Logo

DJKI: Bikin Konten Harus Perhatikan Hak Cipta Arsitektur

Jakarta – Aktivitas pembuatan konten visual di ruang publik kini semakin marak dilakukan oleh para fotografer, videografer, hingga kreator konten digital. Kebutuhan untuk menghasilkan karya visual menarik, baik untuk kepentingan prewedding, dokumentasi pribadi, promosi, maupun proyek komersial lainnya, membuat berbagai lokasi terbuka menjadi latar favorit.

Namun, dalam praktiknya, tidak sedikit kegiatan pemotretan atau perekaman video tersebut yang justru menimbulkan persoalan baru. Selain dilakukan di ruang publik milik pemerintah yang memiliki aturan tertentu, seperti pembatasan penggunaan kamera profesional atau kewajiban izin lokasi, aktivitas pengambilan gambar terkadang juga melibatkan ruang privat milik perorangan atau perusahaan tanpa izin pemiliknya.

Situasi ini memperlihatkan bahwa isu seputar pengambilan gambar di ruang publik tidak hanya berkaitan dengan aspek estetika atau komersial, tetapi juga bersinggungan dengan hak privasi dan hak cipta atas karya arsitektur, desain, maupun properti visual lainnya.

Menanggapi fenomena tersebut, Direktur Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum RI Arie Ardian Rishadi, memberikan penjelasan bahwa setiap karya arsitektur yang memiliki nilai desain dan orisinalitas memperoleh pelindungan hak cipta secara otomatis sejak diwujudkan pertama kali.

“Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur bahwa ciptaan yang berupa karya arsitektur, baik rumah, gedung, maupun bangunan lainnya, secara otomatis dilindungi secara otomatis tanpa perlu pencatatan terlebih dahulu. Hak cipta memberikan hak moral dan ekonomi kepada penciptanya,” ujar Arie.

Arie menjelaskan bahwa penggunaan karya arsitektur, termasuk pengambilan gambar atau video terhadap bangunan yang memiliki pelindungan hak cipta, perlu memperhatikan konteks penggunaannya. Jika dilakukan untuk kepentingan jurnalistik non komersial atau edukatif, penggunaan tersebut dapat dikategorikan sebagai penggunaan wajar (fair use).

“Namun, apabila karya arsitektur digunakan sebagai bagian dari produksi konten komersial, seperti film, iklan, atau promosi yang menghasilkan keuntungan, maka sebaiknya dilakukan dengan izin dari pemegang hak cipta,” tambahnya.

Lebih lanjut, Arie menekankan pentingnya kesadaran hukum di kalangan fotografer, videografer, kreator konten digital, dan media massa. Menurutnya, pemahaman yang baik terhadap prinsip kekayaan intelektual dapat mencegah terjadinya pelanggaran, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.

“DJKI mendorong agar para pelaku kreatif memahami hak dan kewajiban mereka dalam menggunakan karya orang lain. Edukasi publik sangat penting agar praktik penghormatan terhadap hak cipta semakin kuat di Indonesia,” ungkapnya.

Arie menambahkan bahwa DJKI terus berupaya melakukan sosialisasi, pembinaan, dan penegakan hukum secara proporsional terhadap dugaan pelanggaran hak cipta di masyarakat. “Pada prinsipnya, DJKI hadir tidak hanya untuk menegakkan hukum, tetapi juga memberikan edukasi agar ruang publik tetap dapat dimanfaatkan secara kreatif tanpa mengabaikan hak pencipta maupun hak privasi,” tutupnya.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sulawesi Selatan, Andi Basmal, turut menegaskan pentingnya kesadaran hukum di kalangan pelaku industri kreatif di daerah.
“Pesan yang disampaikan DJKI sangat relevan dengan kondisi saat ini. Banyak kreator di daerah yang belum memahami bahwa karya arsitektur, desain interior, maupun elemen visual lain yang mereka jadikan latar konten memiliki pelindungan hak cipta. Karena itu, kami di Kanwil Kemenkum Sulsel terus mendorong edukasi kekayaan intelektual agar pelaku industri kreatif dapat berkarya secara kreatif tanpa melanggar hak cipta orang lain,” ujar Andi Basmal, dalam keterangannya, Sabtu (8/11/2025).

Ia menambahkan bahwa pihaknya siap berkolaborasi dengan berbagai komunitas kreatif, akademisi, dan pemerintah daerah untuk memperkuat literasi kekayaan intelektual di tingkat lokal. “Kami ingin agar Sulawesi Selatan menjadi contoh daerah yang kreatif sekaligus sadar hukum. Pelindungan hak cipta bukan untuk membatasi, tetapi untuk memastikan keadilan dan penghargaan terhadap karya setiap individu,” pungkasnya.