Logo

Prabowo Tak Tutup Ruang untuk Rangkul Koalisi Lawan Masuk Dalam Kabinet

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka saat menyapa para pendukungnya di Istora Senayan, Rabu, 14 Februari 2024. (Istimewa)

JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, memberikan analisis mengenai penyusunan postur kabinet di pemerintahan Prabowo-Gibran yang akan datang. Ujang menyatakan Prabowo memiliki prerogatif untuk menentukan, termasuk untuk menggandeng partai dari koalisi lawannya di Pilpres 2024.

"Dalam masa transisi ini, saya melihat bahwa proses utak-atik kabinet sedang berjalan. Mereka pasti akan memprioritaskan partai-partai pengusung terlebih dahulu, baru kemudian merangkul partai yang kalah atau lawan mereka di Pilpres 2024," kata Ujang.

Ujang juga tak memungkiri akan ada transaksi balas budi, terutama dalam penentuan jatah bagi partai non-koalisi yang baru bergabung.

"Pada akhirnya itu semua berada di tangan Prabowo, karena jabatan menteri murni prerogatif dari presiden," tambahnya.

Ujang menekankan Prabowo seharusnya memperhatikan komposisi antara menteri dari kalangan politisi partai dan profesional ahli. Menurutnya, kabinet ideal seharusnya memiliki seimbang antara jumlah menteri dari partai politik dan profesional, dengan keunggulan jika jumlah menteri dari kalangan profesional lebih dominan.

"Porsinya sebaiknya 50% partai dan 50% profesional, atau bahkan lebih baik lagi jika 60% berasal dari kalangan profesional yang ahli. Semuanya tergantung pada keputusan Prabowo-Gibran," tambahnya.

Walaupun demikian, Ujang mengingatkan bahwa Prabowo harus memperhitungkan jasa dari tim pemenangan yang dapat berpengaruh pada penentuan komposisi kabinet.

"Karena untuk bisa maju di pilpres butuh dukungan dari partai koalisi yang mengusung. Jadi untuk menentukan menteri, biasanya partai pengusung juga memiliki jatahnya sendiri," pungkasnya.