Logo

Kemendikbudristek Bentuk Tim Pencegahan Kekerasan di Satuan Pendidikan

Sejumlah siswa mengikuti kampanye "Stop Bullying" di Medan, Sumatra Utara, Senin (12/11/2018) (Foto: Antara/Septianda Perdana/aww).

Jakarta -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) membentuk 104.870 Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK). Pembentukan TPPK telah dilakukan berbagai satuan pendidikan di seluruh Indonesia, hingga 7 November 2023. 

“Untuk mengatasi isu perundungan maka kami mendorong pembentukan TPPK di satuan pendidikan. TPPK tersebut tersebar di berbagai satuan pendidikan,” kata Inspektur Jenderal Kemendikbudristek, Chatarina Maulina Girsang, dalam keterangannya, ditulis Sabtu (11/11/2023). 

Chatarina merinci, ada 31.801 TPPK berada pada jenjang PAUD, 46.203 TPPK jenjang SD, 14.431 TPPK jenjang SMP. Ada juga 6.284 di SMA, 4.626 TPPK di SMK, 541 di SLB dan 984 untuk jenjang pendidikan kesetaraan.

Ia menjelaskan, dalam menangani kasus kekerasan, TPPK mengacu kepada Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023. Mekanisme utamanya tercantum dalam pasal 39, hingga 69.

"Laporan kasus kekerasan dapat disampaikan melalui surat tertulis, telepon, pesan singkat elektronik, dan pelaporan lain yang memudahkan pelapor. Nantinya, setelah laporan diterima, maka akan ditangani oleh TPPK atau Satuan Tugas," ujar Chatarina. 

Selanjutnya, TPPK akan memastikan pemulihan korban melalui alur pemeriksaan, mulai dari pemanggilan, hingga pengumpulan bukti dan keterangan. TPPK lalu menyusun kesimpulan dan rekomendasi, serta tindak lanjut laporan dan rekomendasi dari pihak yang berwenang.

Penyusunan kesimpulan dan rekomendasi meliputi sanksi administratif kepada pelaku, pemulihan korban, dan tindak lanjut keberlanjutan layanan pendidikan. Tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan dan rekomendasi diserahkan TPPK kepada pejabat yang berwenang untuk menerbitkan keputusan.

Pemberian sanksi administratif yang diberikan dari peraturan ini tidak mengenyampingkan peraturan lain. Sedangkan, terkait pemulihan perlu dilakukan sejak laporan diterima dan layanan pemulihan difasilitasi oleh pemerintah daerah (Pemda).

Sepanjang 2021-2023, kata Chatarina, pihaknya telah menangani 50 kasus kekerasan seksual. Rinciannya, pada jenjang SMP, SMA, SMK sebanyak 22 kasus, dan pada jenjang SD 28 kasus. 

"Untuk penanganan perundungan terdapat 52 kasus, pada jenjang SMP, SMA, SMK sebanyak 32 kasus dan SD 20 kasus. Selanjutnya, penanganan intoleransi 25 kasus pada jenjang SMP, SMA, SMK, sebanyak 14 kasus dan SD 11 kasus," ucapnya. 

Cek berita dan artikel yang lain infosulawesi.com di Google News