Logo

INFO PLUZ: Analisa Berita Nasional, Jumat, 5 Desember 2025

Analisa Berita Nasional, Jumat, 5 Desember 2025

SOSIAL
1. Kerugian material yang dialami Provinsi Aceh akibat bencana banjir bandang dan tanah longsor tidak sebanding dengan pendapatan yang didapat dari sektor pertambangan dan kelapa sawit. Berdasarkan taksiran Center of Economic and Law Studies (Celios), kerugian material Aceh sekitar Rp 2,04 triliun. Padahal, kata Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira Adhinegara, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor tambang hingga 31 Agustus 2025 cuma Rp 929 miliar, dan sumbangan Dana Bagi Hasil (DBH) Perkebunan Sawit Aceh hanya Rp 12 miliar, sementara dari sektor mineral dan batubara (minerba) Rp 56,3 miliar pada 2025.

Kerugian ekonomi secara nasional yang timbul akibat bencana banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, menurut Celios, mencapai Rp 68,6 triliun. Angka itu jauh lebih besar dibanding penerimaan Penjualan Hasil Tambang (PHT) nasional per Oktober 2025 yang hanya Rp 16,6 triliun. Celios memperhitungkan 5 jenis kerugian yakni, kerugian rumah masing-masing Rp 30 juta per unit; kerugian jembatan masing-masing biaya pembangunan kembali Rp 1 miliar. Lalu, kerugian pendapatan keluarga yang dihitung rata-rata harian tiap provinsi dikali 20 hari kerja; kerugian sawah dengan kehilangan Rp 6.500 per kilogram gabah dengan asumsi 7 ton gabah per hektar, dan perbaikan jalan Rp 100 juta per 1.000 meter.

2. Kabupaten Aceh Selatan termasuk daerah yang tertimpa bencana. Ada 11 kecamatan di wilayah itu yang terdampak. Sang Bupati, Mirwan MS, pada 27 November lalu menerbitkan surat tertuju kepada gubernur Aceh yang isinya menyatakan tidak sanggup menangani banjir di wilayahnya karena keterbatasan dana dan sarana. Selang beberapa hari kemudian, pada Selasa, 2 Desember lalu, dia memboyong keluarganya pergi ibadah umroh. Ulah sang bupati kader Partai Gerindra itu mengundang kecaman dari warganya, yang sebagian masih tinggal di pengungsian.

Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Aceh Selatan, Denny Saputra menjelaskan, bupati berangkat umroh setelah melihat kondisi wilayahnya sudah membaik dari bencana banjir. Denny juga membantah tudingan sang bupati meninggalkan rakyatnya di tengah bencana, sebab sebelum berangkat umroh Mirwan juga sudah menyambangi dan mengirim bantuan ke warga terdampak banjir. Sementara itu, Gubernur Aceh Muzakir Manaf minta, bupati atau kepala daerah yang cengeng dan tidak mampu menangani bencana, lebih baik mengundurkan diri.

3. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto hari Minggu lalu, menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia. Sebelumnya dia menyatakan 'banjir Sumatera hanya ramai di media sosial', hari Jumat lalu, dan menjadi viral. Dia mengaku pernyataan itu dalam konteks untuk menenangkan masyarakat di sana. Mantan Pangdam V/Brawijaya ini memastikan tidak pernah ada niatan meremehkan bencana yang terjadi di Sumatera.

4. Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto mengungkapkan, ada 1 lembaga pemasyarakatan (lapas) di Aceh Tamiang yang terendam banjir sampai atap, sehingga terpaksa semua warga binaan atau tahanan dilepaskan demi keselamatan mereka. Agus tidak menyebut berapa jumlah tahanan di lapas tersebut. Sedangkan lapas-lapas lain yang terdampak banjir tapi tidak parah, memindahkan para tahanannya ke lapas lain yang relatif aman dari bencana.

EKONOMI
1. Menkeu Purbaya menemukan masih banyak subsidi yang dinikmati orang kaya, atau yang masuk desil 8 (mapan), 9 (kaya), dan 10 (sangat kaya) di data sosial-ekonomi. Data itu ditemukan saat rapat tentang peningkatan efisiensi penyaluran subsidi di Komisi XI DPR bersama Danantara, PLN, Pertamina, KAI, dan sebagainya. Menurut dia, hal ini disebabkan oleh beberapa kendala dalam penyaluran subsidi serta desainnya. Untuk itu, dia akan mendesain ulang subsidi agar tepat sasaran. Ia diberi target hingga semester I-2026, dan pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap selama dua tahun mendatang.

1. Bank Indonesia mencatat posisi uang primer atau M0 Adjusted pada November sebesar Rp 2.136,2 triliun, tumbuh 13,3% secara tahunan (yoy), melambat dibandingkan Oktober yang tumbuh 14,4% (yoy). Kepala Dept Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, perkembangan ini dipengaruhi oleh pertumbuhan giro bank umum di Bank Indonesia adjusted sebesar 24,2% (yoy) dan uang kartal yang diedarkan sebesar 13,1% (yoy). M0 Adjusted merupakan indikator uang primer yang telah disesuaikan untuk mengisolasi pengaruh penurunan giro bank di BI akibat kebijakan insentif likuiditas.

3. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, regulasi tentang besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 sudah diparaf. Namun ia enggan membocorkan besaran UMP yang diputuskan pemerintah. Terpisah, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan, Presiden Prabowo memberi sinyal akan turun langsung menangani polemik UMP seperti tahun lalu. Pada penetapan UMP 2025, Menaker Yassierli mengusulkan kenaikan upah minimum 6%, namun Prabowo menetapkan kenaikan lebih tinggi yakni 6,5%.

4. BI melaporkan cadangan devisa per akhir November sebesar USD 150,1 miliar, naik USD 0,2 miliar dari Oktober. Dalam laporannya, BI menyebut kenaikan tersebut bersumber dari penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri. Sebagai informasi, pemerintah menerbitkan surat utang syariah atau sukuk dalam mata uang dolar AS sebesar USD 2 miliar pada 20 November. Terdiri atas USD 1,1 miliar untuk tenor 5 tahun dan USD 0,9 miliar untuk tenor 10 tahun. Masing-masing jatuh tempo pada 2030 dan 2035.

POLITIK
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Imron Rosyadi Hamid (Gus Imron), kemarin menyatakan bahwa seluruh keputusan tertinggi dalam struktur organisasi PBNU berada di tangan Syuriah yang dipimpin Rais Aam. Karena itu, langkah Syuriah memberhentikan Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dari jabatan Ketua Umum PBNU per 26 November 2025, merupakan keputusan final dan mengikat. Sebaliknya Gus Yahya bersikap, Syuriah tidak berwenang memecat ketum. Bahkan dia kemudian melakukan mutasi sejumlah pengurus PBNU yang tidak sejalan dengan dia.

Menurut Gus Imron, langkah Gus Yahya itu tidak mempunyai kekuatan hukum karena dia sudah bukan ketum PBNU lagi. Terkait hal tersebut, Ketua PBNU Moh Mukri hari ini menyatakan bahwa PBNU akan menggelar rapat pleno yang dihadiri seluruh unsur kepengurusan PBNU mulai dari Mustasyar, A'wan, Syuriyah, Tanfidziyah, serta pimpinan lembaga dan badan otonom PBNU untuk menetapkan penjabatan ketua umum pengganti Gus Yahya pada Selasa, 9 Desember 2025.

TRENDING MEDSOS
Kata “Sumatera Butuh Status” trending di X, setelah banyak warganet yang berspekulasi bahwa alasan pemerintah tidak segera menetapkan bencana di Sumatera sebagai bencana nasional karena jika ditetapkan bencana nasional maka akan ada audit besar-besaran terkait penyebab kerusakan lingkungan, struktur tata ruang, izin lingkungan, dan siapa pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan. Sementara beredar isu bahwa beberapa perusahaan yang diduga menyebabkan kerusakan lingkungan di Sumatera ternyata dimiliki oleh pejabat pemerintahan, termasuk Presiden Prabowo. Maka warganet menilai pemerintah tidak berani menetapkan status bencana nasional karena “takut” diaudit.

HIGHLIGHTS
1. Dalam situasi keprihatinan akibat bencana dahsyat di 3 provinsi Sumatera, sudah seharusnya para pejabat atau petinggi berpikir panjang sebelum berucap atau berulah. Berpikir panjang juga disertai empati atau bela rasa sudah seharusnya dikedepankan. Contoh kasat mata, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto yang terpaksa harus meminta maaf setelah mengeluarkan ucapan 'banjir Sumatera hanya ramai di media sosial'. Contoh ulah yang tak mengedepankan empati ditunjukkan oleh Bupati Aceh Selatan Mirwan MS, yang “lempar handuk putih” dalam penanganan bencana di daerahnya, kemudian pergi bersama keluarganya melakukan ibadah umroh.
2. Bencana Sumatera memperlihatkan betapa ekonomi Indonesia rentan bukan hanya karena cuaca ekstrem, tetapi karena kegagalan tata kelola. Kerugian nasional Rp 68,6 triliun yang jauh melampaui penerimaan sektor tambang dan sawit yang selama ini diagung-agungkan membuktikan bahwa model pembangunan berbasis eksploitasi alam tidak pernah menutup biaya sosial dan ekologis yang ditimbulkannya. Namun bukannya berfokus pada pemulihan dan perlindungan masyarakat, ‘energi’ pemerintah justru terseret polemik: pejabat saling salah bicara, kepala daerah menyerah, dan malah ada yang pergi umroh, sementara keputusan penetapan bencana nasional ditunda dengan dalih “persepsi”. Di tengah ribuan korban dan lumpuhnya infrastruktur, negara terlihat lebih sigap membicarakan efisiensi subsidi, cadangan devisa, dan UMP daripada menyelamatkan penghidupan warga. Ini bukan semata kegagalan respons bencana: ini cermin bahwa arah ekonomi kita masih lebih berpihak pada stabilitas angka makro ketimbang keselamatan manusia dan lingkungan tempat mereka bergantung.