Analisa Berita Nasional, Selasa, Senin, 16 Juni 2025
POLITIK
1. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengecam keras pernyataan Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon, yang menyangkal terjadi perkosaan massal dalam peristiwa kerusuhan 13-14 Mei 1998. Komisioner Komnas Perempuan, Dahlia Madanih, menilai pernyataan tersebut menyakitkan bagi para penyintas dan merupakan bentuk kekerasan yang berulang. Kecaman serupa juga sudah disuarakan oleh Koalisi Masyarakat Sipil.
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa laporan resmi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) mencatat terdapat 85 kasus kekerasan seksual, termasuk 52 kasus pemerkosaan, dalam kerusuhan Mei 1998. Laporan itu menjadi dasar pengakuan resmi negara atas peristiwa tersebut dan melahirkan Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998 yang menjadi dasar pembentukan Komnas Perempuan.
Sementara itu, Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, hari ini mengeluarkan klarifikasi bahwa istilah "perkosaan massal" masih belum memiliki pijakan fakta yang kuat. Dia merujuk laporan TGPF hanya menyebut angka tanpa data pendukung yang solid, baik nama, waktu, peristiwa, maupun tempat kejadian atau pelaku. Karena itu, Fadli menekankan pentingnya kehati-hatian dan ketelitian dalam menyikapi isu-isu tersebut. Dia mengaku tidak bermaksud menihilkan penderitaan korban kerusuhan Mei 1998.
2. Presiden Prabowo mengambil alih penyelesaian sengketa 4 pulau antara Provinsi Sumatera Utara dengan Provinsi Aceh. Berdasarkan keputusan Mendagri, Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, yang semula secara administratif berada di wilayah Aceh, dipindahkan ke Sumut. Pihak Aceh memprotes. Gubernur Sumut, Bobby Nasution, saat bertemu Gubernur Aceh Muzakir Manaf, Rabu pekan lalu, menawarkan pengelolaan bersama 4 pulau tersebut, tapi Muzakir menolak, dan tetap menuntut Mendagri mengembalikan status seperti semula.
Kepala Presidential Communication Office (PCO), Hasan Nasbi, hari ini menyatakan bahwa keputusan yang diambil Prabowo atas sengketa itu kelak harus diterima semua pihak. Berkaca dari kasus sengketa 4 pulau tersebut, anggota Komisi II DPR, Ahmad Irawan, mengusulkan supaya penetapan batas wilayah diatur dengan undang-undang (UU) tersendiri.
3. Presiden Prabowo hari ini melakukan pembicaraan dengan Perdana Menteri (PM) Singapura, Lawrence Wong. Presiden bersama delegasi terbatas, sejak kemarin sudah berada di Singapura, dan hari ini direncanakan terbang ke Rusia. Menurut Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya, kunjungan ke Rusia itu atas undangan Presiden Vladimir Putin. Kepala PCO, Hasan Nasbi, mengatakan kunjungan Presiden Prabowo ke Rusia itu bukan berarti mengesampingkan udangan dari KTT G7 di Kanada. Kata Hasan, ini lebih menyangkut jadwal acara yang berdekatan waktunya.
4. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Optimalisasi Penerimaan Negara, yang bertugas mendampingi kementerian dalam meningkatkan penerimaan negara di berbagai sektor. Herry Muryanto ditunjuk menjadi Kepala Satgassus, sementara Novel Baswedan menjabat Wakil Kepala Satgassus. Kemudian, anggotanya berasal dari mantan pegawai KPK yang sebelumnya tergabung dalam Satgassus Pencegahan Korupsi.
EKONOMI
1. Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi Utang Luar Negeri (ULN) per April 2025 mencapai USD 431,5 miliar, atau setara Rp 7.030,43 triliun, yang menunjukkan dalam sebulan terjadi peningkatan USD 1,1 miliar (Rp 17,92 triliun) dibandingkan Maret senilai USD 430,4 miliar. Posisi April tumbuh 8,2% (yoy), lebih tinggi daripada pertumbuhan Maret yang 6,4% (yoy). Posisi ULN pemerintah pada April tercatat USD 208,8 miliar. Tumbuh 10,4% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan 7,6% (yoy) pada Maret.
BI menjelaskan, posisi ULN pemerintah didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9%. Sementara, ULN swasta tercatat USD 194,8 miliar, turun 0,6% (yoy), lebih rendah dibandingkan kontraksi Maret 1% (yoy). Perkembangan tersebut terutama didorong oleh ULN lembaga keuangan yang tumbuh sebesar 2,9% (yoy).
Berdasarkan data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) April 2025, Jepang masih menjadi kreditur terbesar bagi Pemerintah Indonesia dengan total utang mencapai USD 8,5 miliar, disusul Perancis sebesar USD 7,4 miliar, dan Jerman USD 4,14 miliar. Sementara utang ke China tercatat USD 1,39 miliar atau setara Rp 22,66 triliun.
