Logo

Mendengar Suara dari Kampus

Civitas academica dan alumni UIN Syarif Hidayatullah membubuhkan tanda tangan tuntutan untuk penyelenggaraan Pemilu 2024 yang bersih, Senin (5/2/2024)) (Foto: Antara)

BELAKANGAN kita seolah menjadi saksi munculnya suara-suara kritis namun bijak dari kalangan kampus di Indonesia. Suara-suara kritis itu muncul bukan tanpa alasan, apalagi meliihat kondisi bangsa saat ini yang mereka nilai telah terjadi polusi politik.

Seruan itu digaungkan kalangan sivitas akademika Universitas Gajah Mada, Universitas Padjajaran, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Asosiasi Perguruan Tingggi Katolik Indonesia dan perguruan tinggi lainnya.

Hal ini dilakukan karena adanya dugaan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran etika dalam kontestasi politik pada Pemilu 2024.

Harus diakui, sebagian masyarakat menilai suara dari kampus bisa menjadi harapan bagi Indonesia untuk perbaikan iklim berdemokrasi dan bernegara.

Meski kemudian ada juga sebagian masyarakat lainnya yang mengkhawatirkan petisi dari kampus lebih bersifat opini ketimbang gerakan akademis, terlebih momennya menjelang Pemilu 2024.

Adalah Forum Rektor Indonesia (FRI) yang kemudian mendeklarasikan pemilu aman dan damai. FRI justru menilai kampus bukanlah tempat memecah belah, tetapi turut memberikan edukasi kepada seluuruh komponen bangsa demi terciptanya pemilu yang jujur, adil, aman, dan damai.

Polemik di tengah masyarakat kampus itu semoga tidak membuat kehidupan berdemokrasi justru menurun. Sebab ada pelajaran penting yang bisa diambil dari fenomena tersebut, yaitu demi menjaga pemilu agar berlangsung sesuai tahapan dan menghasilkan pemimpin yang mampu membawa kemajuan bagi Indonesia.