Logo

Mahfud MD: Akan Timbul Problem Hukum Kalau Pemilu Ditunda

Menkopolhukam Mahfud MD memberikan keterangan pers didampingi Gubernur Olly Dondokabey.

INFOSULAWESI.com, MAKASSAR -- Menkopolhukam Mahfud MD saat kunjungan kerja ke Sulawesi Utara mengatakan akan timbul problem hukum kalau penundaan pemilu dipaksakan.

"Oke pemilu ndak jadi, terus caranya ini gimana dong kalau harus ditunda, diubah UUD," kata Menko Mahfud di Manado, Sabtu.

Menurut dia, mengubah Undang-Undang Dasar memakan biaya politik, biaya sosial, juga biaya uang-nya itu akan jauh lebih mahal daripada menunda pemilu.

Coba bayangkan begini, kata dia, tanggal 20 Oktober tahun 2024 masa jabatan Presiden Jokowi habis, karena menurut konstitusi pasal 7 disebut pemilu lima tahun sekali, masa jabatan presiden lima tahun.

"Jadi tanggal 20 Oktober habis, terus karena ada keputusan Mahkamah Agung atau pengadilan ditunda pemilu, ya harus mengubah Undang-Undang Dasar karena MPR atau DPR tidak bisa membuat undang-undang mengubah jadwal pemilu," ujarnya.

Jadwal pemilu tersebut adalah muatan konstitusi bukan muatan undang-undang, ujarnya.

"Jadwal teknis pemilu memang di undang-undang tapi jadwal definitif periodik adalah muatan konstitusi tidak bisa diubah oleh undang-undang maupun oleh pengadilan, harus pembuat konstitusi," tuturnya.

Pembuat konstitusi, kalau asumsi-nya adalah partai politik yang ada di MPR atau MPR yang beranggotakan partai politik, tidak mungkin ada perubahan konstitusi karena syarat mengubah konstitusi itu harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota MPR.

"Nah kalau sekarang mau ada perubahan jadwal Pemilu lalu MPR mau bersidang, yuk sidang, PDIP ndak mau hadir, Nasdem ndak mau hadir, ndak mau ditunda, Demokrat tidak mau, maka tidak kuorum, tidak sampai 2/3 yang hadir di sidang itu," ujarnya.

Akibatnya, sidang MPR tidak sah dan keadaan akan menjadi kacau balau sejak tanggal 21 Oktober tahun 2024.

"Karena itu mari kita memastikan pemilu tidak akan ditunda meskipun ada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara karena itu bukan kewenangan-nya," ucapnya.

Menurut Menko Mahfud, membuat konstitusi baru, mengundang sidang MPR melakukan kesepakatan-kesempatan politik untuk membuat perubahan jadwal Pemilu, akan jauh lebih mahal biaya sosial politiknya dibandingkan dengan menunda pemilu.

"Mahal sekali itu. Mari kita jaga ini kehidupan konstitusional kita," ajaknya.

Kalaupun mungkin suatu saat akan ada perpanjangan jabatan, tapi jangan dikaitkan dengan situasi kekinian.

"Itu untuk jangka panjang saja, nanti sesudah pemilu, lalu nanti dipikirkan kembali besok. Kalau suatu saat butuh perpanjangan gimana, nah itu baru dipikirkan," ujarnya.

Hal tersebut kata dia, jangan dipikirkan, karena sekarang jadwal pemilu sudah ditetapkan, disepakati, tahapan sudah mulai.

Menko Polhukam Mahfud MD bertekad dan sudah memastikan bahwa pemerintah bersama rakyat akan menyelenggarakan pemilu serentak di tahun 2024.

"Pertemuan malam ini penting karena kita belum lama dikejutkan oleh isu adanya penundaan pemilu karena putusan pengadilan Jakarta Utara yang memenangkan gugatan sebuah partai dan meminta KPU untuk menunda pemilu sampai tahun 2025," kata Menko Polhukam di Manado, Sulut, Sabtu malam.

Menurut Mahfud, di sini ada dua aspek hukum, pertama, menurut hukum biasa, putusan pengadilan itu salah kamar, salah posisi karena Pengadilan Negeri itu tidak punya kompetensi untuk menentukan pemilu.

Di Undang-Undang Dasar sudah punya empat lingkungan peradilan, di pasal 24 mengatakan, Mahkamah Agung terdiri dari empat lingkungan peradilan yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara.

Sengketa pemilu itu ada di ranah lembaga peradilan tata usaha negara, Partai Prima itu kalah karena dianggap tidak memenuhi syarat oleh KPU untuk ikut pemilu.

"Gugat ke Bawaslu sesuai dengan bunyi undang-undang, kalau kamu berselisih dengan KPU ke Bawaslu, kalah di Bawaslu gugat ke PTUN, kalah lagi. Nah ini tiba-tiba muncul menang di pengadilan umum," tuturnya.

Menurut dia, salah kamar karena pengadilan ini mengadili urusan pemilu yang sudah diputus oleh pengadilan sebelumnya.

"Kalau dipaksakan, misalnya, Mahkamah Agung akan memenangkan itu dari sudut hukum itu bisa dinyatakan sebagai putusan yang tidak bisa dilaksanakan," ujarnya.

Dia mengandaikan, misalnya, Olly Dondokambey sebagai gubernur membuat keputusan, tanah di seberang kantor diklaim sebagai milik pemerintah daerah.

Lalu digugat ke pengadilan, menang, tapi tertulis alamatnya di situ beda dengan tempat tanah itu.

Misalnya, yang di klaim itu di Jalan Jati ternyata di putusan-nya tanah yang ada di jalan Jati bukan itu, putusan itu tidak bisa dilaksanakan.

Sederhana-nya sama, ini urusan peradilan tata usaha negara ke perdata, dan kalau ke perdata kenapa hak rakyat yang diambil lalu diberikan secara keperdataan kepada Partai Prima.

"Nggak boleh, memilih itu adalah hak rakyat oleh sebab itu, (putusan) itu tidak bisa dilaksanakan," katanya.

Kunjungan Mahfud MD itu untuk menghadiri "Malam Bacarita Deng Menko Polhukam" dengan tema "Menjaga Harmoni Kebhinnekaan Untuk Mewujudkan Pemilu dan Pilkada Serentak Tahun 2024 yang Demokratis".

Acara tersebut dihadiri Gubernur Sulut Olly Dondokambey, forkopimda, kepala daerah, nara sumber, KPU, Bawaslu serta undangan lainnya.

Cek berita dan artikel yang lain infosulawesi.com di Google News

 

Sumber: Antara