Logo

DJKI Perkuat Pelindungan Indikasi Geografis Produk Kerajinan Lewat Dekranasda

Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum memperkuat langkah pelindungan indikasi geografis di sektor kerajinan melalui audiensi dengan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta. Pertemuan ini membahas strategi pendampingan, penguatan proses pendaftaran, dan rencana sinergi lintas lembaga untuk memaksimalkan potensi kerajinan di Indonesia yang memiliki karakter khas daerah.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Plt. Dirjen KI) Hermansyah Siregar menegaskan, sektor kerajinan saat ini tengah menjadi perhatian DJKI. Pihaknya menyebut tingginya kualitas dan keragaman produk kerajinan dari seluruh wilayah di Indonesia sebagai alasan utama perlunya pelindungan indikasi geografis.

“Kami lebih optimistis sinergi kita bisa ditingkatkan. Banyak kerajinan kita yang memiliki karakter kuat dan reputasi yang diakui masyarakat. Tugas DJKI adalah memastikan kekayaan budaya itu mendapatkan pelindungan hukum yang layak,” ujar Hermansyah pada audiensi yang berlangsung pada Kamis, 20 November 2025.

Lebih lanjut, Hermansyah menyebutkan sebanyak 229 produk khas Indonesia saat ini telah terlindungi indikasi geografisnya, 54 diantaranya berasal dari sektor kerajinan mulai dari Tenun Ikat Sumba Timur hingga Kerajinan Perak Celuk Gianyar. Sementara itu, berdasarkan data nasional, masih terdapat 482 potensi indikasi geografis yang belum dilindungi. Data tersebut menjadi dasar DJKI untuk memperkuat pendampingan kepada Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) dan pemerintah daerah agar semakin banyak permohonan indikasi geografis diajukan untuk kerajinan dari daerahnya.

“Setelah kami himpun dan klarifikasi, ada 482 potensi yang dapat dilindungi oleh DJKI. Kami dapat memberikan pendampingan kepada para MPIG yang akan mengajukan pendaftaran. Apalagi untuk kerajinan, prosesnya lebih mudah karena tidak memerlukan uji laboratorium,” kata Hermansyah.

Selain itu, DJKI juga membahas peluang penguatan posisi indikasi geografis dari sektor kerajinan dalam kerja sama internasional, termasuk perluasan cakupan produk indikasi geografis non-pertanian dalam kerangka IEU–CEPA. Dimulai pada 1 Desember 2025, Uni Eropa akan menerima permohonan indikasi geografis berupa kerajinan. Hal ini menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk menambahkan produk-produk seperti tenun, batik, dan hasil kerajinan lainnya masuk ke dalam daftar pertukaran indikasi geografis terdaftar.

“Saat ini sudah terdapat empat produk Indonesia yang terdaftar di Uni Eropa melalui direct application, yaitu Kopi Arabika Gayo, Lada Putih Muntok, Gula Aren Kulonprogo, dan Garam Amed Bali. Ini akan diratifikasi pada 2026 dan diimplementasikan pada 2027, sehingga mulai sekarang kita perlu mempersiapkan pendaftarannya sekaligus menjaga kualitas produk-produknya,” ujar Hermansyah.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Dekranas, Reni Yanita, yang juga Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka Kementerian Perindustrian, menyambut baik inisiatif DJKI. Pihaknya menegaskan bahwa Kekayaan Intelektual merupakan elemen penting yang harus dikenalkan dan dipahami oleh masyarakat, khususnya para pengrajin di seluruh Indonesia.

“Kerajinan kental dengan inovasi, hak cipta, dan desain. Keunggulannya ada pada kreativitas pengrajin karena karakteristik dan desain adalah kekuatannya meskipun dibuat dari bahan yang sama. Mereka lah yang mewujudkan ide menjadi karya, oleh sebab itu penting dilindungi KI-nya,” kata Reni.
Ke depannya, Reni menyampaikan bahwa Dekranas akan terus mendukung langkah DJKI untuk memperkuat pelindungan indikasi geografis melalui asistensi teknis, edukasi KI, fasilitasi pembiayaan, dan kolaborasi lintas lembaga. Upaya ini diharapkan mendorong semakin banyak kerajinan Indonesia terdaftar sebagai indikasi geografis dan memperoleh pengakuan nasional maupun internasional.

“Dengan indikasi geografis ini, produk kerajinan mendapatkan reputasi dan kepercayaan dari para konsumen, sehingga ini sangat berdampak signifikan untuk kehidupan para pengrajin. Maka, kami akan terus memberikan dukungan kepada DJKI dalam meningkatkan perekonomian melalui pelindungan dan pemanfaatan indikasi geografis,” pungkasnya.

Sejalan dengan hal itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sulawesi Selatan, Andi Basmal, dalam keterangannya, Sabtu (22/11/2025) turut menegaskan pentingnya peran pemerintah daerah dalam memperluas pendaftaran indikasi geografis khususnya di sektor kerajinan. “Kerajinan lokal di setiap daerah kita memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh wilayah lain. Karena itu, pemerintah daerah bersama MPIG harus lebih proaktif mengidentifikasi dan mengajukan permohonan IG agar nilai ekonomi dan reputasinya dapat meningkat,” ujar Andi Basmal.

Ia menyebut, Sulawesi Selatan sendiri memiliki banyak kerajinan potensial seperti tenun, anyaman, hingga ukiran kayu yang siap untuk didorong ke tahap pendaftaran.
Andi Basmal menambahkan bahwa Kanwil Kemenkum Sulsel siap memperkuat pendampingan kepada para perajin dan pemerintah kabupaten/kota. Menurutnya, peluang kerja sama dengan Dekranasda menjadi langkah strategis untuk mendorong semakin banyak kerajinan daerah masuk ke skema perlindungan formal. Upaya ini diyakini tidak hanya menjaga identitas budaya lokal, tetapi juga membuka akses pasar yang lebih luas bagi produk-produk kerajinan Indonesia.