Porsi utang ke China ini mengalami peningkatan 3,7% dibandingkan April 2024 sebesar USD 1,34 miliar. Sementara secara month-to-month (mtm), posisi itu naik 2,96% dari Maret 2025 yang tercatat USD 1,35 miliar. Meski mengalami kenaikan, porsi utang Indonesia ke China terhadap total ULN pemerintah, tergolong kecil. Hanya sekitar 0,66% dari total ULN pemerintah yang berjumlah USD 208,8 miliar.
2. Ekonom Center of Reform on Economics (Core), Yusuf Rendy Manilet, menilai meningkatnya produk China ke Indonesia mencerminkan lemahnya perlindungan pasar domestik. Lonjakan ekspor China ke Asean per Mei sebesar 13%, dengan Indonesia mencatat kenaikan tertinggi hingga 21,43% secara tahunan (yoy), harus menjadi perhatian serius. Di tengah daya beli yang belum sepenuhnya pulih, serbuan produk murah China bisa dengan cepat menguasai pasar dan menekan produsen lokal.
Tanpa intervensi kebijakan, kata Yusuf, defisit perdagangan RI dengan China berpotensi memburuk. Tekanan harga yang tidak sebanding dengan struktur biaya produksi dalam negeri, bisa memicu penurunan utilisasi kapasitas dan berujung pada gelombang efisiensi, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK). Ini juga akan mempercepat proses deindustrialisasi yang sudah terasa sekarang.
3. Pemerintah berencana membangun 100 Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP) pada 2025. Staf Ahli Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Trian Yunanda mengatakan, KKP telah membangun kampung percontohan di Desa Samber Binyeri, Kabupaten Biak Numfor, Papua, dengan anggaran Rp 22 miliar. Angka ini yang akan jadi rujukan. Sehingga, untuk 100 KNMP dibutuhkan anggaran Rp 2,2 triliun yang akan diambil dari anggaran biaya tambahan (ABT). Pembangunan 100 KNMP ini ditargetkan selesai dalam waktu empat bulan.
TRENDING MEDSOS
Warganet di X tengah ramai menyoroti cuitan dari akun @yovst1 yang mengatakan bahwa orang Indonesia “chindo” yang memiliki common sense pasti memilih 03. Angka 03 merupakan sebutan yang mengarah pada pasangan capres-cawapres nomor urut 3 pada Pilpres 2024, Ganjar-Mahfud. Cuitan tersebut dibuat sebagai bentuk sindiran terhadap orang Indonesia turunan tionghoa yang memilih Prabowo pada Pilpres 2024. Terpilihnya Prabowo sebagai presiden dinilai telah membuat kemunduran dalam penegakan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, khususnya kasus yang terkait peristiwa Mei 1998. Terbaru, warganet dibuat geram dengan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, yang dalam sebuah wawancara dengan jurnalis IDN Times, menyatakan bahwa kasus pemerkosaan pada peristiwa Mei 1998 hanya rumor belaka yang tidak ada buktinya.
HIGHLIGHTS
1. Gubernur Aceh tidak terima 4 pulau yang semula berada dalam wilayah administrasinya dipindahkan oleh Mendagri ke Provinsi Sumut. Ada kecurigaan pemindahan status ini tak lepas dari preferensi politik pemerintah pusat, dalam hal ini Mendagri, kepada Sumut, dengan “mengalahkan” Aceh. Berkaca dari kasus tersebut, anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan mengusulkan supaya penetapan batas wilayah diatur dengan undang-undang (UU) tersendiri. Usulan ini patut ditindaklanjuti oleh DPR maupun pemerintah, demi menghindarkan sengketa serupa di wilayah lain di kemudian hari. Dengan adanya UU tersendiri, maka pemerintah pusat punya dasar hukum yang kuat untuk membuat peraturan turunannya. Ini juga untuk memberi kepastian hukum bagi pemerintah daerah dalam mengelola wilayahnya. Dengan demikian, meskipun pengendali pemerintahan pusat bisa berganti setiap 5 tahun, tapi dapat dijamin konsistensi kebijakannya berkat adanya UU tersebut.
2. Perdebatan mengenai definisi massal ataupun sporadis terkait tragedi serangan seksual terhadap para korban kerusuhan Mei 1998, jangan dijadikan alasan untuk menghapuskannya dari lembar sejarah perjalanan bangsa. Prinsip menyejarah adalah mencacat semua kejayaan dan kemegahan, maupun pahit dan getir yang dialami bangsa dalam perjalanannya, agar bisa dijadikan pelajaran untuk menapaki masa depan. Jika nantinya tragedi Mei 1998 tidak dicatatkan secara objektif, maka perlu dipertanyakan kepentingan terselubung apa yang disembunyikan pemerintah saat catatan sejarah itu dibukukan. Kita perlu membuat panduan yang kuat dan terang benderang untuk generasi ke depan, sekaligus mematahkan 'ledekan' bahwa sejarah ditulis oleh pemenang.
Simak berita dan artikel lainnya di: Google News infosulawesi.com
Ikuti info terbaru di: WhatsApp Channel Infosulawesi