Logo

INFO PLUZ: Analisa Berita Nasional, Sabtu, 8 November 2025

Analisa Berita Nasional, Sabtu, 8 November 2025

POLITIK
1. Pro-kontra pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Soeharto semakin menguat. Menurut rencana pengumuman penerima gelar pahlawan nasional akan dilakukan Presiden Prabowo, Senin, 10 November 2025, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan. Sejarawan Bonnie Triyana menilai, wacana pemberian gelar kepada Soeharto merupakan pertarungan memori di ruang publik antara mereka yang berusaha mengingat dan mereka yang berupaya menghapus memori atas represi Orde Baru, yang dipimpin Soeharto selama sekitar 32 tahun.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Muhadjir Effendy, menyatakan dukungan penuh terhadap rencana pemerintah memberikan gelar tersebut kepada Soeharto. Alasannya, langkah tersebut sejalan dengan semangat menghargai jasa besar tokoh bangsa yang telah berkontribusi dalam perjalanan Indonesia. Sedangkan Ketua PBNU Savic Ali menilai ukuran kepahlawanan tidak terletak pada lamanya berkuasa, tetapi pada keberpihakan terhadap kemanusiaan. Menurut Savic, Soeharto tidak perlu dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Sementara itu, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) bersama sejumlah mahasiswa dan akademisi menyatakan secara tegas penolakan terhadap rencana penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.

2. Komisi Percepatan Reformasi Polri yang dibentuk Presiden Prabowo mendapat tugas untuk mempelajari dan memberikan rekomendasi soal kebutuhan reformasi di Korps Bhayangkara. Sebanyak 10 anggota komisi itu dilantik presiden kemarin. Ketua komisi adalah mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie. Prabowo tidak memberikan batas waktu kerja komisi tersebut. Kata Jimly, komisi dibentuk Presiden Prabowo karena usulan masyarakat yang menginginkan adanya perbaikan institusi Polri pasca aksi demonstrasi di sejumlah wilayah pada akhir Agustus lalu.

HUKUM
1. Perihal ledakan di SMAN 72, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo hari ini menjelaskan, terduga pelaku peledakan adalah seorang siswa sekolah tersebut. Dia mengalami luka-luka dan sedang menjalani perawatan. Ledakan yang terjadi kemarin saat shalat jumat, menimbulkan korban 96 orang, tapi per hari ini tinggal 29 orang yang masih menjalani perawatan di 3 rumah sakit.

Motif tindakan terduga pelaku, kata Kapolri, sedang didalami polisi, termasuk kemungkinan pengaruh paham radikal. Barang bukti sebuah senapan laras panjang mainan yang tertera sejumlah nama pelaku penembakan massal di beberapa negara juga menjadi materi penyelidikan. Polisi juga tidak mengenyampingkan kesaksian dari teman terduga pelaku bahwa dia korban bullying di sekolah.

2. KPK menangkap 13 orang di Ponorogo, Jawa Timur, kemarin. Jubir KPK, Budi Prasetyo, hari ini mengungkapkan, mereka yang ditangkap dan dibawa ke Jakarta antara lain Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, sekretaris daerah, Dirut RSUD, Kabid Mutasi Setda, dan 3 orang swasta, salah satunya adik bupati. KPK belum menjelaskan detail konstruksi kasus tersebut, tapi dikabarkan menyangkut jual-beli jabatan di lingkup pemda.

EKONOMI
1. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan belum ada rencana melakukan redenominasi mata uang rupiah. Rencana redenominasi rupiah muncul dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029, yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 70/2025 yang ditetapkan 10 Oktober 2025 dan diundangkan pada 3 November 2025. Menurut Airlangga, belum ada rencana pembicaraan dengan kementerian/lembaga terkait mengenai hal itu.

Dalam PMK No. 70/2025 disebutkan, kebijakan redenominasi dirampungkan lewat penuntasan RUU Redenominasi. Urgensi kebijakan itu adalah untuk efisiensi perekonomian, yang dapat dicapai melalui peningkatan daya saing nasional. Selain itu untuk menjaga kesinambungan perkembangan perekonomian nasional, menjaga stabilitas nilai rupiah, dan meningkatkan kredibilitas rupiah. Wacana redenominasi sebelumnya pernah disampaikan Darmin Nasution saat menjadi Gubernur BI (2010-2013).

2. Dari hasil verifikasi atas data penerima bantuan sosial (bansos) nasional yang dilakukan bersama oleh Kementerian Sosial (Kemensos) dan Badan Pusat Statistik (BPS), didapat hasil 4,2 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tidak layak mendapat bansos. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, jumlah tersebut dikeluarkan dari total 18,7 juta KPM. Mereka yang tidak layak akan segera diganti oleh penerima baru yang memenuhi kriteria sosial dan ekonomi tertentu.

TRENDING MEDSOS
Kata “Pahlawan Nasional” trending di X, setelah beredar info Presiden Prabowo Subianto hampir pasti menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada mendiang Soeharto, mantan mertuanya. Masyarakat sipil mengkritik pemberian gelar itu karena rekam jejak Soeharto di bidang hak asasi manusia. Pro dan kontra lantas mewarnai cuitan dari banyak warganet di X. Beberapa alasan yang membuat Soeharto tidak layak menjadi pahlawan pun dikumpulkan oleh akun X @amnestyindo.

Pertama, korupsi hingga praktik otoritarian mengisi 32 tahun masa jabatannya sebagai presiden di era Orde Baru. Kedua, laporan Stolen Asset Recovery (StAR) dari PBB dan Bank Dunia 2007 menyebut Soeharto sebagai pemimpin terkorup di abad ke-20. Perkiraan nilai korupsinya USD 15-35 miliar. Berbagai pelanggaran berat HAM juga terjadi di era itu. Ketiga, dominasi militer dalam struktur pemerintahan menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan dan represi. Keamanan nasional dan stabilitas dijadikan dalih pembenaran atas represi terhadap hak. Keempat, pengelolaan sumber daya alam didominasi pemerintah pusat dan elit (penguasa dan konglomerat). Aspek kelestarian alam dan hak masyarakat lokal diabaikan.

Menurut akun @amnestyindo, empat rekam jejak Soeharto saat menjadi presiden tersebut membuatnya tidak memenuhi syarat integritas moral dan keteladanan seperti yang dimaksud Pasal 25 UU No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto sama dengan normalisasi pelanggaran HAM dan impunitas.

HIGHLIGHT
Momen pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto tampaknya memang tepat diputuskan pada rezim saat ini. Setelah sekian rezim sebelumnya tak ‘berani’ memutuskan pemberian gelar tersebut, sehingga usulan itu terkatung-katung selama sekitar 2 dekade, pemerintahan sekarang punya keleluasaan besar untuk memutuskan pemberian gelar tersebut kepada Soeharto.