Logo

Selamat Merayakan Hari Waisak Bagi Umat Budha

Ilustrasi peringatan Hari Waisak di kompleks Candi Borobudur (Foto: hipwee.com)

Umat Budha memperingati Hari Raya Tri Suci Waisak 2566 pada Senin (15/5) ini dalam keadaan tenang dan hidmat. Acara perayaan Waisak kembali diselenggarakan setelah dua tahun ditiadakan karena pandemi Covid-19.

Waisak merupakan hari suci yang selalu diperingati oleh umat beragama Budha di seluruh dunia. Hari raya ini diperingati pada bulan Mei saat bulan purnama sidhi atau terang bulan untuk memperingati 3 peristiwa penting. Yaitu, lahirnya pangeran Siddharta pada tahun 623 sebelum masehi, penerangan agung pageran Siddharta menjadi Buddha, dan wafatnya Buddha Gautama.

Di Indonesia secara tradisional peringatan dipusatkan di komplek candi Borobudur, Jawa Tengah. Syukurlah pada tahun ini peringatan Waisak lebih semarak, meski masih terbatas, seiring kondisi pandemic Covid-19 yang sudah menurun.

Tahun ini keadaan sudah lebih longgar. Rangkaian Perayaan Waisak 2566 dipusatkan di Candi Borobudur. Koordinator Waisak 2566 BE di Candi Borobudur, Tanto S Harsono mengatakan, setelah dua tahun ditiadakan karena pandemi, tahun ini dilangsungkan perayaan Waisak di Candi Borobudur. "Rangkaian Waisak dimulai pada, Sabtu (7/5) dengan karya bakti di Taman Makam Pahlawan (TMP) di seluruh Indonesia.”

Peringatan Hari waisak ini dilakukan untuk menghormati dan merenungkan segala sifat luhur dari triratna yaitu buddha, dharma, dan sangha. Kemudian memperkuat saddha atau keyakinan yang benar berdasarkan tekad, membina paramita atau sifat baik yang berasal dari para leluhur, mengulang kembali dan merenungkan khotbah dari sang Buddha.

Menurut cerita, Pangeran Siddhartha Gautama terlahir dalam lingkungan yang penuh kemewahan. Pada usia 16 tahun ia menikahi Yasodhara dan memiliki seorang putra semata wayang yang diberi nama Rahula.

Ayahnya meminta Sidharta kelak menjadi raja. Namun takdir membawanya ke dunia yang berbeda. Suatu saat ia menemukan "empat peristiwa" di luar kompleks istana. Yaitu, orang tua, orang sakit, orang meninggal, dan pertapa yang meninggalkan kehidupan duniawinya. Ternyata ada kehidupan yang sangat berbeda dengan segala kemewahan di dalam istana.

Hati Sidharta menjadi resah, gundah gulana. Ia merasakan penderitaan masyarakat. Timbul kesadaran bahwa segala kemewahan di lingkungan kerajaan tak mampu menolong rakyat yang penuh penderitaan. Sejak itu ia merasakan hiburan dan nyanyian para gadis penari seolah hanya mengejek hati dan pikirannya yang bergejolak.

Akhirnya, pada usia 29 tahun Siddharta memutuskan pergi dari istana. Ia kemudian berguru kepada beberapa brahmana terpandang, namun tak memuaskan hatinya. Ia kemudian bertapa di hutan selama enam tahun untuk mencari penerangan rohani. Namun apa yang ia cari tidak segera didapat. Ia bahkan berkesimpulan bahwa cara-cara ekstrim melalui pertapaan dan penyiksaan diri tidaklah cocok untuk mengatasi penderitaan dan mencari ketenangan hidup.

Sidharta memperoleh pencerahan pada suatu malam bulan purnama, di tepi sungai Neranjara, ketika ia sedang mengheningkan cipta di bawah pohon Asatta (pohon Bodi). Ia duduk bermeditasi, mengatur pernapasannya. Dalam puncak keheningan dan kebeningan hatinya ia menerima bisikan tentang kebenaran sejati, kasunyatan hidup.

Sidharta kemudian bangun dari semadinya, bangkit dan berjalan mengajarkan norma hidup sesuai pandangan baru yang ia yakini benar. Ia mengajarkan delapan (8) laku utama, yang disebut Dharma, kepada para muridnya. Delapan jalan kebajikan tersebut yaitu: 

  1. Pengertian yang benar (samma-ditthi)
  2. Maksud yang benar (samma-sankappa)
  3. Bicara yang benar (samma-vacca)
  4. Laku yang benar (samma-kammarta)
  5. Kerja yang benar (samma- ajiva)
  6. Ikhtiar yang benar (samma- vayama)
  7. Ingatan yang benar (samma-sati)
  8. Samadhi yang benar( samma-samadhi)

Sejatinya, ajaran Sang Budha sangat relevan dalam setiap jaman. Bila para penganut Budha mampu mengamalkan Dharma maka damailah kehidupan. Tidak ada cakar-cakaran, persaingan tidak sehat, apalagi eksploitasi antar sesama.

Kita mengucapkan selamat kepada umat Budha yang merayakan hari raya Waisak. Peringatan ini sangat relevan dengan kondisi bangsa dan negara yang sedang prihatin karena pandemic Covid. Meneladani Sang Budha sangat penting dalam mengembangkan solidaritas dan kesetiakawanan social saat ini. Dengan demikian seluruh elemen bangsa Indonesia mampu bangkit dari keterpurukan dan meraih kehidupan yang normal dan lebih baik di masa depan. (**)

Sumber: Berbagai Sumber