi Efektif untuk Internalisasi Tujuh Kebiasaan Anak Hebat

Tati (Dosen Program Studi Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Bandung)

TUJUH Kebiasaan Anak Hebat adalah serangkaian prinsip yang dirancang untuk membantu anak-anak membangun karakter positif, kemandirian, dan keterampilan sosial yang kuat. Kebiasaan ini terinspirasi dari nilai-nilai universal seperti tanggung jawab, kerja sama, dan empati. Secara khusus, tujuh kebiasaan ini mencakup kemampuan untuk menjadi proaktif, memiliki tujuan yang jelas, memprioritaskan hal penting, berpikir kompetitif, dan bersinergi.

Makna dari kebiasaan ini tidak hanya mengembangkan anak yang berkarakter, tetapi juga menguatkan fondasi masyarakat untuk mewujudkan generasi unggul. Hal ini juga menjadi langkah praktis mendukung visi Indonesia Emas 2045, yaitu membentuk generasi muda yang kompeten, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan global.

Namun, dalam hal internalisasi, tentu membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan terencana; agar anak-anak dapat memahami, menghayati, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karenanya, penting untuk memahami esensi dari tujuh kebiasaan ini sebagai landasan dasar sebelum strategi pengajaran dan program pemerintahan lainnya disusun.

Tantangan dan Proses Internalisasi pada Anak

Salah satu tantangannya adalah kurangnya pemahaman menyeluruh dari orang tua dan pendidik mengenai kebiasaan ini. Tidak semua orang tua atau guru memiliki akses atau kesempatan untuk memahami konsep-konsep seperti proaktivitas atau berpikir unggul secara mendalam. Akibatnya, dalam praktiknya, misal pada proses pengajaran anak sering kali tidak konsisten atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai kebiasaan tersebut.

Tantangan lainnya adalah pengaruh lingkungan. Anak-anak sangat dipengaruhi oleh apa yang mereka lihat, dengar, dan rasakan di sekitarnya. Ketika lingkungan mereka belum mendukung penerapan kebiasaan positif, seperti dalam kasus lingkungan yang cenderung individualistis atau kompetitif tanpa empati, maka upaya internalisasi seketika naik turun. Selain itu, kemajuan teknologi juga seperti paparan konten digital yang tidak sesuai sering kali mengalihkan perhatian anak-anak dari kebiasaan yang membangun.

Di sisi lain, anak-anak juga menghadapi tantangan dari dalam diri mereka, seperti kurangnya motivasi atau kesulitan memahami konsep abstrak yang terkandung dalam kebiasaan ini. Untuk itu, penting bagi para pendidik dan orang tua untuk mengenali tantangannya maisng-masing dan merancang strategi yang dapat mengatasinya secara efektif.

Strategi Kolaborasi untuk Kebiasaan Anak Hebat

Strategi internalisasi tujuh kebiasaan harus dilakukan secara kolaboratif dan berkelanjutan dengan berberapa pendekatan berikut. Pertama,  pendekatan berbasis role model. Anak-anak cenderung belajar dari apa yang mereka lihat, bukan hanya dari apa yang mereka dengar. Oleh karena itu, orang tua dan guru harus menjadi teladan nyata dalam menerapkan tujuh kebiasaan tersebut. Misalnya, menunjukkan sikap proaktif dalam menyelesaikan masalah atau mempraktikkan sinergi melalui kerja sama dalam keluarga atau sekolah.

Kedua, integrasi 7 kebiasaan ke dalam kegiatan sehari-hari, termasuk pekerjaan orang tua. Contohnya, guru dapat mengintegrasikan konsep berpikir menang-menang dalam diskusi kelompok, sementara orang tua dapat mengajarkan prioritas dengan mengajak anak membuat jadwal kegiatan di rumah. Pendekatan ini membuat kebiasaan terasa relevan dan aplikatif dalam kehidupan anak-anak.

Ketiga, edukasi dengan metode interaktif. Metode yang dimaksud seperti permainan, cerita, atau proyek kelompok dapat membantu anak memahami nilai-nilai tujuh kebiasaan dengan cara yang menyenangkan. Misalnya, permainan peran (role-playing) dapat digunakan untuk mengajarkan empati dan komunikasi efektif. Dengan menggunakan metode yang interaktif, anak-anak akan lebih mudah memahami konsep abstrak dan menghubungkannya dengan pengalaman nyata.

Keempat, kolaborasi lintas sektoral, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sebab internalisasi kebiasaan tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja. Dibutuhkan kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang konsisten dan berkelanjutan. Program seperti pelatihan orang tua, workshop guru, atau kampanye komunitas dapat menjadi langkah awal untuk menyatukan visi dalam membentuk karakter anak-anak yang hebat.

Kelima, penguatan dengan apresiasi dan penghargaan atau positif. Seperti halnya dalam pengasuhan, setiap anak-anak akan merasa dihargai ketika mereka berhasil menerapkan kebiasaan positif. Penghargaan tidak harus berupa materi, tetapi bisa berupa pujian, pengakuan, atau kesempatan untuk berbagi pengalaman mereka dengan teman sebaya. Pendekatan ini membantu memotivasi anak untuk terus menerapkan kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh: Tati (Dosen Program Studi Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Bandung)