Logo

Pemerintah Tidak Intervensi Putusan MK Terkait Sistem Pemilu

Juri Ardiantoro, Deputi IV KSP (Foto: Istimewa)

INFOSULAWESI.com, JAKARTA -- Pemerintah menyatakan tidak akan mengintervensi proses pembuatan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi sistem pemilu legislatif. Hal ini disampaikan Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP), Juri Ardiantoro, di Gedung Bina Graha, Senin (29/5/2023). 

Menurut dia, saat ini semua pihak harus berpegang pada Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu sebelum adanya putusan MK. "Bagi pemerintah sudah jelas kalau itu jadi domain Mahkamah Konstitusi," ujarnya. 

Jadi, lanjut Juri, sepanjang belum ada putusan yang dikeluarkan MK semua berpegang pada peraturan yang berlaku sekarang. "Saat ini UU Nomor 7/2017 itu tidak ada perubahan," katanya. 

Pernyataan Juri menanggapi klaim Denny Indrayana yang mengaku telah mendapatkan informasi soal putusan MK. Menurut Denny, MK akan memutuskan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.

"MK akan membuat keputusan dengan berbagai pertimbangan yang tentu saja dikaitkan dengan KPU sebagai penyelenggara pemilu," kata Juri. Jadi, lanjutnya, pemerintah akan menyerahkan bagaimana proses penyelenggaraan pemilu kepada KPU. 

Juri mengatakan dugaan kebocoran keputusan MK yang disampaikan Denny harus diinvestigasi terlebih dahulu. Dia meyakini MK memiliki standar dalam menyikapi beredarnya informasi putusan yang belum disampaikan. 

"Pemerintah akan konsisten melaksanakan perintah MK atau perintah undang-undang," kata Juri. Menurut dia, pemerintah tidak bisa berandai-andai karena pasti seluruh putusan MK sudah dipertimbangkan konsekuensi dan dampaknya. 

Pengakuan Denny Indrayana soal bocoran keputusan MK disampaikan melalui akun twitternya @dennyindranaya. Dia juga menyinggung soal sumbernya di MK, tetapi dipastikan bukan dari hakim konstitusi.

Denny menyebut komposisi hakim MK yang akan memutus gugatan tersebut adalah 6:3. Artinya, enam hakim MK menyatakan setuju jika sistem pemilu kembali kepada proporsional tertutup. 

Sedangkan tiga hakim lainnya setuju kepada sistem proporsional terbuka. "Indonesia akan kembali ke sistem pemilu orde baru yang otoritarian dan koruptif," kata Denny melalui cuitannya.

MK menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat 2 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka. Permohonan itu didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.

Para pemohon terdiri dari enam orang yang terdiri dari Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, dan Fahrurrozi. Kemudian Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.

Cek berita dan artikel yang lain infosulawesi.com di Google News