Bergulirnya waktu mengantarkan kita berada di penghujung tahun 2022 dan sebentar lagi memasuki tahun 2023. Di penghujung tahun dan memasuki awal tahun menjadi momentum tepat melakukan evaluasi dan refleksi, juga memberikan prediksi, salah satunya sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang berperan sangat penting dalam perekonomian.
Badan PBB menyebutkan, UMKM menyumbang 90% dari bisnis, 60 hingga 70% lapangan kerja dan 50% dari PDB di seluruh dunia. Sebagai tulang punggung perekonomian UMKM berkontribusi pada ekonomi lokal dan nasional dan mempertahankan mata pencaharian, khususnya di kalangan pekerja miskin, perempuan, pemuda, dan kelompok lainnya dalam situasi rentan.
ASEAN Investment Report September 2022 merilis jumlah UMKM Indonesia terbesar di ASEAN dengan jumlah 65,46 juta, menyerap 97 persen tenaga kerja dan menyumbang 60,3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Sejarah perekonomian Indonesia telah membuktikan UMKM tangguh saat krisis moneter, krisis ekonomi hingga dampak pandemi.
Tahun 2023 diprediksi sejumlah lembaga internasional berada dalam bayang-bayang resesi. Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi ekonomi global hanya tumbuh 2,7 persen dan World Economic Outlook (WEO) memprediksi sebesar 2,9 persen. Sementara World Bank membuat skenario terburuk dari kondisi di 2023 ekonomi semakin melambat dan banyak negara jatuh ke dalam resesi.
Ancaman resesi tahun 2023 menjadikan UMKM diprediksi sebagai penyelamat. Pengalaman UMKM yang bisa eksis saat kondisi krisis ekonomi 1998, resesi tahun 2008 dan 2012, serta pandemi Covid-19 membuat optimisme menyambut tahun 2023. Staf Ahli MenKop UKM, Eddy Satria di Jakarta (27/10/2022) sangat optimistis UMKM terutama sektor kuliner paling tangguh menghadapi krisis global. Hal senada dikatakan Menparekraf, Sandiaga Uno saat seminar UMKM Hebat dalam rangka Dies Natalis UGM ke-73 di Yogyakarta, Sabtu (17/12/2022), disaat masa-masa sulit pada tahun 2023, UMKM akan kembali menjadi pahlawan perekonomian nasional karena mampu berinovasi, beradaptasi dan berkolaborasi.
UMKM Naik Kelas, Atasi Ketimpangan
Saat ini fokus dan perhatian lebih besar lagi bagi penguatan UMKM sehingga bisa naik kelas dan memiliki ketangguhan dalam menopang perekonomian Indonesia. Dukungan UMKM naik kelas sangat mendesak bila melihat kondisi fenomena missing middle. Lebih dari satu dekade, meskipun usaha mikro memiliki ketahanan yang tinggi namun beroperasi pada tingkat produktivitas yang rendah. Rata-rata pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) UMKM lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi.
Setiap tahun pemerintah dan berbagai lembaga merilis angka pertumbuhan ekonomi. Namun angka-angka itu tidak pernah menjelaskan bagaimana distribusi pertumbuhan ekonomi dalam masyarakat, siapa saja yang diuntungkan, serta siapa yang dirugikan. Dibalik pertumbuhan ekonomi yang berpihak pada kekuatan modal, selalu menyisakan problem kemiskinan, serta sulitnya mewujudkan kesejahteraan yang riil dan merata.
Laporan World Inequality Report 2022, kekayaan Indonesia telah meningkat empat kali lipat dalam dua dekade terakhir, tapi tidak mengubah ketimpangan kekayaan. Disebutkan kelompok 50% terbawah hanya memiliki 5,46% dari total kekayaan rumah tangga nasional sementara 10% penduduk terkaya di Indonesia memiliki 60,2% dari total aset rumah tangga secara nasional pada 2021. Laporan World Inequality Report 2022 juga menunjukkan rasio kesenjangan pendapatan antara kelompok 10% teratas dengan 50% terbawah sebesar satu banding 19. Ini berarti satu penduduk dari kelas ekonomi teratas memiliki pendapatan 19 kali lipat lebih besar dibandingkan penduduk dari ekonomi terbawah. Rasio tersebut lebih tinggi dibandingkan 127 negara lain di dunia (dataindonesia.id, 2022).
Mantan Wapres Jusuf Kalla saat sambutan Munas III Himpunan Pengusaha Kahmi (HIPKA) di Jakarta (6/12/202) mengingatkan bahaya lebarnya jurang miskin dan kaya di Indonesia. Diingatkan oleh JK, untuk mengatasi gap antara kaya dan miskin di Indonesia bukan mengurangi taraf hidup orang kaya, tapi menaikkan kualitas hidup orang miskin melalui pemberdayaan ekonomi.
Dengan proporsi UMKM yang didominasi usaha mikro hingga 98,6% maka upaya mengangkat pelaku ultra mikro dan mikro untuk naik kelas menjadi sangat penting. Dengan akselerasi UMKM Naik kelas diharapkan mampu menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar, menghidupkan usaha-usaha lokal pendukung, menyerap lapangan kerja sekaligus mengentaskan kemiskinan.
Penguatan Peran Pendampingan
Peran penting pendampingan untuk UMKM Naik Kelas dilihat dari studi National Business Incubation Association (NBIA) tahun 2010 bahwa pendampingan dapat meningkatkan persentase keberhasilan bisnis hingga 87% atau hampir 2x lipat lebih tinggi daripada bisnis yang tidak didampingi.
Pendampingan UMKM ini merupakan rangkaian intervensi dengan kejelasan indikator capaian, dilakukan secara berkelanjutan selama periode tertentu melalui suatu proses seleksi berbasis data. Pendampingan UMKM Naik kelas dilakukan melalui strategi 5-Go yaitu Go Digital, Go SDG’s, Go Global Standard, Go Modern, dan Go Formal.
Peran pemerintah tidak bisa berjalan sendiri, disamping harus juga ada keinginan yang kuat dari pelaku UMKM agar bisa naik kelas melalui inovasi dan kreatifitas dalam pengembangan usahanya. Koloborasi multipihak pengembangan UMKM ini diwujudkan adalah kerjasama yang terdiri dari akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah dan media atau yang dikenal dengan sinergi pentahelix.
Pendampingan UMKM Naik kelas ini mengacu pada visi membangun struktur UMKM yang lebih produktif, mandiri, dan berdaya saing global. Tantangan terbesarnya pada orkestrasi ekosistem yang peduli dan punya program untuk UMKM naik kelas, dilakukan dengan penguatan kompetensi pendamping, dilakukan secara tematik, paket, pendampingan penuh serta peningkatan literasi digital. Langkah menata orkestrasi untuk mewujudkan kolaborasi dalam pendampingan UMKM naik kelas harus mulai dilakukan dengan lebih terstruktur serta penyusunan roadmap pendampingan UMKM naik kelas berbasis kompetensi dan portofolio.
Bahrul ulum Ilham
(Dosen ITB Nobel dan Konsultan PLUT Sulsel)