JAKARTA — Tragedi yang menewaskan Affan Kurniawan, seorang driver ojek online berusia 21 tahun, dalam aksi demonstrasi di Jakarta pada 28 Agustus 2025, menyisakan luka mendalam. Affan tewas setelah terlindas kendaraan taktis (rantis) Barracuda milik Brimob di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat.
Dalam rantis tersebut, terdapat tujuh anggota Brimob dengan peran masing-masing. Kompol Cosmas Kaju Gae, Komandan Batalyon C Resimen IV Pasukan Pelopor Brimob, duduk di kursi depan sebagai perwira pengendali. Di sebelahnya, Bripka Rohmat bertugas sebagai sopir. Sementara di barisan belakang ada Aipda M. Rohyani, Briptu Danang, Bripda Mardin, Bharada Jana Edi, serta Bharaka Yohanes David.
Kronologinya, Affan yang mengenakan jaket hijau ojek online berada di antara massa aksi. Dalam situasi kacau, rantis Brimob bergerak maju hingga melindas Affan. Video peristiwa itu viral di media sosial, memicu amarah publik.
Menanggapi tragedi ini, Anggota DPR RI Fraksi Demokrat, Irjen Pol (Purn) Drs. Frederik Kalalembang, menyampaikan belasungkawa mendalam. “Semoga keluarga almarhum Affan diberi ketabahan dalam menghadapi musibah yang tidak ada satupun di antara kita yang menginginkannya,” ujar Frederik, Jumat (5/9/2025).
“Tidak ada yang menginginkan kejadian ini. Kita semua, baik masyarakat maupun aparat, tentu tidak mengharapkan unjuk rasa berakhir anarkis, apalagi sampai terjadi penjarahan yang dimanfaatkan pihak-pihak tertentu,” sambungnya.
Frederik juga menanggapi proses hukum terhadap Kompol Cosmas Kaju Gae. Dalam sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polri, Cosmas dinyatakan bersalah dan dijatuhi sanksi pemberhentian tidak hormat. Putusan ini perlu pertimbangan mendalam dalam menjaga integritas institusi.
Menurut Frederik, meskipun Polri masih melakukan pengamanan, proses peradilan tidak boleh dilakukan terburu-buru. “Cepat itu tidak selalu baik dan terlambat tidak selalu jelek. Yang kita harapkan adalah putusan yang adil dan bijaksana,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa Cosmas dan rekan-rekannya sejatinya tidak menginginkan peristiwa itu. “Bayangkan, bila mereka tidak mengambil langkah mundur di tengah kepungan massa, bisa saja tujuh anggota Brimob itu menjadi korban amukan. Situasi chaos inilah yang sengaja dipicu provokator. Maka jelas, tragedi ini bukanlah kehendak pribadi aparat, melainkan akibat dari eskalasi yang tak terkendali,” jelas Frederik.
Politisi Demokrat asal Sulsel ini menegaskan agar tragedi Affan dijadikan pelajaran berharga. Ia meminta masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi dan tetap mengedepankan cara-cara damai dalam menyampaikan aspirasi.
“Untuk adik-adik saya yang masih aktif di kepolisian, tetaplah semangat. Masalah akan terus datang silih berganti, yang penting jangan sampai terulang kejadian yang sama,” pesan Frederik, yang pernah berdinas 35 tahun di kepolisian.
Ia menambahkan, Polri sebagai institusi besar harus menjaga profesionalisme dan kepercayaan publik dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta mengedepankan sikap humanis dalam setiap pengamanan aksi.
Sebagai penutup, Frederik menyampaikan nasihat penuh makna kepada generasi Polri yang masih aktif bertugas. “Jangan pernah biarkan semangatmu padam karena badai masalah. Ingatlah, seragam yang kalian kenakan bukan sekadar kain, tetapi simbol pengabdian kepada bangsa. Jika masyarakat marah, dekati mereka dengan hati, jika situasi memanas, hadapi dengan kepala dingin, dan bila nyawa terancam, lindungi dengan keberanian yang berakar pada nurani. Jadilah cahaya di tengah kegelapan, jangan biarkan satu peristiwa menghapus kepercayaan rakyat pada institusi besar yang kalian cintai. Karena Polri bukan hanya tentang kekuatan, tetapi juga tentang kasih, keberanian, dan pengorbanan” ujarnya. (*)